Jakarta ☆ Sikap tentara Papua New Guinea terhadap nelayan Indonesia di perairan Torasi, Merauke dikecam DPRD Papua. Tindakan membakar perahu lalu merampas isinya sampai para nelayan harus berenang berkilo-kilo meter, dianggap arogan dan tidak manusiawi.
Itu dituturkan Ketua DPRD Papua, Deerd Tabuni, Senin, 10 Februari 2014. “Tindakan Tentara PNG merupakan kejahatan besar dan tidak manusiawi, bahkan masuk dalam kategori pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” tegasnya.
Ia juga menyebut, tentara PNG sebagai bandit bersenjata. Apalagi, mereka melakukannya terhadap nelayan Indonesia yang memiliki dokumen untuk memasuki PNG. Menurut Deerd, para nelayan sudah kerap berdagang ke daerah itu.
Kalaupun nelayan Indonesia memang salah, tetap tak layak diperlakukan demikian. “Kan bisa diproses sesuai hukum yang berlaku dengan cara manusiawi. Nanti pemerintah kita tinggal menggunakan jalur diplomatik,” imbuh politisi Partai Golkar itu.
Deerd pun meminta, otoritas Indonesia segera menyelidiki insiden itu. Mengingat, masih ada lima nelayan yang hilang terkait kejadian itu. Ia berharap, pihak berwenang bertindak cepat sembari melakukan pencarian terhadap mereka.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua I DPRD Papua, Yunus Wonda. Sejak lama, sudah ada hubungan tradisional antara masyarakat Indonesia di perbatasan dengan masyarakat PNG. Karenanya, Yunus berharap pemerintah segera melayangkan nota protes.
“Pemerintah harus bersikap tegas, memprotes aksi itu secara resmi ke Pemerintah PNG,” ujarnya.
Masih Mencari
Sementara itu, upaya pencarian terhadap lima nelayan yang hilang masih berlanjut hingga kini. Pasukan marinir yang bertugas di Pos Torasi Merauke masih mencari di sekitar perairan Perbatasan RI-PNG.
Komandan Lantamal XI Merauke Brigjen (Mar) Buyung Lalana saat dihubungi via telepon seluler mengatakan, ada sekitar 50 personel yang diterjunkan mencari. Mereka juga melibatkan lima nelayan yang selamat.
TNI AL sengaja tidak berkoordinasi dengan Tentara PNG. “Kami tak melibatkan Tentara PNG, sebab mereka penyebab hilangnya lima nelayan itu. Mereka membakar perahunya dan menyuruh berenang,” kata Buyung.
Akibat kejadian itu, nelayan mengalami kerugian berupa uang sebesar 160 Kina atau setara Rp 480 juta, rokok, dan bahan bakar.
Itu dituturkan Ketua DPRD Papua, Deerd Tabuni, Senin, 10 Februari 2014. “Tindakan Tentara PNG merupakan kejahatan besar dan tidak manusiawi, bahkan masuk dalam kategori pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” tegasnya.
Ia juga menyebut, tentara PNG sebagai bandit bersenjata. Apalagi, mereka melakukannya terhadap nelayan Indonesia yang memiliki dokumen untuk memasuki PNG. Menurut Deerd, para nelayan sudah kerap berdagang ke daerah itu.
Kalaupun nelayan Indonesia memang salah, tetap tak layak diperlakukan demikian. “Kan bisa diproses sesuai hukum yang berlaku dengan cara manusiawi. Nanti pemerintah kita tinggal menggunakan jalur diplomatik,” imbuh politisi Partai Golkar itu.
Deerd pun meminta, otoritas Indonesia segera menyelidiki insiden itu. Mengingat, masih ada lima nelayan yang hilang terkait kejadian itu. Ia berharap, pihak berwenang bertindak cepat sembari melakukan pencarian terhadap mereka.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua I DPRD Papua, Yunus Wonda. Sejak lama, sudah ada hubungan tradisional antara masyarakat Indonesia di perbatasan dengan masyarakat PNG. Karenanya, Yunus berharap pemerintah segera melayangkan nota protes.
“Pemerintah harus bersikap tegas, memprotes aksi itu secara resmi ke Pemerintah PNG,” ujarnya.
Masih Mencari
Sementara itu, upaya pencarian terhadap lima nelayan yang hilang masih berlanjut hingga kini. Pasukan marinir yang bertugas di Pos Torasi Merauke masih mencari di sekitar perairan Perbatasan RI-PNG.
Komandan Lantamal XI Merauke Brigjen (Mar) Buyung Lalana saat dihubungi via telepon seluler mengatakan, ada sekitar 50 personel yang diterjunkan mencari. Mereka juga melibatkan lima nelayan yang selamat.
TNI AL sengaja tidak berkoordinasi dengan Tentara PNG. “Kami tak melibatkan Tentara PNG, sebab mereka penyebab hilangnya lima nelayan itu. Mereka membakar perahunya dan menyuruh berenang,” kata Buyung.
Akibat kejadian itu, nelayan mengalami kerugian berupa uang sebesar 160 Kina atau setara Rp 480 juta, rokok, dan bahan bakar.
♞ Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.