Militer Myanmar terlibat pertempuran dengan kelompok pemberontak etnis agar tercapai gencatan senjata nasional sebelum pemilu Desember mendatang. (Reuters/Soe Zeya Tun)
Setidaknya 20 orang tewas dalam pertempuran hebat antara tentara Myanmar dan kelompok etnis yang memberontak di Myanmar timur laut dekat perbatasan dengan Tiongkok.
Kementerian Informasi Myanmar menyebut dalam laman Facebooknya bahwa sembilan tentara dan 11 pemberontak tewas dalam serangkaian bentrokan di negara bagian Shan dan Kachin yang terjadi sejak Senin (2/2).
Dewan Federal Persatuan Nasional, UNFC, yang mewakili 11 kelompok etnis yang memberontak, membenarkan bahwa telah terjadi pertempuran di kedua engara bagian.
Namun UNFC mengemukakan sekitar 30 tentara pemerintah tewas, sementara jumlah korban tewas di pihaknya hanya empat orang.
Pertempuran ini terjadi setelah UNFC mengirim surat kepada Presiden Thein Sein yang meminta pemerintah menandatangani satu kesepakatan untuk membentuk satu negara federal.
Khu Oo Reh, sekretaris jenderal UNFC, mengatakan kesepakatan untuk membentuk negara federal akan membuka jalan bagi satu gencatan senjata, namun pertempuran yang baru terjadi ini mengancam upaya mencapainya.
“Hal ini bisa menunda atau bisa juga menggagalkan proses itu,” ujarnya. “Ini yang menjadi kekhawatiran kami.”
UNFC berharap kesepakatan terkait negara federal ini bisa ditandatangani 12 Februari, dimana pada hari ini di tahun 1947 tercapai kesepakatan antara militer dan pemimpin kelompok etnis Myanmar untuk membentuk satu negara federasi setelah merdeka dari Inggris.
Berbagai kelompok pemberontak memerangi pemerintah pusat Myanmar sejak merdeka pada 1948.
Meskipun sebagian besar kelompok pemberontak kesukuan masing-masing memiliki kesepakatan gencatan senjata terpisah dengan pemerintah, pertempuran kali ini melibatkan Tentara Nasional Pembebasan Ta-ang dan Tentara Kemerdekaan Kachin.
Kedua kelompok ini belum memiliki kesepakatan gencatan senjata dengan pemerintah Myanmar.
Khu Oo Reh mengatakan militer kemungkinan besar melancarkan serangan terhadap kedua kelompok itu untuk menekan mereka menerima usul gencatan senjata sebelum pemilihan umum pada Desember mendatang.
Pemerintah semi-sipil Myanmar yang berniat melakukan reformasi mengambil alih kekuasaan setelah 49 tahun negara itu diperintah oleh militer. Dan pemerintah telah mengatakan akan menandatangani kesepakatan gencatan senjata nasional sebelum pemilihan umum tersebut.
Namun usul negara federal menjadi penghalang dalam perundingan karena kelompok pemberontak menginginkan otonomi yang lebih besar. Sementara, militer sejak lama menekankan perlunya satu pemerintah terpusat yang kuat seperti yang diatur dalam Undang-Undang 2008 buatan militer.(yns)
Setidaknya 20 orang tewas dalam pertempuran hebat antara tentara Myanmar dan kelompok etnis yang memberontak di Myanmar timur laut dekat perbatasan dengan Tiongkok.
Kementerian Informasi Myanmar menyebut dalam laman Facebooknya bahwa sembilan tentara dan 11 pemberontak tewas dalam serangkaian bentrokan di negara bagian Shan dan Kachin yang terjadi sejak Senin (2/2).
Dewan Federal Persatuan Nasional, UNFC, yang mewakili 11 kelompok etnis yang memberontak, membenarkan bahwa telah terjadi pertempuran di kedua engara bagian.
Namun UNFC mengemukakan sekitar 30 tentara pemerintah tewas, sementara jumlah korban tewas di pihaknya hanya empat orang.
Pertempuran ini terjadi setelah UNFC mengirim surat kepada Presiden Thein Sein yang meminta pemerintah menandatangani satu kesepakatan untuk membentuk satu negara federal.
Khu Oo Reh, sekretaris jenderal UNFC, mengatakan kesepakatan untuk membentuk negara federal akan membuka jalan bagi satu gencatan senjata, namun pertempuran yang baru terjadi ini mengancam upaya mencapainya.
“Hal ini bisa menunda atau bisa juga menggagalkan proses itu,” ujarnya. “Ini yang menjadi kekhawatiran kami.”
UNFC berharap kesepakatan terkait negara federal ini bisa ditandatangani 12 Februari, dimana pada hari ini di tahun 1947 tercapai kesepakatan antara militer dan pemimpin kelompok etnis Myanmar untuk membentuk satu negara federasi setelah merdeka dari Inggris.
Berbagai kelompok pemberontak memerangi pemerintah pusat Myanmar sejak merdeka pada 1948.
Meskipun sebagian besar kelompok pemberontak kesukuan masing-masing memiliki kesepakatan gencatan senjata terpisah dengan pemerintah, pertempuran kali ini melibatkan Tentara Nasional Pembebasan Ta-ang dan Tentara Kemerdekaan Kachin.
Kedua kelompok ini belum memiliki kesepakatan gencatan senjata dengan pemerintah Myanmar.
Khu Oo Reh mengatakan militer kemungkinan besar melancarkan serangan terhadap kedua kelompok itu untuk menekan mereka menerima usul gencatan senjata sebelum pemilihan umum pada Desember mendatang.
Pemerintah semi-sipil Myanmar yang berniat melakukan reformasi mengambil alih kekuasaan setelah 49 tahun negara itu diperintah oleh militer. Dan pemerintah telah mengatakan akan menandatangani kesepakatan gencatan senjata nasional sebelum pemilihan umum tersebut.
Namun usul negara federal menjadi penghalang dalam perundingan karena kelompok pemberontak menginginkan otonomi yang lebih besar. Sementara, militer sejak lama menekankan perlunya satu pemerintah terpusat yang kuat seperti yang diatur dalam Undang-Undang 2008 buatan militer.(yns)
♘ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.