Kritik Pembelian Tank Leopard, Dosen Diberhentikan
JAKARTA--MICOM: Seorang staf pengajar di Universitas Pertahanan (Unhan) diberhentikan setelah tulisannya di sebuah media cetak nasional dimuat. Tulisan tersebut berisi kritik terhadap pembelian tank Leopard dari Jerman.
Adalah Al Araf, yang merupakan dosen di Unhan dan direktur program Imparsial, yang diberhentikan mendadak setelah artikelnya tentang Leopard dimuat.
Ia mengatakan, mulai pekan ini, dirinya tidak diperkenankan mengajar dan memberi bimbingan kepada mahasiswa di Unhan.
Araf menduga Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro marah dengan tulisannya tentang pembelian tank Leopard di salah satu media massa cetak nasional. Unhan sendiri merupakan perguruan tinggi yang dibiayai oleh Kementerian Pertahanan.
Pemecatan Al Araf itu mendapatkan kritik dari anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Helmy Fauzi. Ia menyayangkan kejadian tersebut.
"Staf pengajar kan seharusnya dilindungi oleh kebebasan akademik, tapi kenapa diintimidasi seperti itu?" tanya Helmy, Rabu (18/7).
Helmy menambahkan, Menhan terkesan seperti kebal kritik dan tak menerima check and balance dari masyarakat. "Seperti antikritik. Bahkan dari DPR sendiri."
Terlepas dari preseden buruk yang terjadi, lanjut Helmy, terdapat persoalan yang lebih besar, yakni pemerintah mengabaikan konstitusi. Pasalnya, uang untuk membeli tank Leopard diambil dari dompet rakyat, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
"Ini mencederai reformasi di sektor keamanan secara menyeluruh," tukas Helmy.
Sumber : Media Indonesia
Rektor Unhan: Dosen Al Araf berpijak di dua kaki
Pihak rektorat Universitas Pertahanan (Unhan) angkat bicara soal kasus Al Araf, salah satu staf pengajar yang dinonaktifkan sejak 17 Juli kemarin. Menurut Rektor Unhan Letjen (Purn) TNI Syarifuddin Tipe, Al Araf dinonaktifkan karena tidak komitmen dengan janji pertamanya yang akan mengkomunikasikan lebih dulu dengan pihak universitas sebelum membuat sebuah opini tentang kebijakan di Kementerian Pertahanan (Kemhan).
"Dia out of commitment, makanya kita tegur dengan cara yang lain," kata Syarifuddin kepada merdeka.com, Kamis (19/7).
Berikut isi wawancara lengkap merdeka.com dengan Syarifuddin Tipe:
Bagaimana awal mulanya kasus Al Araf di Unhan?
Dua bulan yang lalu, yang bersangkutan pernah menulis soal Sukhoi, nah gara-gara itu saya ditelepon Menhan (Purnomo Yusgiantoro). Kata Menhan waktu itu, gimana dosen yang bernama Al Araf itu, bilangin kalau buat tulisan masalah kebijakan negara konsultasi dulu sama kita, lalu saya jawab baik pak saya sampaikan. Nah sepuluh hari setelah itu kita (pihak kampus) rapat termasuk dia. Saya sampaikan langsung di depan forum dan tanggapan dia saat itu baik dan siap komunikasikan. Artinya sebelum menulis akan berkomunikasi dengan kita dulu.
Lalu untuk kasus Al Araf yang kedua?
Beberapa waktu lalu muncul lagi tulisan dia soal tank Leopard, saya pun belum baca dan rasanya kita belum dikomunikasikan soal itu. Lalu kemarin banyak teman-teman media hubungi saya dan saya bilang kita nggak larang. Tapi sebelumnya saya cek dulu ke ketua Program Studi (kaprodi) dan memang benar dia melarang.
Alasan melarang lewat SMS pak?
