Berusaha Untuk Mandiri
Sadar akan kebutuhan peralatan pertahanan untuk menjaga kedaulatan,
Indonesia mulai mencoba mandiri dalam pengadaan alat pertahanan
strategis. Salah satunya adalah sistem
pertahanan rudal peluru kendali jarak menengah dan jauh. Untuk mencapai
kemandirian dalam teknologi rudal, bukanlah persoalan mudah. Karena
tidak ada negara di dunia yang akan memberikan ilmu teknologi rudal ini.
Indonesia sudah mulai mencoba membuat rudal sejak jaman 60-an, dengan berbekal bantuan dari Rusia pada era Soekarno, Indonesia sempat membuat beberapa roket jarak pendek. Sayangnya program ini tidak berlanjut di masa Soeharto. Salah satu roket yang sempat membanggakan saat itu dinamakan roket Kartika.
Setelah merasakan embargo dari negara barat, Indonesia merasakan pahitnya, merupakan masa yang suram kedua, setelah dahulu Indonesia juga pernah merasakan kesulitan suku cadang dari Uni soviet karena politik yang berbeda pada saat itu. Hampir semua alutsista TNI menjadi lumpuh, karena kesulitan suku cadang dan telah uzurnya alutsista tersebut. Semenjak embargo tersebut, Indonesia berupaya segala cara untuk mendapatkan suku cadang maupun pengganti alutsista dengan melirik peralatan blok timur kembali.
Namun terlihat sekali, setiap Indonesia ingin membeli alutsista dan memodernisasinya, selalu menjadikan pertanyaan negara barat, sedangkan negara tetangga mempunyai alutsista yang modern dan canggih termasuk kualitas dan kuantitasnya tanpa banyak dipermasalahkan. Atas pelajaran tersebut yang tidak mungkin di lupakan bangsa ini, Indonesia kedepan harus mandiri, dan tidak ketergantungan dari negara lain.
Kembali menuju kemandirian untuk membuat rudal bukanlah mudah, perlu riset dan dana yang tidak bisa dibilang murah untuk pengembangannya, dan yang utama dari rudal adalah alat pengendali roket tersebut. Sampai sekarang Indonesia masih bermasalah dengan pengendali roket, sehingga mengajak China untuk membantu dengan join pembuatan rudal C-705 yang akan menjadi cikal bakal rudal nasional, karena akan di produksi di Indonesia dengan lisensi.
Dengan kerjasama tersebut, Indonesia tentunya beruntung, karena dapat belajar ilmu yang sangat berguna untuk membuat rudal sendiri ke depan, tentunya dengan riset dan pengembangan yang akan memakan waktu dan biaya.
Indonesia sudah mulai mencoba membuat rudal sejak jaman 60-an, dengan berbekal bantuan dari Rusia pada era Soekarno, Indonesia sempat membuat beberapa roket jarak pendek. Sayangnya program ini tidak berlanjut di masa Soeharto. Salah satu roket yang sempat membanggakan saat itu dinamakan roket Kartika.
Setelah merasakan embargo dari negara barat, Indonesia merasakan pahitnya, merupakan masa yang suram kedua, setelah dahulu Indonesia juga pernah merasakan kesulitan suku cadang dari Uni soviet karena politik yang berbeda pada saat itu. Hampir semua alutsista TNI menjadi lumpuh, karena kesulitan suku cadang dan telah uzurnya alutsista tersebut. Semenjak embargo tersebut, Indonesia berupaya segala cara untuk mendapatkan suku cadang maupun pengganti alutsista dengan melirik peralatan blok timur kembali.
Namun terlihat sekali, setiap Indonesia ingin membeli alutsista dan memodernisasinya, selalu menjadikan pertanyaan negara barat, sedangkan negara tetangga mempunyai alutsista yang modern dan canggih termasuk kualitas dan kuantitasnya tanpa banyak dipermasalahkan. Atas pelajaran tersebut yang tidak mungkin di lupakan bangsa ini, Indonesia kedepan harus mandiri, dan tidak ketergantungan dari negara lain.
Kembali menuju kemandirian untuk membuat rudal bukanlah mudah, perlu riset dan dana yang tidak bisa dibilang murah untuk pengembangannya, dan yang utama dari rudal adalah alat pengendali roket tersebut. Sampai sekarang Indonesia masih bermasalah dengan pengendali roket, sehingga mengajak China untuk membantu dengan join pembuatan rudal C-705 yang akan menjadi cikal bakal rudal nasional, karena akan di produksi di Indonesia dengan lisensi.
Dengan kerjasama tersebut, Indonesia tentunya beruntung, karena dapat belajar ilmu yang sangat berguna untuk membuat rudal sendiri ke depan, tentunya dengan riset dan pengembangan yang akan memakan waktu dan biaya.
RX 550 LAPAN
Roket RX 550 LAPAN berkemampuan jarak 500 km |
Untuk itu, LAPAN bekerjasama dengan pabrik baja Krakatau Steel, membuat diameter roket lebih besar dari RX 420. Krakatau Steel berhasil mengerjakannya dan terciptalah roket RX 550 (kaliber 550mm).
RX 550 merupakan komponen tingkat pertama dan kedua dari Roket Pengorbit Satelit yang memiliki panjang 8-10 meter. Saat ini roket RX 550 terus menjalani tahap revisi desain. Lapan menargetkan, RX 550 mampu meluncur hingga 500 km dan rampung pada akhir tahun 2012.
