Bernard Kent Sondakh (Foto: Antara)
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana TNI Purnawirawan Bernard Kent Sondakh meluncurkan buku biografi yang menceritakan pengalaman puluhan tahun sebagai prajurit matra laut serta harapannya kepada pimpinan TNI dan TNI-AL mendatang.
"Patroli bersama TNI-AL dengan Singapura dan Malaysia adalah pemikiran murni Laksamana Kent Sondakh," kata mantan Panglima TNI Jenderal TNI Purnawirawan Endriartono Sutarto pada peluncuran buku Gagasan, Tindakan dan Harapan Bernard Kent Sondakh di Jakarta, Minggu (14/12/2014).
Kent Sondakh yang memimpin TNI-AL mulai April 2002 hingga Februari 2005 silam itu melontarkan ide patroli bersama tiga negara terutama antara lain karena pada saat itu gerakan Aceh Merdeka atau GAM masih beroperasi.
Menurut Endriartono, patroli terkoordinasikan itu harus dilakukan agar Amerika Serikat tidak berada di sekitar perairan Indonesia karena ada negara tertentu yang mengusulkan agar AS menempatkan kapalnya di sekitar Indonesia. Ketika Kent Sondakh menjadi KSAL maka Panglima TNI-nya adalah Endriartono. Acara peluncuran buku hasil penulisan Kent Sondakh bersama Carmelia Sukmawati ini dihadiri sejumlah perwira TNI-AL, mantan Menteri Agama, Malik Fadjar dan juga aktor terkemuka Roy Marten.
Sementara itu, Kent Sondakh mengatakan bahwa TNI-AL harus terus menambah armadanya termasuk kapal selam karena laut Indonesia yang begitu luas akan menghadapi berbagai ancaman di masa mendatang.
PT PAL yang berada di Surabaya, Jawa Timur harus ditingkatkan kemampuannya agar dapat memproduksi kapal-kapal termasuk kapal selam.
"Pada awal tahun 2002, Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah laut terbesar di Asia Tenggara mengusung konsepsi kekuatan angkatan Laut 'Kecil, Efektif dan Efisien'," kata Kent Sondakh.
Sementara itu, ketika ditanya wartawan tentang terbentuknya kantor Menteri Kemaritiman yang dipimpin Indroyono Susilo, Kent menyatakan, agar yang disorot jangan hanya masalah pencurian ikan atau illegal fishing tetapi juga berbagai masalah pelik lainnya mulai dari peningkatan kemampuan pelabuhan-pelabuhan terutama yang besar. "Di Tanjung Priok, Jakarta, puluhan kapal harus menunggu berhari-hari untuk lego jangkar," katanya.
Ia juga menyatakan, saat ini masih terdapat belasan instansi pemerintah yang merasa ikut bertanggung jawab terhadap pengamanan wilayah laut di Tanah Air mulai dari TNI-AL, Polri hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan serta masing-masing instansi itu merasa paling berkepentingan.
"Akibatnya sering terjadi tumpang tindih. Bisa saja 12 instansi itu ada di satu tempat secara bersamaan dan sebaliknya kemudian di laut lain, tidak ada satu instansi pun yang hadir," katanya dengan nada prihatin.
Buku ini terdiri atas, kata pengantar, pendahuluan, Bagian I yang diberi nama Ramalan dan Mimpi, kemudian Bab II 2 berjudul Butir-Butir Impian serta Bagian III bertema, Kenangan Seribu Pengalaman.
Pada bagian berjudul Realitas TNI Angkatan Laut dan Awal Abad XXI, mantan KSAL ini mengingatkan bahwa Indonesia minimal seharusnya memiliki 300 kepal perang atau KRI sedangkan pada tahun 2002 hanya terdapat 115 KRI yang 39 unit di antaranya telah berusia 30 tahun bahkan ada yang umurnya sudah 60 tahun.
"Yang lebih memprihatinkan dari 115 KRI hanya 72 KRI yang dapat beroperasi dengan baik," kata Laksama TNI Purnawirawan ini.
Karena pemerintah akan terus menambah alat utama sistem senjata atau alutsista, maka Kent Sondakh menghargai niat pemerintah itu.
"Namun kemajuan teknologi menunjukkan perang yang mungkin dihadapi di masa mendatang tidak lagi bersifat konvensional. Oleh karena itu, sudah saatnya Indonesia memiliki keunggulan yang signifikan atas kekuatan maritimnya," kata Kent Sondakh ketika mengomentari rencana pemerintah menyediakan dana Rp 150 triliun untuk terus menambah alutsista TNI.(put)
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana TNI Purnawirawan Bernard Kent Sondakh meluncurkan buku biografi yang menceritakan pengalaman puluhan tahun sebagai prajurit matra laut serta harapannya kepada pimpinan TNI dan TNI-AL mendatang.
