Di Irian Barat[Dok. Marsda TNI (Purn) M. Koesbeni] ☆
Operasi Tumpas untuk melumpuhkan kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) digelar pada tahun 1977 di tanah Irian. Pada saat Operasi Tumpas digelar, ketika itu hawa Seroja di Timor Timur (sekarang Timor Leste) masih sedang hangat-hangatnya di tahun 1976 hingga pertengahan tahun 1977. Ketika itu juga Kapten Pnb M Koesbeni sang penunggang ‘Kuda Liar’ OV-10 Bronco yang saat sedang melakukan Operasi di Timor Timur, ditugaskan untuk mengemban misi Operasi Tumpas ke Irian. Misi Operasi Tumpas yang ia lakukan berlangsung selama tiga bulan sebelum akhirnya ia kembali lagi mendukung kelancaran misi di Timor Timur.
Sebanyak empat unit kekuatan Bronco (OV-10F Bronco seri yang dimiliki TNI AU) dikerahkan untuk bertempur mendukung kelancaran Operasi Tumpas di tanah Irian melumpuhkan OPM. “Kira-kira itu selama tiga bulan, tiga bulan selesai, empat Ov-10 Bronco dikerahkan. Setelah itu, selesai, kembali lagi ke Timor. Jadi ada dua spot kan, di Timor dan di Irian,” terang Marsekal Muda TNI (Purn) M Koesbeni kepada Pimpinan Redaksi Majalah Angkasa Beny Adrian dan Reporter Fery Setiawan saat ditemui di kediamannya, Kamis (25/8).
Kekuatan pasukan OPM kala itu sulit dijangkau karena mereka bersembunyi di lebatnya hutan Irian. Untuk mendukung keberhasilan misi tersebut, pasukan Sandi Yudha atau Kopassandha (sekarang Kopassus) diterjunkan ke medan pertempuran menggunakan helikopter. Untuk meraih kemenangan pertempuran dengan medan yang sulit itu, digunakanlah taktik pertempuran hit and run.
Helikopter menyerang lebih dahulu dari udara untuk memecah barisan OPM sebelum Kopassandha diterjunkan. Setelah Kopassandha berhasil turun, mereka langsung bergerak melumpuhkan kekuatan OPM. Selesai melumpuhkan, Kopassandha pun dijemput kembali dengan helikopter untuk diterjunkan pada beberapa lokasi pertempuran lainnya di hutan.
Operasi Tumpas yang digelar di Irian ini merupakan Operasi Gabungan antara Angkatan Udara (AU) bersama Angkatan Darat (AD). Angkatan Udara berperan memberikan Bantuan Tembakan Udara (BTU) dan Serangan Udara Langsung (SUL) dengan empat Bronco yang dibantu beberapa helikopter.
“Tapi SUL mereka senjatanya enggak berapi (senjata api), mereka senjatanya hanya model seperti bedil, tombak atau parang,” jelas mantan Pangkohanudnas periode 1997-1999 kepada Angkasa.
Diungkapkan olehnya, bahwa yang menjadi sektor pertempuran pada Operasi Tumpas adalah Bokondini dan Waris. Wamena sendiri pun kondisinya sangat rawan dan tidak aman, sehingga tidak memungkinkan untuk dijadikan base di sana. Maka Jayapura yang dijadikan base untuk keempat Bronco, karena kondisinya lebih stabil di sana.
“Kita sektor Operasi antara lain di Waris, Wamena, Bokondini, itu landasan-landasan pesawat untuk perintis kita amankan di sana. Total ada lima sektor operasi yang kita amankan, jadi pesawat (OV-10 Bronco) bisa mendarat,” pungkas Alumni AAU angkatan 69 ini.
Saat menjalankan Operasi Tumpas tersebut tidak ada Bronco yang tertembak, hal tersebut dikarenakan ketika mereka (OPM) mendengar suara mesin Bronco, mereka langsung keluar dari Honai (rumah adat Irian Jaya) sambil teriak-teriak ketakutan dan lari berhamburan. Suara bising mesin Bronco sanggup memberikan deterrent effect terhadap mereka, sehingga menguntungkan dan memudahkan TNI dalam melumpuhkan kekuatan mereka (OPM).
