Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan kehadiran tentara yang kuat dan modern untuk bisa menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia. Untuk bisa membentuk tentara yang kuat, diperlukan alat utama sistem senjata (alutsista) yang modern.
"Kedaulatan adalah harga mati. NKRI tidak bisa kita kompromikan. Maka, Indonesia perlu tentara kuat dan modern," kata Presiden Yudhoyono pada acara peresmian Monumen Perjuangan Mempertahankan NKRI di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Senin (22/7).
Presiden Yudhoyono menuturkan selama lima tahun ini, Indonesia terus memodernisasi alutsista agar tentara menjadi lebih kuat dan modern dalam menjalankan tugas. Hal itu bisa dilakukan karena perekonomian yang baik sehingga Indonesia bisa mengalokasikan anggaran lebih untuk belanja alutsista.
Kepala Negara memberikan contoh mengenai korelasi antara perang dan politik. Keputusan untuk perang adalah keputusan politik, sementara berperang adalah misi dari angkatan bersenjata. "Oleh karena itu, apa pun pertimbangan politik yang melatarbelakangi dan mendorong terjadinya peperangan, prajurit tak boleh disalahkan. Para prajurit yang bertugas tidak terlibat dalam kejahatan perang yang diatur dalam dunia internasional dan nasional," kata dia.
Hormati Pahlawan
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Negara meminta semua pihak bisa menghormati serta mengingat jasa-jasa para pahlawan yang ikut membantu dalam kemerdekaan Indonesia. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pahlawan, pejuang, dan pendahulunya. Sedangkan bangsa yang cerdas adalah bangsa yang bisa memetik pelajaran dari apa yang dialami di masa lalu untuk jadi pelajaran di masa depan," ujar Kepala Negara.
Presiden Yudhoyono lalu mengaitkan pembangunan monumen tersebut dengan apa yang dilakukan Indonesia sebagai bangsa yang cerdas karena mengambil pelajaran dari masa lalunya. "Dibangunnya monumen ini adalah bagian dari upaya bersama agar bangsa kita bisa jadi bangsa yang besar dan cerdas," tutur Presiden.
Selain upaya menghargai jasa para pahlawan, lanjut Presiden, pembangunan monumen merupakan cara agar generasi muda Indonesia dapat benar-benar mengerti sejarah bangsanya dan perjuangan mempertahankan negaranya. "Kita bisa bikin buku, film dokumentasi, atau apa pun yang mengarah ke tujuan itu," lanjut Presiden.
Presiden Yudhoyono berharap dibangunnya monumen perjuangan yang berada di Mabes TNI, mulai dari Monumen Seroja, Trikora, Dwikora, hingga Monumen Perjuangan Mempertahankan NKRI, bisa djadikan pelajaran dan pendidikan bagi para prajurit dan rakyat yang mengunjunginya nanti.
"Kita harap rakyat dapat diundang berkunjung ke tempat ini. Jajaran TNI dan Polri bisa ajak para siswa di jajajaran masing-masing untuk berkunjung, dan itu menjadi bagian dari studi mereka," harap Presiden.
Monumen tersebut dibangun di atas tanah seluas 6.000 meter perrsegi dengan luas bangunan 4.680 meter persegi dengan terdiri dua bagian, yaitu foot step Monumen Sudirman dan dinding relief. Foot step Monumen Sudirman berada di tengah-tengah Monumen Perjuangan Mempertahankan NKRI merupakan gambaran perjuangan Panglima Besar Sudirman dalam rangka mempertahankan kemerdekaan RI dari ancaman penjajah yang divisualisasikan dalam bentuk relief berjumlah tujuh.
Dinding relief yang berbentuk setengah lingkaran dan berjumlah 21 relief merupakan cerita atau gambaran perjuangan bangsa Indonesia. Cerita tersebut, mulai dari Proklamasi Kemerdekaan RI 1945 hingga perjuangan bersenjata TNI dalam rangka mempertahankan kemerdekaan dari ancaman, baik yang datang dari dalam maupun luar negeri sampai akhirnya kemerdekaan RI diakui dunia internasional.
