Berita tentang gencatan senjata tidak resmi di garis depan pertempuran
Tepat 100 tahun lalu, pertempuran di garis depan antara tentara Jerman dan Inggris dalam Perang Dunia I tiba-tiba mereda. Secara tidak resmi, mereka menerapkan gencatan senjata jelang perayaan Natal, Desember 1914.
Tentara dari setiap kubu yang bermusuhan, saling bertukar ucapan selamat. Mereka berbicara satu sama lain layaknya sahabat, berbagi rokok, makanan, hingga suvenir. Bahkan, juga terjadi pertukaran tahanan, dan pemakaman bersama.
Saat Malam Natal, 24 Desember, pertemuan di beberapa tempat berakhir dengan menyanyikan lagu-lagu Natal bersama. Mereka berfoto bersama, mengadakan pertandingan sepakbola, memperlihatkan perdamaian di antara mereka. Tentara Inggris dan Jerman main bola bersama selama gencatan senjata Natal
Tidak ada kesepakatan untuk gencatan senjata, dan di banyak titik lain pertempuran masih terjadi. Namun, peristiwa yang hanya melibatkan sebagian kecil tentara Inggris dan Jerman itu, menjadi signifikan karena makna simbolisnya.
Tentang saat-saat di mana perdamaian dan rasa kemanusiaan dapat hadir, bahkan di masa-masa paling kejam dalam sejarah manusia. Bahwa perdamaian dan kemanusiaan itu ada, karena keputusan dari individu yang terlibat.
Perang hadir dalam bentuk perintah dari pemimpin pasukan, pemimpin negara, terkait dengan kepentingan politik dan ambisi para penguasa. Kisah gencatan senjata di Malam Natal terjadi selama masa Pertempuran Aisne, di utara Prancis.
Bermula dari mundurnya pasukan Jerman ke luar dari Paris, awal September 1914, dan membangun barisan pertahanan di bukit Aisne. Pasukan Prancis dan Inggris tidak berhasil menembus posisi Jerman, hingga pertempuran berubah menjadi kebuntuan. Tidak ada kubu yang bersedia untuk mundur, dan masing-masing akhirnya membangun pagar pembatas. Pertempuran berlangsung hingga beberapa bulan, hingga pasukan Inggris ditarik mundur dari Aisne dan dikirim ke utara.
Di sebelah utara, pertempuran juga mengalami kebuntuan. Pada November, garis depan pertempuran telah membentang dari Laut Utara hingga ke Swiss, dengan kedua pihak membangun barisan pertahanan di setiap sisi.
Selama kebuntuan itu, interaksi di antara tentara sekutu dan Jerman mulai terjadi. Jelang Natal 1914, sejumlah inisiatif dilakukan oleh unit-unit militer yang bertempur. Paus Benediktus XV juga membuat seruan pada 7 Desember 1914.
Dia memohon adanya gencatan senjata, setidaknya di malam saat para malaikat bernyanyi menyambut kelahiran Kristus. Namun, permintaan Paus ditolak oleh Inggris. Di lapangan, ratusan ribu tentara menerapkan perdamaian dengan cara mereka sendiri. Pertandingan bola antara tentara Jerman dan Inggris selama gencatan senjata Natal
Ada lebih dari 100.000 tentara Inggris dan Jerman yang terlibat dalam gencatan senjata tidak resmi di sepanjang Front Barat. Gencatan senjata pertama dimulai pada Malam Natal 1914, saat pasukan Jerman menghias pagar pembatas mereka di Ypres, Belgia.
Tentara Jerman menyalakan lilin-lilin dan menghias pohon Natal. Mereka lalu melakukan perayaan dengan menyanyikan lagu-lagu Natal. Apa yang dilakukan tentara Jerman kemudian direspon oleh tentara Inggris, yang ikut menyanyikan lagu-lagu Natal.
Kedua pihak kemudian saling meneriakkan ucapan selamat Natal. Segera setelah itu, kehangatan Natal merebak di wilayah pertempuran. Para tentara saling bertukar hadiah, suvenir seperti kancing dan topi. Kedua pihak juga dapat mengumpulkan jenazah tentara yang tewas.