Melarang yang dimaksud bukan nggak boleh nulis sama sekali. Tapi untuk memancing respon dia, karena dia itu kan berpijak di dua kaki. Di satu sisi dia ketua Imparsial, tapi di sisi lain dia juga sudah menjadi keluarga besar Pertahanan. Boleh jadi SMS itu adalah peringatan dari kaprodi dengan cara yang lain karena dia menulis lagi.
Benar karena tulisan kritis itu lantas dinonaktifkan?
Tidak juga, tapi karena dia melanggar komitmennya. Di kasus yang pertama kan dia sudah komitmen akan komunikasikan. Ini dia nggak sesuai komitmen awal.
Lalu penonaktifan itu sifatnya sudah permanen?
Nggak, orang nggak ada surat tertulis kok dari saya. Dan soal SMS itu, walaupun belum dikomunikasikan ke saya terlebih dulu, tidak masalah kaprodi SMS demikian, dengan harapan dia ingat pada janjinya pertama.
Apa penjelasan Pak kaprodi soal SMS itu?
Kata Pak kaprodi, memang saya melarang, biar saja pak biar dia bisa berkomunikasi dengan kita jangan sampai begitu. Sebenarnya ini sangat disayangkan harusnya komunikasikan ke dalam dulu dong ke dalam (internal) jangan langsung jual ke publik.
Sudah ada tanggapan Menhan soal masalah ini?
Menhan belum angkat bicara. Tapi ini pencegahan saja karena kita komit pada keputusan yang pertama itu.
Apa alasan Unhan, dosen tidak boleh mengkritik kebijakan Kemhan?
Silakan saja dia berkomentar apa pun kalau di depan kelas. Tapi kalau komentar yang sama disampaikan ke depan publik jadi beda dong. Mimbar akademik itu di depan kelas, tapi kalau dibawa ke ruang kelas itu menjadi milik bangsa dan negara dan menulis soal alutsista itu bukan ranah Unhan.
Sikap tegas kampus sebenarnya seperti apa?
Mestinya dia tahu diri masalah timbul karena tidak komit. Kita sudah cukup tolerir lindungi dia, sebab di kasus pertamanya dulu sebenarnya sudah ada senior yang bilang nggak usah diterima lagi. Tapi saya siap-siap saja, tetap saya usahakan bawa dalam forum akademik, daripada nyanyi di luar kita bina saja, dan kita pun masih positive thinking. Eh tahunya terulang lagi.
Akan ajak bicara lagi?
Ngapain, kan yang tidak komit itu dia. Ya biarin saja, meskipun prestasi dia memang cukup baik.(mdk/lia)
Marzuki beri saran kasus dosen Unhan ke PTUN saja
Dosen Universitas Pertahanan, Al Araf dinonaktifkan dari kegiatan mengajar karena mengkritik pembelian Tank Leopard lewat tulisan di surat kabar. Ketua DPR Marzuki Alie memberi saran Al Araf. Menurutnya, jika tidak terima dipecat, Al Araf bisa menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kalau merasa tidak ada yang dilanggar dan itu tidak adil, yang bersangkutan itu bisa melakukan gugatan ke PTUN," ujar Marzuki di Gedung DPR, Sabtu (20/7).
Menurut Marzuki, setiap lembaga tentu punya aturan internal. Marzuki mengaku dirinya tidak mau ikut campur.
"Saya tidak mau mengomentari soal itu, karena ada aturan di internal konstitusi tersebut," ujar Marzuki.
Sementara itu Menurut Rektor Unhan Letjen (Purn) TNI Syarifuddin Tipe, Al Araf dinonaktifkan karena tidak komitmen dengan janji pertamanya yang akan mengkomunikasikan lebih dulu dengan pihak universitas sebelum membuat sebuah opini tentang kebijakan di Kementerian Pertahanan (Kemhan). Araf sebelumnya sudah diperingati saat menulis opini soal pesawat Sukhoi di media massa.
