Seorang TNI AL berjaga saat ditenggelamkannya Kapal Ikan berbendera Vietnam di Perairan Tarempa, Anambas, Kepulauan Riau, 5 Desember 2014. Penenggelaman kapal ini sesuai dengan instruksi Presiden, Jokowi untuk menindak tegas kapal ikan asing yang mencuri ikan di Indonesia. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Presiden Joko Widodo dituntut tegas dalam menindak aparat yang kinerjanya tak optimal. Bekas Menteri Kelautan dan Perikanan, Laksamana Madya Freddy Numberi, menyarankan penggantian pejabat bila memang diperlukan. "Seperti yang saya lakukan, tidak menangkap kapal, ya diganti saja," kata purnawirawan bintang dua TNI Angkatan Laut itu kepada Tempo, Senin 22 Desember 2014.
Sebanyak 35 kapal asing pencuri ikan selama sepekan terakhir menjadi sorotan lantaran beraktivitas bebas di perairan Indonesia. Keberadaan kapal yang terbagi dalam dua kelompok itu terdeteksi oleh radar Kementerian Kelautan dan Perikanan. Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti awalnya menyebut ada 22 kapal Taiwan dan Cina di perairan Papua. Tak berapa lama kemudian, Susi menambahkan ada 13 kapal lain di perairan Arafuru.
Susi kemudian melaporkan dan meminta Presiden Jokowi memerintahkan TNI Angkatan Laut untuk menangkapi kapal-kapal tersebut. Tapi semua kapal yang terdeteksi mencuri ikan urung ditangkap, sehingga mereka kabur meninggalkan perairan Indonesia.
Menurut Panglima TNI Jenderal Moeldoko, menangkap kapal asing tidaklah mudah. "Pencuri ikan memanfaatkan luasnya wilayah laut," kata dia di Markas Besar TNI di Cilangkap, Jakarta Timur. Moeldoko menambahkan, kapal patroli sudah disebar ke sejumlah titik strategis. Jumlah kapal asing yang jauh banyak dibanding kapal patroli, kata Moeldoko, menjadikan petugas seperti bermain kucing-kucingan. "Kapal asing sama-sama punya radar, bahkan lebih canggih. Kapal itu lebih cepat dari kapal patroli."
Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Marsetio, menceritakan bagaimana upayanya mengejar kapal pencuri ikan di perairan Arafuru, yang diungkapkan Menteri Susi. Laporan itu datang dari pesawat intai TNI Angkatan Udara. Untuk mengerahkan kapal perang jenis Frigate dari Ambon, Maluku, membutuhkan waktu 2-3 hari sampai ke lokasi. "Itu kapal besar. Kalau kapal kecil lebih lama lagi,” kata Marsetio. “Ketika kami sampai di lokasi, mereka sudah kabur."
Freddy mengakui banyaknya kendala ketika hendak menangkap kapal asing yang mencuri ikan. “Pada zaman saya, ada praktek kongkalikong antara aparat dan nakhoda kapal ilegal,” Freddy menuturkan. Ia pernah memergoki nakhodanya yang kongkalikong. Suatu hari, kata Freddy, nakhodanya tak menangkap kapal selama sebulan. Ketika diganti, nakhoda lain berhasil menangkap kapal asing yang mencuri ikan.
"Tidak menangkap kapal sama sekali jelas aneh. Karena itu, langsung saya pindahkan nakhoda itu ke darat," ujar Freddy sembari menambahkan bahwa stok bahan bakar kapal patroli kerap menjadi kendala.
Soal koordinasi, kata Freddy, TNI Angkatan laut dan aparat lain semestinya langsung menindaklanjuti instruksi dari panglima tertinggi, yaitu Presiden. "Koordinasi ke bawah, ke kementerian, dan TNI AL tak perlu. Tinggal bagi wilayah patroli saja," kata dia.
Presiden Joko Widodo dituntut tegas dalam menindak aparat yang kinerjanya tak optimal. Bekas Menteri Kelautan dan Perikanan, Laksamana Madya Freddy Numberi, menyarankan penggantian pejabat bila memang diperlukan. "Seperti yang saya lakukan, tidak menangkap kapal, ya diganti saja," kata purnawirawan bintang dua TNI Angkatan Laut itu kepada Tempo, Senin 22 Desember 2014.
Sebanyak 35 kapal asing pencuri ikan selama sepekan terakhir menjadi sorotan lantaran beraktivitas bebas di perairan Indonesia. Keberadaan kapal yang terbagi dalam dua kelompok itu terdeteksi oleh radar Kementerian Kelautan dan Perikanan. Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti awalnya menyebut ada 22 kapal Taiwan dan Cina di perairan Papua. Tak berapa lama kemudian, Susi menambahkan ada 13 kapal lain di perairan Arafuru.
Susi kemudian melaporkan dan meminta Presiden Jokowi memerintahkan TNI Angkatan Laut untuk menangkapi kapal-kapal tersebut. Tapi semua kapal yang terdeteksi mencuri ikan urung ditangkap, sehingga mereka kabur meninggalkan perairan Indonesia.
Menurut Panglima TNI Jenderal Moeldoko, menangkap kapal asing tidaklah mudah. "Pencuri ikan memanfaatkan luasnya wilayah laut," kata dia di Markas Besar TNI di Cilangkap, Jakarta Timur. Moeldoko menambahkan, kapal patroli sudah disebar ke sejumlah titik strategis. Jumlah kapal asing yang jauh banyak dibanding kapal patroli, kata Moeldoko, menjadikan petugas seperti bermain kucing-kucingan. "Kapal asing sama-sama punya radar, bahkan lebih canggih. Kapal itu lebih cepat dari kapal patroli."
Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Marsetio, menceritakan bagaimana upayanya mengejar kapal pencuri ikan di perairan Arafuru, yang diungkapkan Menteri Susi. Laporan itu datang dari pesawat intai TNI Angkatan Udara. Untuk mengerahkan kapal perang jenis Frigate dari Ambon, Maluku, membutuhkan waktu 2-3 hari sampai ke lokasi. "Itu kapal besar. Kalau kapal kecil lebih lama lagi,” kata Marsetio. “Ketika kami sampai di lokasi, mereka sudah kabur."
Freddy mengakui banyaknya kendala ketika hendak menangkap kapal asing yang mencuri ikan. “Pada zaman saya, ada praktek kongkalikong antara aparat dan nakhoda kapal ilegal,” Freddy menuturkan. Ia pernah memergoki nakhodanya yang kongkalikong. Suatu hari, kata Freddy, nakhodanya tak menangkap kapal selama sebulan. Ketika diganti, nakhoda lain berhasil menangkap kapal asing yang mencuri ikan.
"Tidak menangkap kapal sama sekali jelas aneh. Karena itu, langsung saya pindahkan nakhoda itu ke darat," ujar Freddy sembari menambahkan bahwa stok bahan bakar kapal patroli kerap menjadi kendala.
Soal koordinasi, kata Freddy, TNI Angkatan laut dan aparat lain semestinya langsung menindaklanjuti instruksi dari panglima tertinggi, yaitu Presiden. "Koordinasi ke bawah, ke kementerian, dan TNI AL tak perlu. Tinggal bagi wilayah patroli saja," kata dia.
★ Tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.