Mereka bahkan melakukan upacara pemakaman bersama. Pada sejumlah tempat, perdamaian memang terganggu dengan adanya tindakan curang, seperti beberapa tentara yang ditembak saat berada di wilayah musuh mereka. Tentara Inggris dan Jerman bertemu selama gencatan senjata Natal
Namun, di sebagian tempat, gencatan senjata berlangsung hingga Natal bahkan sampai Tahun Baru. Bagi sebagian orang, kisah gencatan senjata itu dipandang sebagai peristiwa unik dan jelas jauh dari persoalan politik.
Namun, bagi para perwira tinggi sekutu, gencatan senjata itu dianggap sebagai pelanggaran disiplin militer. Sejarawan Tony Asworth pada bukunya, menulis bahwa ada kasus di mana gencatan senjata berlanjut hingga ke beberapa perjanjian lain.
Di antaranya perjanjian untuk tidak saling menyerang saat waktu minum teh, makan siang, atau waktu mencuci baju. Hingga ada beberapa titik di garis depan, yang mengalami hanya sedikit pertempuran untuk waktu yang panjang. Tentara Inggris dan Jerman bertemu selama gencatan senjata Natal
Asworth menyebut, contoh paling dramatis dari hilangnya semangat bertempur adalah penolakan untuk bertempur, hingga aksi protes damai. Sebuah monumen untuk memperingati gencatan senjata Natal dibangun di Frelinghein, Prancis, pada 11 November 2008.
Pada 12 Desember 2014, sebuah acara peringatan digelar di National Memorial Arboretum di Staffordshire, oleh Pangeran William. Kemudian Komite Perdamaian Martin Luther King melakukan gerakan yang memungkinkan sekolah-sekolah dan gereja, untuk memperingati Gencatan Senjata Natal Desember 1914.
Penggagasnya mengatakan, tujuan gerakan itu adalah membantu para guru sekolah, untuk menjelaskan pada anak-anak tentang peristiwa yang terjadi pada Desember 1914, tentang pesan Natal untuk mewujudkan damai di bumi.
Disebutkan bahwa gencatan senjata yang dilakukan secara spontan, secara langsung memang bertentangan dengan perintah dari pimpinan, namun merupakan sebuah pengakuan tentang rasa kemanusiaan.
Tepat 100 tahun lalu, pertempuran di garis depan antara tentara Jerman dan Inggris dalam Perang Dunia I tiba-tiba mereda. Secara tidak resmi, mereka menerapkan gencatan senjata jelang perayaan Natal, Desember 1914.
Tentara dari setiap kubu yang bermusuhan, saling bertukar ucapan selamat. Mereka berbicara satu sama lain layaknya sahabat, berbagi rokok, makanan, hingga suvenir. Bahkan, juga terjadi pertukaran tahanan, dan pemakaman bersama.
Saat Malam Natal, 24 Desember, pertemuan di beberapa tempat berakhir dengan menyanyikan lagu-lagu Natal bersama. Mereka berfoto bersama, mengadakan pertandingan sepakbola, memperlihatkan perdamaian di antara mereka. Tentara Inggris dan Jerman main bola bersama selama gencatan senjata Natal
Tidak ada kesepakatan untuk gencatan senjata, dan di banyak titik lain pertempuran masih terjadi. Namun, peristiwa yang hanya melibatkan sebagian kecil tentara Inggris dan Jerman itu, menjadi signifikan karena makna simbolisnya.
Tentang saat-saat di mana perdamaian dan rasa kemanusiaan dapat hadir, bahkan di masa-masa paling kejam dalam sejarah manusia. Bahwa perdamaian dan kemanusiaan itu ada, karena keputusan dari individu yang terlibat.
Perang hadir dalam bentuk perintah dari pemimpin pasukan, pemimpin negara, terkait dengan kepentingan politik dan ambisi para penguasa. Kisah gencatan senjata di Malam Natal terjadi selama masa Pertempuran Aisne, di utara Prancis.
Bermula dari mundurnya pasukan Jerman ke luar dari Paris, awal September 1914, dan membangun barisan pertahanan di bukit Aisne. Pasukan Prancis dan Inggris tidak berhasil menembus posisi Jerman, hingga pertempuran berubah menjadi kebuntuan. Tidak ada kubu yang bersedia untuk mundur, dan masing-masing akhirnya membangun pagar pembatas. Pertempuran berlangsung hingga beberapa bulan, hingga pasukan Inggris ditarik mundur dari Aisne dan dikirim ke utara.