"Kedaulatan adalah harga mati. NKRI tidak bisa kita kompromikan. Maka, Indonesia perlu tentara kuat dan modern," kata Presiden Yudhoyono pada acara peresmian Monumen Perjuangan Mempertahankan NKRI di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Senin (22/7).
Presiden Yudhoyono menuturkan selama lima tahun ini, Indonesia terus memodernisasi alutsista agar tentara menjadi lebih kuat dan modern dalam menjalankan tugas. Hal itu bisa dilakukan karena perekonomian yang baik sehingga Indonesia bisa mengalokasikan anggaran lebih untuk belanja alutsista.
Kepala Negara memberikan contoh mengenai korelasi antara perang dan politik. Keputusan untuk perang adalah keputusan politik, sementara berperang adalah misi dari angkatan bersenjata. "Oleh karena itu, apa pun pertimbangan politik yang melatarbelakangi dan mendorong terjadinya peperangan, prajurit tak boleh disalahkan. Para prajurit yang bertugas tidak terlibat dalam kejahatan perang yang diatur dalam dunia internasional dan nasional," kata dia.
Hormati Pahlawan
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Negara meminta semua pihak bisa menghormati serta mengingat jasa-jasa para pahlawan yang ikut membantu dalam kemerdekaan Indonesia. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pahlawan, pejuang, dan pendahulunya. Sedangkan bangsa yang cerdas adalah bangsa yang bisa memetik pelajaran dari apa yang dialami di masa lalu untuk jadi pelajaran di masa depan," ujar Kepala Negara.
Presiden Yudhoyono lalu mengaitkan pembangunan monumen tersebut dengan apa yang dilakukan Indonesia sebagai bangsa yang cerdas karena mengambil pelajaran dari masa lalunya. "Dibangunnya monumen ini adalah bagian dari upaya bersama agar bangsa kita bisa jadi bangsa yang besar dan cerdas," tutur Presiden.
Selain upaya menghargai jasa para pahlawan, lanjut Presiden, pembangunan monumen merupakan cara agar generasi muda Indonesia dapat benar-benar mengerti sejarah bangsanya dan perjuangan mempertahankan negaranya. "Kita bisa bikin buku, film dokumentasi, atau apa pun yang mengarah ke tujuan itu," lanjut Presiden.
Presiden Yudhoyono berharap dibangunnya monumen perjuangan yang berada di Mabes TNI, mulai dari Monumen Seroja, Trikora, Dwikora, hingga Monumen Perjuangan Mempertahankan NKRI, bisa djadikan pelajaran dan pendidikan bagi para prajurit dan rakyat yang mengunjunginya nanti.
"Kita harap rakyat dapat diundang berkunjung ke tempat ini. Jajaran TNI dan Polri bisa ajak para siswa di jajajaran masing-masing untuk berkunjung, dan itu menjadi bagian dari studi mereka," harap Presiden.
Monumen tersebut dibangun di atas tanah seluas 6.000 meter perrsegi dengan luas bangunan 4.680 meter persegi dengan terdiri dua bagian, yaitu foot step Monumen Sudirman dan dinding relief. Foot step Monumen Sudirman berada di tengah-tengah Monumen Perjuangan Mempertahankan NKRI merupakan gambaran perjuangan Panglima Besar Sudirman dalam rangka mempertahankan kemerdekaan RI dari ancaman penjajah yang divisualisasikan dalam bentuk relief berjumlah tujuh.
Dinding relief yang berbentuk setengah lingkaran dan berjumlah 21 relief merupakan cerita atau gambaran perjuangan bangsa Indonesia. Cerita tersebut, mulai dari Proklamasi Kemerdekaan RI 1945 hingga perjuangan bersenjata TNI dalam rangka mempertahankan kemerdekaan dari ancaman, baik yang datang dari dalam maupun luar negeri sampai akhirnya kemerdekaan RI diakui dunia internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.