Doktrin poros maritim yang menjadi konsep pemerintahan Jokowi-JK menghendaki kabinetnya harus bervisi maritim. Tidak terkecuali Kementerian Pertahanan yang harus dipimpin seorang yang mengerti visi kemaritiman.
Mengingat pertahanan, khususnya laut, merupakan salah satu unsur membangun Indonesia menjadi poros maritim dunia maka penguatan armada militer menjadi prioritas Kementerian Pertahanan ke depan.
“Kementerian Pertahanan ke depan harus memiliki visi maritim yang jelas agar dapat menjalankan makna poros maritim dengan baik,” ujar Wakil Ketua Forum Kajian Pertahanan dan Maritim (FKPM), Laksda (Purn) Budiman Djoko Said di kantornya, Rabu (27/8).
Seorang menteri yang bervisi maritim akan terlihat dengan jelas saat ia menyusun perencanaan pertahanan, terkait alutsista lautnya.
Lebih lanjut, Budiman menjelaskan rancangan dan perencanaan format Kementerian Pertahanan serta pola hubungannya dengan lembaga-lembaga lain seperti TNI dan Polri juga menjadi syarat utama seseorang dapat menjadi Menteri Pertahanan.
Menurutnya, pola perencanaan yang terjadi saat ini belum mampu menjadikan pertahanan Indonesia baik.
“Adanya kebijakan MEF (Minimum Essential Force—red) menjadi bukti jika Kementerian Pertahanan saat ini tidak dapat memenuhi kebutuhan pertahanan. Rencananya, dalam sepuluh tahun kita tidak ada perang. Lho? Kok perang direncanakan? Bisa saja besok tahu-tahu kita berperang,” ucapnya.
Dinilai olehnya bahwa kebijakan MEF kurang tepat dilaksanakan apalagi untuk diteruskan pada periode pemerintahan ke depan.
“Dengan menetapkan kebijakan MEF, itu hanya habis untuk pengeluaran rutin tahunan, di antaranya belanja pegawai, maintenance alutsista, dan sebagainya. Sementara untuk penambahan alutsista baru hanya sedikit, itu pun yang murah harganya,” kritik Budiman.
Senada Budiman, Ketua PPAL, Laksamana (Purn) Achmad Sutjipto menambahkan mengenai pentingnya visi pertahanan baru bagi Kementerian Pertahanan ke depan.
“Visi pertahanan baru ini harus memperhatikan Lebensraum (ruang hidup—red) di mana kita berada. Sudah pasti karena kita duapertiganya lautan maka harus berorientasi pada kemaritiman. Kemudian mengacu pada wawasan perjuangan dan tujuan nasional kita yang tertuang dalam konstitusi,” ujar Tjipto.
Tjipto menghendaki TNI AL menjadi angkatan laut berkelas dunia sebagaimana yang telah dikonsepkan KSAL Laksamana TNI Marsetio.
“Ke depan, TNI AL harus menjadi TNI AL berkelas dunia atau World Class Navy seperti yang digagas oleh KSAL. Dan itu harus didukung oleh Kementerian Pertahanan ke depan apalagi sekarang lagi masanya Poros Maritim. Saya yakin pasti pak Jokowi mengerti itu,” tegasnya.
Orientasi Jati Diri
Visi kemaritiman sebagai rancangan kebijakan pertahanan ke depan sudah tidak diragukan dan diperdebatkan lagi oleh sejumlah kalangan. Seluruhnya setuju menjadikan maritim sebagai konsep dasar pertahanan Indonesia.
Pengamat pertahanan dari Lembaga Kajian Pertahanan Laskar 45, Indra Guru Roosmono, menyambut baik konsep tersebut. Hanya saja tidak meninggalkan dasar jatidiri yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 45 yang asli.
“Visi kemaritiman sebagai visi pertahanan baru pada kabinet Jokowi-JK sangat baik sekali, namun akan percuma nantinya jika tidak dilandasi oleh jatidiri kita, yaitu Pancasila. Jadi ada baiknya kalau Pak Jokowi nantinya melakukan Dekrit terlebih dahulu agar realisasi programnya dapat berjalan dengan baik, termasuk dalam hal pertahanan yang lebih memprioritaskan kepada maritim,” tutur Indra.