Di sebelah utara, pertempuran juga mengalami kebuntuan. Pada November, garis depan pertempuran telah membentang dari Laut Utara hingga ke Swiss, dengan kedua pihak membangun barisan pertahanan di setiap sisi.
Selama kebuntuan itu, interaksi di antara tentara sekutu dan Jerman mulai terjadi. Jelang Natal 1914, sejumlah inisiatif dilakukan oleh unit-unit militer yang bertempur. Paus Benediktus XV juga membuat seruan pada 7 Desember 1914.
Dia memohon adanya gencatan senjata, setidaknya di malam saat para malaikat bernyanyi menyambut kelahiran Kristus. Namun, permintaan Paus ditolak oleh Inggris. Di lapangan, ratusan ribu tentara menerapkan perdamaian dengan cara mereka sendiri. Pertandingan bola antara tentara Jerman dan Inggris selama gencatan senjata Natal
Ada lebih dari 100.000 tentara Inggris dan Jerman yang terlibat dalam gencatan senjata tidak resmi di sepanjang Front Barat. Gencatan senjata pertama dimulai pada Malam Natal 1914, saat pasukan Jerman menghias pagar pembatas mereka di Ypres, Belgia.
Tentara Jerman menyalakan lilin-lilin dan menghias pohon Natal. Mereka lalu melakukan perayaan dengan menyanyikan lagu-lagu Natal. Apa yang dilakukan tentara Jerman kemudian direspon oleh tentara Inggris, yang ikut menyanyikan lagu-lagu Natal.
Kedua pihak kemudian saling meneriakkan ucapan selamat Natal. Segera setelah itu, kehangatan Natal merebak di wilayah pertempuran. Para tentara saling bertukar hadiah, suvenir seperti kancing dan topi. Kedua pihak juga dapat mengumpulkan jenazah tentara yang tewas.
Mereka bahkan melakukan upacara pemakaman bersama. Pada sejumlah tempat, perdamaian memang terganggu dengan adanya tindakan curang, seperti beberapa tentara yang ditembak saat berada di wilayah musuh mereka. Tentara Inggris dan Jerman bertemu selama gencatan senjata Natal
Namun, di sebagian tempat, gencatan senjata berlangsung hingga Natal bahkan sampai Tahun Baru. Bagi sebagian orang, kisah gencatan senjata itu dipandang sebagai peristiwa unik dan jelas jauh dari persoalan politik.
Namun, bagi para perwira tinggi sekutu, gencatan senjata itu dianggap sebagai pelanggaran disiplin militer. Sejarawan Tony Asworth pada bukunya, menulis bahwa ada kasus di mana gencatan senjata berlanjut hingga ke beberapa perjanjian lain.
Di antaranya perjanjian untuk tidak saling menyerang saat waktu minum teh, makan siang, atau waktu mencuci baju. Hingga ada beberapa titik di garis depan, yang mengalami hanya sedikit pertempuran untuk waktu yang panjang. Tentara Inggris dan Jerman bertemu selama gencatan senjata Natal
Asworth menyebut, contoh paling dramatis dari hilangnya semangat bertempur adalah penolakan untuk bertempur, hingga aksi protes damai. Sebuah monumen untuk memperingati gencatan senjata Natal dibangun di Frelinghein, Prancis, pada 11 November 2008.
Pada 12 Desember 2014, sebuah acara peringatan digelar di National Memorial Arboretum di Staffordshire, oleh Pangeran William. Kemudian Komite Perdamaian Martin Luther King melakukan gerakan yang memungkinkan sekolah-sekolah dan gereja, untuk memperingati Gencatan Senjata Natal Desember 1914.
Penggagasnya mengatakan, tujuan gerakan itu adalah membantu para guru sekolah, untuk menjelaskan pada anak-anak tentang peristiwa yang terjadi pada Desember 1914, tentang pesan Natal untuk mewujudkan damai di bumi.
Disebutkan bahwa gencatan senjata yang dilakukan secara spontan, secara langsung memang bertentangan dengan perintah dari pimpinan, namun merupakan sebuah pengakuan tentang rasa kemanusiaan.
♘ VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.