PT Pindad (Persero) bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan SAAB Swedia menyelenggarakan seminar nasional rudal bertajuk Achieving Air Defence Superiority Through the Latest Missile and Sensor Technology. Acara ini diselenggarakanpada tanggal 15 September 2016 dan bertempat di Ruang Komisi Utama Lantai 3 Gedung 2 BPPT, Jakarta. Pada acara ini hadir para pengambil keputusan terkait pembangunan industri rudal nasional.
Erzi Akson Gani, Deputi Bidang Teknologi, Industri, Rancang Bangun, dan Rekayasa BPPT dalam kata sambutannya mengatakan bahwa Indonesia memerlukan teknologi alutsista handal tanpa ketergantungan kepada industri luar negeri, salah satunya adalah teknologi rudal atau peluru kendali.
“Upaya rancang bangun rudal nasional butuh dibangkitkan kembali dan upaya ini merupakan program jangka panjang, sehingga membutuhkan perencanaan yang baik, melibatkan unsur-unsur stakeholder, meliputi pengguna, pembuat kebijakan, industri, litbangyasa, perguruan tinggi, dan bisnis,” tuturnya.
Teknologi rudal merupakan teknologi tingkat tinggi yang kompleks dan memerlukan sinergi dari berbagai disiplin ilmu yang disebutnya high skilled and demanding dan memerlukan sinergi yang baik saat penyerapan teknologi.
“Pembangunan industri rudal mau tidak mau harus melalui tahapan yang panjang dengan ketelitian yang tinggi. Selain itu, pembangunan industri ini memerlukan kesiapan SDM, teknologi, dan perlu dipersiapkan secara serius,” tuturnya lagi.
Acara hari itu dimulai dengan paparan kebutuhan pengguna dari Pusat Kesenjataan Artileri Pertahanan Udara (Pussenarhanud) yang akan memakai teknologi rudal ini secara langsung. Kolonel Arh Wijanarko mengatakan Pussenarhanud yang memiliki tugas utama untuk melindungi negara dari segala bentuk ancaman udara musuh, memerlukan teknlogi rudal yang berkembang seiring tren ancaman udara yang kini mulai berubah.
“Kesatuan kami membutuhkan teknologi rudal yang dapat mendukung dan memenuhi 4 aspek utama yaitu operasional, pendidikan dan latihan, pemeliharaan, dan alih teknologi serta menjawab tantangan dari tren ancaman udara yang semakin mengarah pada unmanned threats,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa jika industri rudal melakukan kerjasama dengan pihak asing, proses alih teknologi harus dilakukan sebaik mungkin. “Alih teknologi yang paripurna sangat dibutuhkan pengguna, terutama dari sisi operasional dan penyusunan strategi.”
Acara dilanjutkan dengan pemaparan the state of art techology rudal didapatkan para peserta seminar dari pihak SAAB Swedia yang meliputi 3 judul utama yaitu Air Defence System Technology, Missile System Technology, dan Sensor System Technology.
Sesi dua acara ini dilanjutkan dengan diskusi panel dengan tema Percepatan Penguasaan Teknologi Rudal Melalui Konsorsium Litbang, dengan beberapa panelis untuk membahas pembentukan konsorsium rudal.
Panelis yang hadir adalah Kemenristekdikti, BPPT, Lapan, Pussenarhanud, PT Dirgantara Indonesia (Persero), dan PT Pindad (Persero) yang sudah memiliki pengalaman dalam konsorsium litbang, seperti roket dan radar.
Dalam diskusi ini dipaparkan berbagai macam hambatan yang terjadi selama melakukan konsorsium, maupun transfer of technology. Dalam diskusi ini dibahas pula mengenai harmonisasi konsorsium yang diperlukan untuk akselerasi teknologi yang dibutuhkan.
Dari diskusi ini dihasilkan beberapa hal bahwa konsorsium ini harus memiliki masterplan dan desain konseptual yang baik pada awal pembentukannya. Kebijakan yang mengiringi aktivitas konsorsium harus dibuat dan harus ada leadership yang kuat guna memimpin konsorsium ini. Sarana dan prasarana akan disiapkan dan produk yang dihasilkan harus mission oriented, dan untuk membahas konsorsium ini secara lebih detail, akan dilaksanakan pertemuan yang diprakarsai oleh Kemenristekdikti.
