Warisan SBY Pesawat sukhoi saat flying pass pada Perayaan HUT Ke-69 TNI di Dermaga Ujung Armada RI Kawasan Timur, Surabaya, Selasa, 7 Oktober 2014. Sebanyak 526 alutsista dikerahkan pada HUT TNI kali ini, antara lain 192 alustsista dari TNI AD, 195 alutsista dari TNI AL, dan 139 pesawat dari TNI AU. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Enam pesawat tempur membelah langit Surabaya pagi itu, Selasa (7/10). Lima unit F-16 Fighting Falcon buatan Amerika Serikat terbang rendah berjajar dari Pangkalan Udara Juanda mengarah ke Pulau Madura.
Cantik, apik.
Selang beberapa detik, raungan bising mengerikan memecah horizon, membuat ngilu gendang telinga. Diiringi angin kencang, satu unit jet Sukhoi Su-27 meluncur dengan kecepatan tinggi di angkasa biru bersaput awan putih.
Garang. Sangar.
Kepulan asap memanjang lurus di cakrawala menandai lintasan sang siluman dari Rusia. Lengkingannya menciutkan nyali, membuat ratusan orang yang berdiri di sepanjang Dermaga Ujung, Surabaya, memekik kaget dan beringsut mundur.
Sang burung besi bengis bermanuver lincah, kontras dengan badan kokohnya yang terkesan kaku. Ia bersalto di udara, berputar 360 derajat menantang angin laut sambil mengeluarkan semacam percikan api, yang fungsi aslinya untuk mengecoh rudal lawan.
Namun bukan musuh yang sedang dihadapi lima F-16 dan sang “siluman” Rusia. Pagi itu mereka beraksi khusus untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang duduk di bangku kehormatan penonton.
Unjuk kekuatan alat utama sistem pertahanan (alutsista) Republik Indonesia berlangsung megah pada Hari Ulang Tahun TNI ke-69 di Markas Komando Armada Timur TNI AL, Dermaga Ujung, Surabaya, Jawa Timur.
Tentara Nasional Indonesia mengerahkan armada dari ketiga matranya –Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara– untuk memamerkan lebih dari 1.600 alutsista modern.
Ini adalah peragaan alutsista Indonesia terbesar dalam sepuluh tahun terakhir. Sebuah kado perpisahan dari TNI untuk SBY, presiden keenam RI dengan latar belakang militer yang menjabat selama dua periode, 2004-2009 dan 2009-2014.
“Terima kasih Bapak Presiden,” demikian tulisan di spanduk yang dibawa terbang oleh pesawat TNI di pengujung acara. Panglima TNI, Jenderal Moeldoko saat wawancara khusus dengan Tim CNN Indonesia di Dermaga Ujung Komando Armada Timur, Surabaya, Senin, 6 Oktober 2014. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam wawancara khusus dengan CNN Indonesia sehari sebelum perayaan HUT TNI, Senin (6/10), mengatakan SBY berjasa besar dalam meningkatkan kekuatan pertahanan RI selama sepuluh tahun pemerintahannya. “SBY melakukan revolusi besar dalam membangun kekuatan militer Indonesia. Di darat, laut, udara, semua seimbang,” kata dia.
Lima tahun lalu, ujar Moeldoko, armada perang Indonesia ketinggalan dibanding negara-negara Asia Tenggara. Namun, kini Indonesia mulai bisa mengejar ketertinggalannya. RI memborong berbagai alutsista dari berbagai negara, dan banyak di antaranya tiba tahun ini.
Namun bukan berarti Indonesia telah sedemikian digdaya. Masih banyak pekerjaan rumah untuk pemerintahan mendatang. Kekuatan tempur TNI belum cukup untuk melindungi seluruh teritorial Indonesia yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke.Negeri Maritim Rasa Kontinental Sejumlah helikopter dan pesawat hercules serta KRI melakukan sailing pass dan flying pass pada Perayaan HUT Ke-69 TNI di Dermaga Ujung Armada RI Kawasan Timur (Armatim), Surabaya, Selasa, 7 Oktober 2014. Sebanyak 526 alat utama sistem persenjataan (alutsista) dikerahkan pada TNI kali ini antara lain 192 unit alustsista dari TNI AD, 195 alutsista dari TNI AL, dan 139 pesawat dari TNI AU. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Panglima TNI menyoroti berbagai pelanggaran oleh pihak asing di Indonesia, terutama di perbatasan laut dan udara. Sebabnya, ada beberapa ruang di sejumlah wilayah di Indonesia yang belum dijaga pasukan TNI. Oleh sebab itu TNI AD, AL, dan AU akan membangun kekuatan baru di perbatasan pada 2015.
Pertahanan yang rapuh mengakibatkan posisi Indonesia rawan di kawasan. Ini terutama terlihat ketika terjadi konflik-konflik di wilayah perbatasan. Perbatasan Indonesia yang rawan antara lain Selat Malaka, Kalimantan Barat, perairan Timor Leste, dan perairan Australia.
Moeldoko mengatakan alutsista yang dimiliki Indonesia sesungguhnya belum cukup untuk menjaga seluruh teritorial negeri ini. “Jika muncul satu trouble spot, maka dapat kita selesaikan. Tapi bila muncul dua trouble spot, kita kesulitan,” ujarnya.
