Serentetan serangan yang terjadi di Perancis telah menimbulkan pertanyaan keamanan di negara Barat dan di seluruh dunia. (Reuters/Charles Platiau )
Sehari setelah serangan penembakan yang terjadi di kantor majalah mingguan kontroversial Charlie Hebdo, baku tembak pecah di Montrouge, Paris selatan, Kamis (8/1). Insiden ini mengakibatkan seorang polisi wanita tewas.
Belum jelas apakah baku tembak yang terjadi secara mengejutkan ini terkait dengan penembakan di Charlie Hebdo yang menewaskan 12 orang, termasuk pemimpin redaksi majalah mingguan itu dan sejumlah kartunis Perancis ternama.
Walikota Montrouge, Pierre Brossollette, mengatakan seorang polisi wanita dan seorang rekan tengah bertugas di lokasi kejadian untuk menangani kemacetan lalu lintas. Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti dan seorang pria keluar, lalu menembak kedua polisi tersebut sebelum melarikan diri.
Seperti diberitakan Reuters pada Kamis (8/1), saksi mengatakan pelaku melarikan diri dengan mobil merek Renault Clio. Sementara, sumber polisi mengatakan sang pelaku mengenakan rompi anti peluru, dan bersenjatakan sepucuk pistol dan senapan serbu.
Siaran langsung di televisi Perancis memperlihatkan puluhan polisi dengan rompi pelindung dan helm berkumpul di luar gedung di dekat lokasi terjadinya baku tembak.
Namun, salah satu petugas polisi yang berada di tempat kejadian menyatakan pelaku penembakan itu tampaknya tidak sama dengan tersangka insiden penembakan di Charlie Hebdo.
Hingga saat ini, seorang pelaku penembakan di kantor Charlie Hebdo, Hamyd Mourad yang berusia 18 tahun telah menyerahkan diri ke kantor polisi Charleville-Mezieres di Ardennes.
Namun, dua tersangka utama adalah Said Kouachi, 34 tahun, dan Cherif Kouachi, 32 tahun, masih diburu polisi hingga saat ini.
Baku tembak ini memicu melebarnya pencarian untuk kedua kakak-beradik Kouachi, yang merupakan warga keturunan Aljazair.
Media lokal Perancis melaporkan bahwa Mourad merupakan teman dari kakak ipar salah satu tersangka utama. Media itu juga menyebutkan bahwa Mourad tengah berada di sekolah pada saat serangan itu terjadi.Serangan bom Pecahan kaca toko kebab yang terletak di sebelah masjid di di kota pusat Villefrance-sur- Saone berhamburan. (Reuters/Emmanuel Foudrot)
Petugas keamanan Perancis telah lama khawatir bahwa warga Perancis yang menjadi simpatisan kelompok militan ISIS yang ikut berperang di Suriah dan Irak, kembali ke Perancis untuk membuat kekacauan.
Kelompok militan memang telah berulang kali mengancam Perancis dengan serangan, setelah negara ini ikut berpartisipasi dalam koalisi serangan udara yang dipimpin Amerika Serikat ke markas-markas ISIS.
Ancaman tersebut membuat pemerintah mengeluarkan undang-undang anti-terorisme pada tahun lalu.
Perdana Menteri Manuel Valls mengatakan Perancis tengah menghadapi ancaman teroris dan menegaskan dua bersaudara telah lama menjadi buron pihak kepolisian.
Namun, Valls menyatakan serentetan serangan ini tidak dapat disimpulkan sebagai akibat dari pihak kepolisian yang meremehkan ancaman teroris.
"Karena mereka telah lama menjadi buron, mereka telah lama diincar. Kita harus memikirkan korban hari ini dan berkabung," kata Valls kepada Radio RTL, seperti ditulis Reuters, Kamis (8/1).
Insiden baku tembak ini terjadi pada hari pertama dalam total tiga hari berkabung yang diintruksikan Presiden Perancis, Froncois Hollande. Di sejumlah lokasi di Paris, bendera tiga warna Perancis dikibarkan setengah tiang, dan berbalut pita hitam.
Sebanyak tujuh orang telah ditangkap. Sumber dari pihak kepolisian mengatakan sebagian besar dari mereka yang ditangkap adalah kenalan dari dua tersangka utama.
Majalah Charlie Hebdo terkenal kontroversial karena kerap menerbitkan kartun satire yang menyinggung berbagai tokoh politik dan agama, termasuk Islam.
Puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan di Paris dan sejumlah kota besar lainnya Perancis, sebagai aksi solidaritas pada Rabu (7/1) malam.
Beberapa warga Paris mengekspresikan ketakutan mereka akan efek yang ditimbulkan setelah penembakan di Perancis, yang menjadi negara dengan populasi umat Muslim terbesar di Eropa.
Demonstrasi terjadi di mana-mana menyerukan kebebasan berbicara dan kebebasan media. Banyak warga memakai lencana bertuliskan "Je Suis Charlie", yang berarti "Saya Charlie".