"Patroli bersama TNI-AL dengan Singapura dan Malaysia adalah pemikiran murni Laksamana Kent Sondakh," kata mantan Panglima TNI Jenderal TNI Purnawirawan Endriartono Sutarto pada peluncuran buku Gagasan, Tindakan dan Harapan Bernard Kent Sondakh di Jakarta, Minggu (14/12/2014).
Kent Sondakh yang memimpin TNI-AL mulai April 2002 hingga Februari 2005 silam itu melontarkan ide patroli bersama tiga negara terutama antara lain karena pada saat itu gerakan Aceh Merdeka atau GAM masih beroperasi.
Menurut Endriartono, patroli terkoordinasikan itu harus dilakukan agar Amerika Serikat tidak berada di sekitar perairan Indonesia karena ada negara tertentu yang mengusulkan agar AS menempatkan kapalnya di sekitar Indonesia. Ketika Kent Sondakh menjadi KSAL maka Panglima TNI-nya adalah Endriartono. Acara peluncuran buku hasil penulisan Kent Sondakh bersama Carmelia Sukmawati ini dihadiri sejumlah perwira TNI-AL, mantan Menteri Agama, Malik Fadjar dan juga aktor terkemuka Roy Marten.
Sementara itu, Kent Sondakh mengatakan bahwa TNI-AL harus terus menambah armadanya termasuk kapal selam karena laut Indonesia yang begitu luas akan menghadapi berbagai ancaman di masa mendatang.
PT PAL yang berada di Surabaya, Jawa Timur harus ditingkatkan kemampuannya agar dapat memproduksi kapal-kapal termasuk kapal selam.
"Pada awal tahun 2002, Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah laut terbesar di Asia Tenggara mengusung konsepsi kekuatan angkatan Laut 'Kecil, Efektif dan Efisien'," kata Kent Sondakh.
Sementara itu, ketika ditanya wartawan tentang terbentuknya kantor Menteri Kemaritiman yang dipimpin Indroyono Susilo, Kent menyatakan, agar yang disorot jangan hanya masalah pencurian ikan atau illegal fishing tetapi juga berbagai masalah pelik lainnya mulai dari peningkatan kemampuan pelabuhan-pelabuhan terutama yang besar. "Di Tanjung Priok, Jakarta, puluhan kapal harus menunggu berhari-hari untuk lego jangkar," katanya.
Ia juga menyatakan, saat ini masih terdapat belasan instansi pemerintah yang merasa ikut bertanggung jawab terhadap pengamanan wilayah laut di Tanah Air mulai dari TNI-AL, Polri hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan serta masing-masing instansi itu merasa paling berkepentingan.
"Akibatnya sering terjadi tumpang tindih. Bisa saja 12 instansi itu ada di satu tempat secara bersamaan dan sebaliknya kemudian di laut lain, tidak ada satu instansi pun yang hadir," katanya dengan nada prihatin.
Buku ini terdiri atas, kata pengantar, pendahuluan, Bagian I yang diberi nama Ramalan dan Mimpi, kemudian Bab II 2 berjudul Butir-Butir Impian serta Bagian III bertema, Kenangan Seribu Pengalaman.
Pada bagian berjudul Realitas TNI Angkatan Laut dan Awal Abad XXI, mantan KSAL ini mengingatkan bahwa Indonesia minimal seharusnya memiliki 300 kepal perang atau KRI sedangkan pada tahun 2002 hanya terdapat 115 KRI yang 39 unit di antaranya telah berusia 30 tahun bahkan ada yang umurnya sudah 60 tahun.
"Yang lebih memprihatinkan dari 115 KRI hanya 72 KRI yang dapat beroperasi dengan baik," kata Laksama TNI Purnawirawan ini.
Karena pemerintah akan terus menambah alat utama sistem senjata atau alutsista, maka Kent Sondakh menghargai niat pemerintah itu.
"Namun kemajuan teknologi menunjukkan perang yang mungkin dihadapi di masa mendatang tidak lagi bersifat konvensional. Oleh karena itu, sudah saatnya Indonesia memiliki keunggulan yang signifikan atas kekuatan maritimnya," kata Kent Sondakh ketika mengomentari rencana pemerintah menyediakan dana Rp 150 triliun untuk terus menambah alutsista TNI.(put)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.