REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Rencana pembelian proyek alutsista Kapal PKR 10514 TNI AL
senilai 220 juta dolar AS (sekitar Rp 2,2 triliun) menuai polemik.
Dugaan adanya pemaksaan dari pemerintah kepada TNI AL dalam pembelian
kapal perang milik Belanda tersebut, menimbulkan desakan agar Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidikinya.
"Kami menemukan fakta, dalam surat tanggal 4 Mei 2012 kepada Panglima TNI, Kepala Staf TNI AL Laksamana Soeparmo tersirat adanya 'penolakan' terhadap rencana pembelian kapal Belanda itu," ungkap Deklarator Komite Pengawas KPK Neta S Pane, Senin (25/6).
Kepala Presidium Indonesia Police Watch (IPW) ini juga menyodorkan bukti jika KSAL memberikan perbandingan Kapal Perusak Kawal Rudal (PKR) milik Italia yang harganya sama. Tapi peralatan tempurnya lebih komplit. Sedangkan kapal milik Belanda tidak dilengkapi peluncur rudal sasaran udara maupun laut. Selain itu tidak dilengkapi torpedo anti kapal selam dan hanya dilengkapi meriam 76 mm. Sehingga untuk melengkapi kapal PKR itu, TNI AL hrs mengeluarkan dana lagi sebesar Rp 750 miliar.
"Padahal jika membeli dari Italia, kapal tersebut sudah lengkap dan tidak perlu mengeluarkan dana tambahan lagi," papar Neta.
Tragisnya, lanjut Neta, sejak 2009, pabrik kapal Belanda itu tak berproduksi. Kapal perang yang mereka bikin adalah kapal standar sipil dengan sistem radar kapal sipil. Untuk itu, KPK didesak segera turun tangan agar tidak terjadi korupsi dalam proyek ini. Apalagi beredar kabar adanya pihak-pihak tertentu yang melobi DPR agar menggolkan proyek ini.
"Kami mempertanyakan, kenapa akhir-akhir ini pembelian alutsista TNI sangat gencar dilakukan, dengan sasaran yang kurang tepat, apakah ini ada kaitannya dengan 'pengumpulan' dana Pemilu. Jika itu yang terjadi sama artinya mengorbankan alutsista TNI demi kepentingan tertentu," urai Neta.
Untuk itu, masih kata Neta, KPK harus mengusut dugaan ini demi menyelamatkan alutsista TNI agar segera tercipta TNI yang kuat dan tangguh.(Republika)
"Kami menemukan fakta, dalam surat tanggal 4 Mei 2012 kepada Panglima TNI, Kepala Staf TNI AL Laksamana Soeparmo tersirat adanya 'penolakan' terhadap rencana pembelian kapal Belanda itu," ungkap Deklarator Komite Pengawas KPK Neta S Pane, Senin (25/6).
Kepala Presidium Indonesia Police Watch (IPW) ini juga menyodorkan bukti jika KSAL memberikan perbandingan Kapal Perusak Kawal Rudal (PKR) milik Italia yang harganya sama. Tapi peralatan tempurnya lebih komplit. Sedangkan kapal milik Belanda tidak dilengkapi peluncur rudal sasaran udara maupun laut. Selain itu tidak dilengkapi torpedo anti kapal selam dan hanya dilengkapi meriam 76 mm. Sehingga untuk melengkapi kapal PKR itu, TNI AL hrs mengeluarkan dana lagi sebesar Rp 750 miliar.
"Padahal jika membeli dari Italia, kapal tersebut sudah lengkap dan tidak perlu mengeluarkan dana tambahan lagi," papar Neta.
Tragisnya, lanjut Neta, sejak 2009, pabrik kapal Belanda itu tak berproduksi. Kapal perang yang mereka bikin adalah kapal standar sipil dengan sistem radar kapal sipil. Untuk itu, KPK didesak segera turun tangan agar tidak terjadi korupsi dalam proyek ini. Apalagi beredar kabar adanya pihak-pihak tertentu yang melobi DPR agar menggolkan proyek ini.
"Kami mempertanyakan, kenapa akhir-akhir ini pembelian alutsista TNI sangat gencar dilakukan, dengan sasaran yang kurang tepat, apakah ini ada kaitannya dengan 'pengumpulan' dana Pemilu. Jika itu yang terjadi sama artinya mengorbankan alutsista TNI demi kepentingan tertentu," urai Neta.
Untuk itu, masih kata Neta, KPK harus mengusut dugaan ini demi menyelamatkan alutsista TNI agar segera tercipta TNI yang kuat dan tangguh.(Republika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.