Serentetan serangan yang terjadi di Perancis telah menimbulkan pertanyaan keamanan di negara Barat dan di seluruh dunia. Para pemimpin komunitas Muslim mengutuk serangan itu, namun beberapa menyatakan kekhawatiran insiden ini dapat memicu sentimen anti-Islam di Perancis, negara dengan populasi Muslim terbesar di Eropa.(ama)
Sehari setelah serangan penembakan yang terjadi di kantor majalah mingguan kontroversial Charlie Hebdo, baku tembak pecah di Montrouge, Paris selatan, Kamis (8/1). Insiden ini mengakibatkan seorang polisi wanita tewas.
Belum jelas apakah baku tembak yang terjadi secara mengejutkan ini terkait dengan penembakan di Charlie Hebdo yang menewaskan 12 orang, termasuk pemimpin redaksi majalah mingguan itu dan sejumlah kartunis Perancis ternama.
Walikota Montrouge, Pierre Brossollette, mengatakan seorang polisi wanita dan seorang rekan tengah bertugas di lokasi kejadian untuk menangani kemacetan lalu lintas. Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti dan seorang pria keluar, lalu menembak kedua polisi tersebut sebelum melarikan diri.
Seperti diberitakan Reuters pada Kamis (8/1), saksi mengatakan pelaku melarikan diri dengan mobil merek Renault Clio. Sementara, sumber polisi mengatakan sang pelaku mengenakan rompi anti peluru, dan bersenjatakan sepucuk pistol dan senapan serbu.
Siaran langsung di televisi Perancis memperlihatkan puluhan polisi dengan rompi pelindung dan helm berkumpul di luar gedung di dekat lokasi terjadinya baku tembak.
Namun, salah satu petugas polisi yang berada di tempat kejadian menyatakan pelaku penembakan itu tampaknya tidak sama dengan tersangka insiden penembakan di Charlie Hebdo.
Hingga saat ini, seorang pelaku penembakan di kantor Charlie Hebdo, Hamyd Mourad yang berusia 18 tahun telah menyerahkan diri ke kantor polisi Charleville-Mezieres di Ardennes.
Namun, dua tersangka utama adalah Said Kouachi, 34 tahun, dan Cherif Kouachi, 32 tahun, masih diburu polisi hingga saat ini.
Baku tembak ini memicu melebarnya pencarian untuk kedua kakak-beradik Kouachi, yang merupakan warga keturunan Aljazair.
Media lokal Perancis melaporkan bahwa Mourad merupakan teman dari kakak ipar salah satu tersangka utama. Media itu juga menyebutkan bahwa Mourad tengah berada di sekolah pada saat serangan itu terjadi.Serangan bom Pecahan kaca toko kebab yang terletak di sebelah masjid di di kota pusat Villefrance-sur- Saone berhamburan. (Reuters/Emmanuel Foudrot)
Petugas keamanan Perancis telah lama khawatir bahwa warga Perancis yang menjadi simpatisan kelompok militan ISIS yang ikut berperang di Suriah dan Irak, kembali ke Perancis untuk membuat kekacauan.
Kelompok militan memang telah berulang kali mengancam Perancis dengan serangan, setelah negara ini ikut berpartisipasi dalam koalisi serangan udara yang dipimpin Amerika Serikat ke markas-markas ISIS.
Ancaman tersebut membuat pemerintah mengeluarkan undang-undang anti-terorisme pada tahun lalu.
Perdana Menteri Manuel Valls mengatakan Perancis tengah menghadapi ancaman teroris dan menegaskan dua bersaudara telah lama menjadi buron pihak kepolisian.
Namun, Valls menyatakan serentetan serangan ini tidak dapat disimpulkan sebagai akibat dari pihak kepolisian yang meremehkan ancaman teroris.
"Karena mereka telah lama menjadi buron, mereka telah lama diincar. Kita harus memikirkan korban hari ini dan berkabung," kata Valls kepada Radio RTL, seperti ditulis Reuters, Kamis (8/1).
Insiden baku tembak ini terjadi pada hari pertama dalam total tiga hari berkabung yang diintruksikan Presiden Perancis, Froncois Hollande. Di sejumlah lokasi di Paris, bendera tiga warna Perancis dikibarkan setengah tiang, dan berbalut pita hitam.
Sebanyak tujuh orang telah ditangkap. Sumber dari pihak kepolisian mengatakan sebagian besar dari mereka yang ditangkap adalah kenalan dari dua tersangka utama.
Majalah Charlie Hebdo terkenal kontroversial karena kerap menerbitkan kartun satire yang menyinggung berbagai tokoh politik dan agama, termasuk Islam.
Puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan di Paris dan sejumlah kota besar lainnya Perancis, sebagai aksi solidaritas pada Rabu (7/1) malam.
Beberapa warga Paris mengekspresikan ketakutan mereka akan efek yang ditimbulkan setelah penembakan di Perancis, yang menjadi negara dengan populasi umat Muslim terbesar di Eropa.
Demonstrasi terjadi di mana-mana menyerukan kebebasan berbicara dan kebebasan media. Banyak warga memakai lencana bertuliskan "Je Suis Charlie", yang berarti "Saya Charlie".
Serentetan serangan yang terjadi di Perancis telah menimbulkan pertanyaan keamanan di negara Barat dan di seluruh dunia. Para pemimpin komunitas Muslim mengutuk serangan itu, namun beberapa menyatakan kekhawatiran insiden ini dapat memicu sentimen anti-Islam di Perancis, negara dengan populasi Muslim terbesar di Eropa.(ama)
♙ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.