Acara seminar hari itu merupakan salah satu langkah tepat dalam membangun pondasi industri rudal nasional dengan mengundang semua pihak terkait, khususnya para pengambil keputusan, pengguna yang mengetahui spesifikasi produk secara langsung, dan industri yang akan melaksanakannya. Semoga saja, industri rudal nasional yang mumpuni akan dapat terbentuk dan berhasil mewujudkan kemandirian industri pertahanan nasional. (Anggia)
Erzi Akson Gani, Deputi Bidang Teknologi, Industri, Rancang Bangun, dan Rekayasa BPPT dalam kata sambutannya mengatakan bahwa Indonesia memerlukan teknologi alutsista handal tanpa ketergantungan kepada industri luar negeri, salah satunya adalah teknologi rudal atau peluru kendali.
“Upaya rancang bangun rudal nasional butuh dibangkitkan kembali dan upaya ini merupakan program jangka panjang, sehingga membutuhkan perencanaan yang baik, melibatkan unsur-unsur stakeholder, meliputi pengguna, pembuat kebijakan, industri, litbangyasa, perguruan tinggi, dan bisnis,” tuturnya.
Teknologi rudal merupakan teknologi tingkat tinggi yang kompleks dan memerlukan sinergi dari berbagai disiplin ilmu yang disebutnya high skilled and demanding dan memerlukan sinergi yang baik saat penyerapan teknologi.
“Pembangunan industri rudal mau tidak mau harus melalui tahapan yang panjang dengan ketelitian yang tinggi. Selain itu, pembangunan industri ini memerlukan kesiapan SDM, teknologi, dan perlu dipersiapkan secara serius,” tuturnya lagi.
Acara hari itu dimulai dengan paparan kebutuhan pengguna dari Pusat Kesenjataan Artileri Pertahanan Udara (Pussenarhanud) yang akan memakai teknologi rudal ini secara langsung. Kolonel Arh Wijanarko mengatakan Pussenarhanud yang memiliki tugas utama untuk melindungi negara dari segala bentuk ancaman udara musuh, memerlukan teknlogi rudal yang berkembang seiring tren ancaman udara yang kini mulai berubah.
“Kesatuan kami membutuhkan teknologi rudal yang dapat mendukung dan memenuhi 4 aspek utama yaitu operasional, pendidikan dan latihan, pemeliharaan, dan alih teknologi serta menjawab tantangan dari tren ancaman udara yang semakin mengarah pada unmanned threats,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa jika industri rudal melakukan kerjasama dengan pihak asing, proses alih teknologi harus dilakukan sebaik mungkin. “Alih teknologi yang paripurna sangat dibutuhkan pengguna, terutama dari sisi operasional dan penyusunan strategi.”
Acara dilanjutkan dengan pemaparan the state of art techology rudal didapatkan para peserta seminar dari pihak SAAB Swedia yang meliputi 3 judul utama yaitu Air Defence System Technology, Missile System Technology, dan Sensor System Technology.
Sesi dua acara ini dilanjutkan dengan diskusi panel dengan tema Percepatan Penguasaan Teknologi Rudal Melalui Konsorsium Litbang, dengan beberapa panelis untuk membahas pembentukan konsorsium rudal.
Panelis yang hadir adalah Kemenristekdikti, BPPT, Lapan, Pussenarhanud, PT Dirgantara Indonesia (Persero), dan PT Pindad (Persero) yang sudah memiliki pengalaman dalam konsorsium litbang, seperti roket dan radar.
Dalam diskusi ini dipaparkan berbagai macam hambatan yang terjadi selama melakukan konsorsium, maupun transfer of technology. Dalam diskusi ini dibahas pula mengenai harmonisasi konsorsium yang diperlukan untuk akselerasi teknologi yang dibutuhkan.
Dari diskusi ini dihasilkan beberapa hal bahwa konsorsium ini harus memiliki masterplan dan desain konseptual yang baik pada awal pembentukannya. Kebijakan yang mengiringi aktivitas konsorsium harus dibuat dan harus ada leadership yang kuat guna memimpin konsorsium ini. Sarana dan prasarana akan disiapkan dan produk yang dihasilkan harus mission oriented, dan untuk membahas konsorsium ini secara lebih detail, akan dilaksanakan pertemuan yang diprakarsai oleh Kemenristekdikti.
Acara seminar hari itu merupakan salah satu langkah tepat dalam membangun pondasi industri rudal nasional dengan mengundang semua pihak terkait, khususnya para pengambil keputusan, pengguna yang mengetahui spesifikasi produk secara langsung, dan industri yang akan melaksanakannya. Semoga saja, industri rudal nasional yang mumpuni akan dapat terbentuk dan berhasil mewujudkan kemandirian industri pertahanan nasional. (Anggia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.