Author: Fery Setiawan & Beny adrian
Operasi Tumpas untuk melumpuhkan kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) digelar pada tahun 1977 di tanah Irian. Pada saat Operasi Tumpas digelar, ketika itu hawa Seroja di Timor Timur (sekarang Timor Leste) masih sedang hangat-hangatnya di tahun 1976 hingga pertengahan tahun 1977. Ketika itu juga Kapten Pnb M Koesbeni sang penunggang ‘Kuda Liar’ OV-10 Bronco yang saat sedang melakukan Operasi di Timor Timur, ditugaskan untuk mengemban misi Operasi Tumpas ke Irian. Misi Operasi Tumpas yang ia lakukan berlangsung selama tiga bulan sebelum akhirnya ia kembali lagi mendukung kelancaran misi di Timor Timur.
Sebanyak empat unit kekuatan Bronco (OV-10F Bronco seri yang dimiliki TNI AU) dikerahkan untuk bertempur mendukung kelancaran Operasi Tumpas di tanah Irian melumpuhkan OPM. “Kira-kira itu selama tiga bulan, tiga bulan selesai, empat Ov-10 Bronco dikerahkan. Setelah itu, selesai, kembali lagi ke Timor. Jadi ada dua spot kan, di Timor dan di Irian,” terang Marsekal Muda TNI (Purn) M Koesbeni kepada Pimpinan Redaksi Majalah Angkasa Beny Adrian dan Reporter Fery Setiawan saat ditemui di kediamannya, Kamis (25/8).
Kekuatan pasukan OPM kala itu sulit dijangkau karena mereka bersembunyi di lebatnya hutan Irian. Untuk mendukung keberhasilan misi tersebut, pasukan Sandi Yudha atau Kopassandha (sekarang Kopassus) diterjunkan ke medan pertempuran menggunakan helikopter. Untuk meraih kemenangan pertempuran dengan medan yang sulit itu, digunakanlah taktik pertempuran hit and run.
Helikopter menyerang lebih dahulu dari udara untuk memecah barisan OPM sebelum Kopassandha diterjunkan. Setelah Kopassandha berhasil turun, mereka langsung bergerak melumpuhkan kekuatan OPM. Selesai melumpuhkan, Kopassandha pun dijemput kembali dengan helikopter untuk diterjunkan pada beberapa lokasi pertempuran lainnya di hutan.
Operasi Tumpas yang digelar di Irian ini merupakan Operasi Gabungan antara Angkatan Udara (AU) bersama Angkatan Darat (AD). Angkatan Udara berperan memberikan Bantuan Tembakan Udara (BTU) dan Serangan Udara Langsung (SUL) dengan empat Bronco yang dibantu beberapa helikopter.
“Tapi SUL mereka senjatanya enggak berapi (senjata api), mereka senjatanya hanya model seperti bedil, tombak atau parang,” jelas mantan Pangkohanudnas periode 1997-1999 kepada Angkasa.
Diungkapkan olehnya, bahwa yang menjadi sektor pertempuran pada Operasi Tumpas adalah Bokondini dan Waris. Wamena sendiri pun kondisinya sangat rawan dan tidak aman, sehingga tidak memungkinkan untuk dijadikan base di sana. Maka Jayapura yang dijadikan base untuk keempat Bronco, karena kondisinya lebih stabil di sana.
“Kita sektor Operasi antara lain di Waris, Wamena, Bokondini, itu landasan-landasan pesawat untuk perintis kita amankan di sana. Total ada lima sektor operasi yang kita amankan, jadi pesawat (OV-10 Bronco) bisa mendarat,” pungkas Alumni AAU angkatan 69 ini.
Saat menjalankan Operasi Tumpas tersebut tidak ada Bronco yang tertembak, hal tersebut dikarenakan ketika mereka (OPM) mendengar suara mesin Bronco, mereka langsung keluar dari Honai (rumah adat Irian Jaya) sambil teriak-teriak ketakutan dan lari berhamburan. Suara bising mesin Bronco sanggup memberikan deterrent effect terhadap mereka, sehingga menguntungkan dan memudahkan TNI dalam melumpuhkan kekuatan mereka (OPM).
Author: Fery Setiawan & Beny adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.