Kepala Staff Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menegaskan, pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) sangat berkaitan dengan penguatan sistem pertahanan.
Menurutnya, yang dibutuhkan terkait Alutsista saat ini adalah spesifikasi tekhnis (Spektek). Kemampuan, akurasi hingga daya ledak menjadi ukuran yang utama.
"Jadi bukan soal mahal atau tidaknya," kata Gatot, Kamis (18/12) di Jakarta.
Dicontohkan, terkait pengadaan Multiple Launch Rocket System (MLRS) pabrikan Avibras Brazil Gatot memastikan kualitas MLRS Brasil lebih baik ketimbang jenis MLRS buatan Roketsan Turki.
"Saya yakin sangat yakin kemampuan Astros II MLRS pabrikan Brazil lebih bagus dari MLRS buatan Rokestan asal Turki," ucapnya.
Keyakinan itu didasari atas hasil uji coba MLRS. Alutsista tersebut sudah diujicoba secara berkesinambungan. Prosedur ini menurutnya adalah keniscayaan.
"Setiap persenjataan yang dibeli Angkatan Darat adalah persenjataan yang sudah lebih dulu diuji di pertempuran atau sudah teruji di medan tempur," kata Gatot.
Kepala Pusat Komunikasi Kemenhan, Kolonel Djundan, menegaskan MLRS buatan Roketsan Turki belum teruji bahkan belum digunakan di negara lain.
"Adapun informasi yang menyebutkan bahwa Roketsan sudah digunakan di beberapa negara lain, hal tersebut adalah tipe atau jenis lain, bukan yang ditawarkan ke Kemenhan, bahkan yang ditawarkan ke Kemenhan itu masih dalam proses research and development approval," ucapnya.
Ditegaskan, tidak mungkin TNI menggunakan alutsista yang belum teruji dan belum terbukti kemampuannya di medan perang.
Fungsi utama Alutsista menurutnya adalah memperkuat pertahanan. Hal ini tentunya dilakukan dengan persenjataan yang sudah teruji.
Disamping itu, Indonesia adalah negara kepulauan. TNI dalam menjaga pertahanan tentu tidak mungkin berdiam di satu tempat.
"Alutsista juga begitu. Akan mobile. Nah, kita butuh yang praktis dan mudah untuk dipindah - pindah seperti buatan Avibras itu," ujarnya.
Menurutnya, yang dibutuhkan terkait Alutsista saat ini adalah spesifikasi tekhnis (Spektek). Kemampuan, akurasi hingga daya ledak menjadi ukuran yang utama.
"Jadi bukan soal mahal atau tidaknya," kata Gatot, Kamis (18/12) di Jakarta.
Dicontohkan, terkait pengadaan Multiple Launch Rocket System (MLRS) pabrikan Avibras Brazil Gatot memastikan kualitas MLRS Brasil lebih baik ketimbang jenis MLRS buatan Roketsan Turki.
"Saya yakin sangat yakin kemampuan Astros II MLRS pabrikan Brazil lebih bagus dari MLRS buatan Rokestan asal Turki," ucapnya.
Keyakinan itu didasari atas hasil uji coba MLRS. Alutsista tersebut sudah diujicoba secara berkesinambungan. Prosedur ini menurutnya adalah keniscayaan.
"Setiap persenjataan yang dibeli Angkatan Darat adalah persenjataan yang sudah lebih dulu diuji di pertempuran atau sudah teruji di medan tempur," kata Gatot.
Kepala Pusat Komunikasi Kemenhan, Kolonel Djundan, menegaskan MLRS buatan Roketsan Turki belum teruji bahkan belum digunakan di negara lain.
"Adapun informasi yang menyebutkan bahwa Roketsan sudah digunakan di beberapa negara lain, hal tersebut adalah tipe atau jenis lain, bukan yang ditawarkan ke Kemenhan, bahkan yang ditawarkan ke Kemenhan itu masih dalam proses research and development approval," ucapnya.
Ditegaskan, tidak mungkin TNI menggunakan alutsista yang belum teruji dan belum terbukti kemampuannya di medan perang.
Fungsi utama Alutsista menurutnya adalah memperkuat pertahanan. Hal ini tentunya dilakukan dengan persenjataan yang sudah teruji.
Disamping itu, Indonesia adalah negara kepulauan. TNI dalam menjaga pertahanan tentu tidak mungkin berdiam di satu tempat.
"Alutsista juga begitu. Akan mobile. Nah, kita butuh yang praktis dan mudah untuk dipindah - pindah seperti buatan Avibras itu," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.