Selain menggarap RX 550, LAPAN dan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) lainnya juga sedang merancang roket kendali yang mandiri. Salah satunya diberi nama Roket Kendali Nasional atau RKN 200.
RKN 200 akan menjadi roket tingkat empat yang berfungsi sebagai roket pengorbit satelit. RKN 200 sedang dirancang untuk memiliki tujuh kali kecepatan suara atau 7 Mach.(Jkgr)
LAPAN akan Uji Statik Roket RX-550
Uji Statis RX 550 |
Uji Statik roket RX-550 ini akan dilaksanakan akhir Januari setelah menjalani uji struktur.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Adi Sadewo Salatun di Jakarta, Senin (3/1), menjelaskan, pembuatan RX-550 ini melibatkan PT Krakatau Steel dalam tahap rekayasa. Keterlibatan industri strategis ini dalam pencetakan moncong roket atau nozzle.
Sementara itu, fabrikasi propelan dari material padat ini dilakukan bertahap, yaitu dengan mempertimbangkan ukurannya yang relatif besar, keterbatasan fasilitas yang dimiliki Lapan, dan keamanan proses.
Sutrisno, Kepala Bidang Propelan LAPAN, mengatakan, pembuatan propelan yang terdiri dari delapan bagian ini dimulai September 2010. Setiap bagian atau segmen itu kemudian disatukan menjadi bentuk yang utuh.
Pemeriksaan struktur roket RX-550 yang dipamerkan dalam Indo Defence di Jakarta, November lalu, menurut Adi, dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional yang memiliki fasilitas non destructive test (NDT). Pengetesan ini untuk memeriksa hasil pengelasan pada sambungan setiap segmen dan kemungkinan adanya keretakan pada struktur.
Rencana uji statik RX-550 pada akhir Januari 2011 ini, menurut Deputi Teknologi Dirgantara Lapan Soewarto Hardhienata, mundur dari jadwal semula, pertengahan Desember lalu. "Pengunduran ini menyesuaikan pergeseran pelaksanaan NDT menggunakan sinar X. Kalau uji sinar X hasilnya baik, baru dilakukan uji statik," ujar Soewarto.
Di Kabupaten Garut
Persiapan peluncuran roket RX-420. (Foto: Lapan) |
Jika uji statik ini berhasil, tahap selanjutnya adalah mempersiapkan RX-550 untuk uji terbang. Sebelum itu, data uji statik akan dimasukkan dalam simulasi komputer untuk melihat sistem aerodinamika roket. "Dalam simulasi, roket harus mampu masuk ke orbit pada ketinggian 200 kilometer," ungkap Adi.
Sistem simulasi komputer ini akan dilaksanakan bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia yang memiliki fasilitas tersebut.
Apabila pengujian ini tidak menunjukkan hasil yang memadai, diameter roket harus ditingkatkan. Selain itu juga perlu dilakukan peremajaan sistem pencampur propelan atau mixer untuk dapat membuat bahan bakar roket yang dapat meluncur hingga ketinggian di atas 230 kilometer. Dalam mempersiapkan peluncuran roket ini, LAPAN juga akan bekerja sama dengan PT Pindad. (YUN/Kompas)
2014, LAPAN Orbitkan Empat Satelit
Jakarta — Salah satu sasaran utama kinerja Lapan pada 2011 ialah peluncuran satelit Twinsat (Lapan-A2 dan Lapan-Orari) untuk mitigasi bencana. Pengembangan satelit terus berlanjut, hingga pada 2014, Lapan akan memiliki empat satelit buatan sendiri meskipun dalam skala kecil. Selama ini, 10 satelit milik Indonesia masih buatan luar negeri.
Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala Lapan Dr. Adi Sadewo Salatun, M. Sc. saat rapat kerja Menteri Riset dan Teknologi serta jajaran Kepala Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) dengan Komisi VII DPR RI di Ruang Rapat Komisi VII, Gedung Nusantara Lantai I, Senin (17/1).
Selain pengembangan satelit, Lapan juga bersiap melakukan studi kelayakan sarana dan prasarana stasiun peluncuran di Pulau Enggano, menguji statik roket RX-550, serta membahas RUU Keantariksaan dengan DPR. Roket RX-550 saat ini sedang dalam proses pengujian bekerjasama dengan BATAN dan dijadwalkan selesai paling lambat Maret 2011. “Jika semuanya telah siap, maka peluncuran RX-550 merupakan peluncuran roket paling besar sampai saat ini,” ujar Adi.
Dalam rapat tersebut, Kepala Lapan menyampaikan realisasi program utama Lapan 2010. Untuk bidang roket, telah dilakukan integrasi dan pengujian subsistem satelit mikro Lapan-A2 dan Lapan-Orari. Di bidang roket, Lapan mengembangan kemampuan roket nasional untuk keperluan riset ilmiah.
Kemudian, di bidang penginderaan jauh (inderaja), Lapan mengembangkan model pemanfaatan data satelit inderaja untuk pengembangan wilayah, pemantauan dan inventarisasi sumber daya alam dan lingkungan, serta operasi pelayanan informasi mitigasi bencana (Simba).
Sementara itu di bidang sains antariksa dan atmosfer, Lapan menyuplai model atau data akurat tentang cuaca antariksa, prosedur standar peringatan dini dan mitigasi cuaca antariksa, serta layanan informasi pemanfaatan sains atmosfer. Selain itu, Lapan mendukung penguatan kelembagaan iptek dan regulasi kebijakan pengembangan kedirgantaraan nasional (harmonisasi RUU Keantariksaan).(Humas LAPAN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.