Mengingat pertahanan, khususnya laut, merupakan salah satu unsur membangun Indonesia menjadi poros maritim dunia maka penguatan armada militer menjadi prioritas Kementerian Pertahanan ke depan.
“Kementerian Pertahanan ke depan harus memiliki visi maritim yang jelas agar dapat menjalankan makna poros maritim dengan baik,” ujar Wakil Ketua Forum Kajian Pertahanan dan Maritim (FKPM), Laksda (Purn) Budiman Djoko Said di kantornya, Rabu (27/8).
Seorang menteri yang bervisi maritim akan terlihat dengan jelas saat ia menyusun perencanaan pertahanan, terkait alutsista lautnya.
Lebih lanjut, Budiman menjelaskan rancangan dan perencanaan format Kementerian Pertahanan serta pola hubungannya dengan lembaga-lembaga lain seperti TNI dan Polri juga menjadi syarat utama seseorang dapat menjadi Menteri Pertahanan.
Menurutnya, pola perencanaan yang terjadi saat ini belum mampu menjadikan pertahanan Indonesia baik.
“Adanya kebijakan MEF (Minimum Essential Force—red) menjadi bukti jika Kementerian Pertahanan saat ini tidak dapat memenuhi kebutuhan pertahanan. Rencananya, dalam sepuluh tahun kita tidak ada perang. Lho? Kok perang direncanakan? Bisa saja besok tahu-tahu kita berperang,” ucapnya.
Dinilai olehnya bahwa kebijakan MEF kurang tepat dilaksanakan apalagi untuk diteruskan pada periode pemerintahan ke depan.
“Dengan menetapkan kebijakan MEF, itu hanya habis untuk pengeluaran rutin tahunan, di antaranya belanja pegawai, maintenance alutsista, dan sebagainya. Sementara untuk penambahan alutsista baru hanya sedikit, itu pun yang murah harganya,” kritik Budiman.
Senada Budiman, Ketua PPAL, Laksamana (Purn) Achmad Sutjipto menambahkan mengenai pentingnya visi pertahanan baru bagi Kementerian Pertahanan ke depan.
“Visi pertahanan baru ini harus memperhatikan Lebensraum (ruang hidup—red) di mana kita berada. Sudah pasti karena kita duapertiganya lautan maka harus berorientasi pada kemaritiman. Kemudian mengacu pada wawasan perjuangan dan tujuan nasional kita yang tertuang dalam konstitusi,” ujar Tjipto.
Tjipto menghendaki TNI AL menjadi angkatan laut berkelas dunia sebagaimana yang telah dikonsepkan KSAL Laksamana TNI Marsetio.
“Ke depan, TNI AL harus menjadi TNI AL berkelas dunia atau World Class Navy seperti yang digagas oleh KSAL. Dan itu harus didukung oleh Kementerian Pertahanan ke depan apalagi sekarang lagi masanya Poros Maritim. Saya yakin pasti pak Jokowi mengerti itu,” tegasnya.
Orientasi Jati Diri
Visi kemaritiman sebagai rancangan kebijakan pertahanan ke depan sudah tidak diragukan dan diperdebatkan lagi oleh sejumlah kalangan. Seluruhnya setuju menjadikan maritim sebagai konsep dasar pertahanan Indonesia.
Pengamat pertahanan dari Lembaga Kajian Pertahanan Laskar 45, Indra Guru Roosmono, menyambut baik konsep tersebut. Hanya saja tidak meninggalkan dasar jatidiri yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 45 yang asli.
“Visi kemaritiman sebagai visi pertahanan baru pada kabinet Jokowi-JK sangat baik sekali, namun akan percuma nantinya jika tidak dilandasi oleh jatidiri kita, yaitu Pancasila. Jadi ada baiknya kalau Pak Jokowi nantinya melakukan Dekrit terlebih dahulu agar realisasi programnya dapat berjalan dengan baik, termasuk dalam hal pertahanan yang lebih memprioritaskan kepada maritim,” tutur Indra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.