Duta Besar Republik Jerman untuk Indonesia, Georg Witschel, mengatakan dalam kunjungan Menteri Luar Negeri Frank-Walter Steinmeier ke Jakarta, tidak akan dibahas mengenai kerjasama penjualan senjata. Steinmeier akan memfokuskan ke beberapa bidang yang termaktub dalam Deklarasi Jakarta yang diteken Kanselir Angela Merkel tahun 2012 lalu.
Bidang-bidang tersebut antara lain, perdagangan, investasi dan pengembangan, pendidikan dan kebudayaan, sains dan teknologi, lingkungan, perubahan iklim, kehutanan dan energi yang terbarukan. Hal itu disampaikan Witschel ketika memberikan keterangan pers di Gedung Kedutaan Besar Jerman di Jakarta Pusat, pada hari ini.
"Kami bukan negara yang menjual senjata, jadi jelas isu itu bukan menjadi bagian dari agenda Menlu Steinmeier. Namun, kami memahami isu keamanan yang saat ini tengah bergulir di Indonesia," ujar Witschel.
Pembelian senjata seperti tank leopard, imbuh dia, bukan dilakukan antar pemerintah, melainkan Pemerintah Indonesia yang melakukan pemesanan secara khusus kepada perusahaan Negeri Panser.
"Kami memahami isu pembelian senjata adalah masalah yang sensitif dan akan dikritik karena menyangkut isu penegakkan hak asasi manusia. Namun, Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga pembelian peralatan militer apa pun, tentu diputuskan bersama," kata dia.
Jerman pun, lanjut Witschel, juga akan melihat situasi di Indonesia sebelum menerbitkan izin ekspor senjata.
Kantor berita Jerman, Deutsche Welle, edisi tahun lalu melaporkan, perusahaan senjata Rheinmetall, akhirnya memperoleh izin untuk mengekspor 104 tank jenis Leopard 2 ke Indonesia. Izin itu juga meliput 10 tank tempur lain, yakni tank untuk pegunungan dan 50 kendaraan lapis baja jenis Marder 1A2.
Jerman akan mengekspor 164 kendaraan lapis bajanya ke Indonesia.
Penjualan itu menuai kritik dari berbagai organisasi HAM di Jerman. Mereka menilai, situasi HAM di beberapa daerah di Indonesia masih buruk.
Sebagian anggota parlemen saat itu juga menolak rencana itu. Anggota parlemen dari Partai Hijau dan Kiri mengaku khawatir Indonesia akan menggunakan senjata buatan Jerman untuk menghadapi aksi protes dan kelompok etnis minoritas.
Semula, sebelum membeli dari Jerman, Indonesia memesan tank leopard ke Belanda. Namun, permintaan itu ditolak oleh parlemen Belanda, dengan alasan situasi HAM yang masih kritis di Indonesia.
Sementara, di Jerman untuk ekspor senjata tidak perlu mendapat persetujuan dari parlemen.
Bidang-bidang tersebut antara lain, perdagangan, investasi dan pengembangan, pendidikan dan kebudayaan, sains dan teknologi, lingkungan, perubahan iklim, kehutanan dan energi yang terbarukan. Hal itu disampaikan Witschel ketika memberikan keterangan pers di Gedung Kedutaan Besar Jerman di Jakarta Pusat, pada hari ini.
"Kami bukan negara yang menjual senjata, jadi jelas isu itu bukan menjadi bagian dari agenda Menlu Steinmeier. Namun, kami memahami isu keamanan yang saat ini tengah bergulir di Indonesia," ujar Witschel.
Pembelian senjata seperti tank leopard, imbuh dia, bukan dilakukan antar pemerintah, melainkan Pemerintah Indonesia yang melakukan pemesanan secara khusus kepada perusahaan Negeri Panser.
"Kami memahami isu pembelian senjata adalah masalah yang sensitif dan akan dikritik karena menyangkut isu penegakkan hak asasi manusia. Namun, Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga pembelian peralatan militer apa pun, tentu diputuskan bersama," kata dia.
Jerman pun, lanjut Witschel, juga akan melihat situasi di Indonesia sebelum menerbitkan izin ekspor senjata.
Kantor berita Jerman, Deutsche Welle, edisi tahun lalu melaporkan, perusahaan senjata Rheinmetall, akhirnya memperoleh izin untuk mengekspor 104 tank jenis Leopard 2 ke Indonesia. Izin itu juga meliput 10 tank tempur lain, yakni tank untuk pegunungan dan 50 kendaraan lapis baja jenis Marder 1A2.
Jerman akan mengekspor 164 kendaraan lapis bajanya ke Indonesia.
Penjualan itu menuai kritik dari berbagai organisasi HAM di Jerman. Mereka menilai, situasi HAM di beberapa daerah di Indonesia masih buruk.
Sebagian anggota parlemen saat itu juga menolak rencana itu. Anggota parlemen dari Partai Hijau dan Kiri mengaku khawatir Indonesia akan menggunakan senjata buatan Jerman untuk menghadapi aksi protes dan kelompok etnis minoritas.
Semula, sebelum membeli dari Jerman, Indonesia memesan tank leopard ke Belanda. Namun, permintaan itu ditolak oleh parlemen Belanda, dengan alasan situasi HAM yang masih kritis di Indonesia.
Sementara, di Jerman untuk ekspor senjata tidak perlu mendapat persetujuan dari parlemen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.