"Dia out of commitment, makanya kita tegur dengan cara yang lain," kata Syarifuddin kepada merdeka.com, Kamis (19/7).(mdk/nur)
Pecat dosen karena mengkritik, itu melawan demokrasi
Dosen Universitas Pertahanan Al Araf dinonaktifkan karena menulis opini yang mengkritik pembelian alutsista oleh Kementerian Pertahanan. Penonaktifan dosen karena mengkritik pemerintah disebut cara-cara melawan demokrasi.
"Pelarangan memberi kuliah kepada saudara Al Araf karena yang bersangkutan telah mengkritisi kebijakan pengadaan alutsista, sangat disesalkan," kata TB Hasanudin di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, (19/7).
Menurut TB Hasanudin dengan penonaktifan dosen tersebut, artinya telah mencederai kebebasan akademis. "Unhan tidak dibiayai oleh perorangan tapi dibiayai oleh uang rakyat. Jadi siapapun tak berhak melarang seseorang karena telah mengkritisinya," tegas TB Hasanudin.
Kedua, ujar TB Hasanudin, tindakan itu sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, bagaimana mungkin seseorang bisa diberhentikan pekerjaannya karena tulisan di media. Kalau tidak setuju, dapat menulis penjelasan kepada publik melalui media pula," lanjutnya .
Politisi PDIP ini juga berharap tindakan yang terakhir. Jangan sampai demokrasi di Indonesia dibangun oleh arogansi birokrasi. "Mari kita jauhi sifat-sifat arogan yang hanya menumbuhkan antipati dan kebencian rakyat," harapnya.
Sebelumnya diberitakan, Al Araf, dosen tidak tetap di Universitas Pertahanan (Unhan), tiba-tiba saja dinonaktifkan pihak kampus. Al Araf menduga penonaktifan itu karena sebelumnya dia mengkritisi Kemhan lewat tulisan tentang pembelian tank Leopard yang dimuat di sebuah harian nasional.
Al Araf pun menceritakan pangkal cerita dirinya dipanggil pihak rektorat. Menurutnya, saat itu rektor memerintahkan dekan untuk segera menindaklanjuti dan memberikan peringatan atas tulisan itu setelah menerima telepon dari Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
"Akibat tulisan saya itu, Menhan kemudian telepon rektor dan meminta agar menyikapi soal tulisan saya. Detail pembicaraan mereka saya nggak tahu seperti apa, intinya memerintahkan dekan atau komandan Sekolah Kajian Pertahanan dan Strategi (SKPS) untuk memanggil saya pada tanggal 12 April. Lalu saya bertemu dengan dekan terkait telepon itu," bebernya.(mdk/sho)
Sumber : Merdeka
kalau kritiknya membangun hal itu tidak masalah. namun kalau kritik itu ada tendensi lain...waaah itu yang jadi masalah. karena dia itu adalah pengajar yang seharusnya netral, tidak boleh mempengaruhi murid/mahasiswanya
BalasHapusPantes aja dipecat, Imparsial emang selama ini bisanya apa selain jegal MEF, antek asing mana mau liat TNI kuat, justu gak pantas dia jadi dosen di Unhan yg dibiayai oleh Dephan..saya rasa dipecat itu udah pantas dilakukan pak Pur, buat apa melihara orang yg jelas2 beda haluan,bisa2 semua mahasiswa dipretelin Patriotismenya nanti... maju terus Pak Pur...rakyat yg cinta tanah air pasti mendukungmu!
BalasHapusUnHan seharusnya memberikan segala sesuatu yang berkaitan dengan pertahan suatu neraga, lebih tepatnya pertahanan yang ideal bukan kurang dari minimum...
BalasHapusmisalnya kita membuat benteng perthanan dari kayu, lawan menggunakan batu...
senjata kita menggunakan pistol lawan menggunakan senapan serbu...
apa yang memberikan ilmu seperti ini pantas jd dosen diUnHan???
kita lihat pada era orla dimana negara kita berwibawa dan disegani negara lain...
negara kita diinjak2 negara lain...