Ilustrasi Pasukan Khusus TNI
Panglima Kodam (Pangdam) XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Fransen Siahaan geram mendapati fakta ada anggota TNI dan Polri yang menjual peluru pada gerakan pengacau keamanan di Papua. Panglima menyebut pengkhianatan itu sebagai duri dalam daging.
Sementara rekan-rekannya bertempur dan gugur ditembak kriminal bersenjata, orang-orang ini malah menjual peluru pada musuh.
“Saya akan pecat anggota itu. Saya tidak butuh dengan anggota seperti itu. Indikasi keterlibatan anggota saya memang telah lama terdengar dan mereka masuk ke dalam aparat,” tegas dia.
TNI dan Polri seharusnya berjuang untuk menjaga keutuhan NKRI. Ada cerita menarik bagaimana dulu para desertir TNI dan Polri malah menjadi provokator dan mengendalikan kerusuhan di Ambon.
Para perusuh di Ambon menjadikan Hotel Wijaya II sebagai markas komando mereka. Bangunan itu dipertahankan dengan aneka senjata dan sniper alias penembak jitu. Diduga mereka mendapat senapan dan amunisi dari gudang senjata Brimob yang dibobol saat kerusuhan. Saat itu tak kurang dari 900 senapan yang hilang. Belum ditambah pistol dan granat yang juga dijarah.
Aksi para perusuh makin brutal. Tanggal 22 Januari 2001, pasukan Batalyon Gabungan dikerahkan untuk menghancurkan kekuatan musuh yang bertahan di Hotel Wijaya II. Pasukan Gabungan itu seluruhnya pasukan elite TNI. Unsur utamanya dari Kopassus dibantu Paskhas dan Marinir.
Sekitar pukul 05.00 WIT, tim melakukan serangan mendadak. Suara ledakan dan rentetan tembakan terdengar di mana-mana. Para pasukan elite ini bergerak cepat melakukan raid dari satu ruangan ke ruangan. Mereka berusaha menangkap semua provokator hidup-hidup.
Pertempuran di sekitar Hotel Wijaya II berlangsung seperti layaknya perang kota di Sarajevo atau Stalingrad di Uni Soviet.
Pusat kegiatan para perusuh berada di lantai empat hotel yang dijadikan pusat komando pengendalian kerusuhan Ambon. Bertebaran berbagai peta dan rencana operasi para perusuh.
Pasukan Yongab TNI menyergap empat desertir TNI/Polri yang sering menembaki pasukan Yongab. Petugas juga menemukan 14 pucuk senapan organik TNI yang digunakan empat orang itu.
Empat desertir yang ditangkap itu adalah AKBP JS, lalu Iptu A, dan Ipda AA dari kepolisian, serta Mayor Inf NN. Selain empat orang itu, petugas juga menangkap 25 perusuh lain dari Hotel Wijaya.
Seorang perwira menuturkan di lokasi penggerebekan juga ditemukan narkoba, sabu dan wanita.
Setelah Hotel Wijaya II dikuasai, perlahan kekuatan perusuh di Ambon mulai menurun. Situasi pun mulai bisa dikendalikan aparat keamanan.
Panglima Kodam (Pangdam) XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Fransen Siahaan geram mendapati fakta ada anggota TNI dan Polri yang menjual peluru pada gerakan pengacau keamanan di Papua. Panglima menyebut pengkhianatan itu sebagai duri dalam daging.
Sementara rekan-rekannya bertempur dan gugur ditembak kriminal bersenjata, orang-orang ini malah menjual peluru pada musuh.
“Saya akan pecat anggota itu. Saya tidak butuh dengan anggota seperti itu. Indikasi keterlibatan anggota saya memang telah lama terdengar dan mereka masuk ke dalam aparat,” tegas dia.
TNI dan Polri seharusnya berjuang untuk menjaga keutuhan NKRI. Ada cerita menarik bagaimana dulu para desertir TNI dan Polri malah menjadi provokator dan mengendalikan kerusuhan di Ambon.
Para perusuh di Ambon menjadikan Hotel Wijaya II sebagai markas komando mereka. Bangunan itu dipertahankan dengan aneka senjata dan sniper alias penembak jitu. Diduga mereka mendapat senapan dan amunisi dari gudang senjata Brimob yang dibobol saat kerusuhan. Saat itu tak kurang dari 900 senapan yang hilang. Belum ditambah pistol dan granat yang juga dijarah.
Aksi para perusuh makin brutal. Tanggal 22 Januari 2001, pasukan Batalyon Gabungan dikerahkan untuk menghancurkan kekuatan musuh yang bertahan di Hotel Wijaya II. Pasukan Gabungan itu seluruhnya pasukan elite TNI. Unsur utamanya dari Kopassus dibantu Paskhas dan Marinir.
Sekitar pukul 05.00 WIT, tim melakukan serangan mendadak. Suara ledakan dan rentetan tembakan terdengar di mana-mana. Para pasukan elite ini bergerak cepat melakukan raid dari satu ruangan ke ruangan. Mereka berusaha menangkap semua provokator hidup-hidup.
Pertempuran di sekitar Hotel Wijaya II berlangsung seperti layaknya perang kota di Sarajevo atau Stalingrad di Uni Soviet.
Pusat kegiatan para perusuh berada di lantai empat hotel yang dijadikan pusat komando pengendalian kerusuhan Ambon. Bertebaran berbagai peta dan rencana operasi para perusuh.
Pasukan Yongab TNI menyergap empat desertir TNI/Polri yang sering menembaki pasukan Yongab. Petugas juga menemukan 14 pucuk senapan organik TNI yang digunakan empat orang itu.
Empat desertir yang ditangkap itu adalah AKBP JS, lalu Iptu A, dan Ipda AA dari kepolisian, serta Mayor Inf NN. Selain empat orang itu, petugas juga menangkap 25 perusuh lain dari Hotel Wijaya.
Seorang perwira menuturkan di lokasi penggerebekan juga ditemukan narkoba, sabu dan wanita.
Setelah Hotel Wijaya II dikuasai, perlahan kekuatan perusuh di Ambon mulai menurun. Situasi pun mulai bisa dikendalikan aparat keamanan.
♞ Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.