Rencana Jokowi untuk mengawasi wilayah RI dengan pesawat tanpa awak atau drone pun disambut baik. Indonesia sejauh ini telah membeli lima unit drone, dan sedang mengembangkan drone produksi dalam negeri.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Chappy Hakim menilai drone merupakan solusi realistis, efektif, dan murah untuk pertahanan RI.
Moeldoko pun berpendapat serupa. “Panjang garis pantai kita 81 kilometer. Pulau kita begitu banyak. Alur laut kepulauan Indonesia pun terbuka lebar bagi armada asing untuk bisa melintas. Maka pesawat tanpa awak adalah keputusan yang bijaksana untuk direalisasikan,” kata dia.
Chappy berpendapat Indonesia perlu membuat sistem pertahanan sesuai dengan teritorialnya, yang mayoritas terdiri dari pulau dan perairan. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan terbuka terbesar di dunia yang berada pada posisi amat strategis, memiliki sumber daya alam melimpah, dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, membutuhkan angkatan perang yang besar dan kuat untuk menjaga wilayahnya.
“Indonesia mutlak memiliki postur TNI AL dan TNI AU yang tangguh sebagai garda terdepan penjaga Republik,” ujar Chappy. Ia mengkritik sistem pertahanan Indonesia di masa lalu yang lebih mengacu pada pertahanan kontinental ketimbang maritim. Untuk membangun armada perang kepulauan, TNI AL dan AU mutlak memerlukan banyak peralatan tempur.
Pembangunan armada perang ketiga angkatan dalam TNI –AD, AU, dan AL– itulah yang menurut Moeldoko telah dilakukan Presiden SBY. “Semua dibangun seimbang. Tak ada yang didahulukan, tak ada yang ditinggalkan,” kata dia.(agk/ded)Impor Alutsista Canggih Sejumlah helikopter dan pesawat hercules serta KRI melakukan sailing pass dan flying pass pada Perayaan HUT Ke-69 TNI di Dermaga Ujung Armada RI Kawasan Timur (Armatim), Surabaya, Selasa, 7 Oktober 2014. Sebanyak 526 alat utama sistem persenjataan (alutsista) dikerahkan pada TNI kali ini antara lain 192 unit alustsista dari TNI AD, 195 alutsista dari TNI AL, dan 139 pesawat dari TNI AU. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Kekuatan pertahanan RI sesungguhnya baru 38 persen dari kekuatan minimum inti (minimum essential force). Namun, jumlah itu dirasa Moeldoko lebih baik ketimbag tahun-tahun sebelumnya. Ia berharap lima tahun ke depan kekuatan pertahanan Indonesia bisa melampaui MEF sehingga di masa depan armada perang RI bisa menjadi yang terkuat di Asia Tenggara. Terlebih Indonesia akan memiliki F-16 dalam jumlah cukup banyak, dua skuadron. Satu skuadron terdiri dari 16 unit pesawat.
Moeldoko lantas memaparkan PR yang dihadapi pemerintahan Jokowi. Pertama, MEF harus dipenuhi sampai 100 persen. “Masih ada satu periode lagi sampai 2019 untuk mencapai angka 100 persen,” kata dia. “Kedua, modernisasi alutsista. Beberapa alutsista seperti meriam, tank, pesawat F-5, kapal, sudah tua dan tidak layak sehingga harus diganti.”
Dalam rangka modernisasi itu, Indonesia telah memesan kapal selam dan pesawat tempur dari Korea Selatan yang diharapkan rampung dan tiba di tanah air pada 2019, juga peluru kendali dari Tiongkok, artileri dari Spanyol, serta beberapa persenjataan lainnya dari Perancis dan Brasil.
Indonesia pun bekerjasama dengan banyak negara dalam mengimpor alutsista, termasuk AS, Jerman, Inggris, dan Rusia. “Indonesia memiliki akses untuk membeli alutsista kepada hampir semua negara yang memiliki industri pertahanan strategis,” ujar Moeldoko.
Penggantian sejumlah besar alutsista TNI AL dan AU mendesak untuk dilakukan. “F-5 sudah harus dikandangkan, tak boleh dipakai lama-lama lagi,” ujar Panglima TNI. Menurutnya, jika modernisasi angkatan perang RI dapat berjalan cepat dan simultan, maka posisi Indonesia di kawasan Asia Tenggara akan cukup baik lima tahun ke depan.
Indonesia memang punya ambisi untuk menjadi yang terkuat di Asia Tenggara. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro tahun lalu menyatakan 2014 akan menjadi titik tolak kekuatan militer Indonesia.
Target modernisasi alutsista hingga 30 persen MEF pun kini terlampaui karena impor beberapa alutsista terealisasi lebih cepat dari yang direncanakan.Terbentur anggaran Sebuah pesawat patroli maritim Casa NC212 milik Skuadron Udara 800 Wing Udara 1 Puspenerbal, terbang manuver di atas beberapa Kapal Perang RI KRI, saat puncak peringatan HUT Ke-69 TNI di perairan Surabaya, Selasa, 7 Oktober 2014. (ANTARAFOTO/Eric Ireng)
Pembangunan pertahanan Indonesia tak lepas dari dukungan anggaran negara. TNI dalam peringatan HUT-nya secara khusus berterima kasih kepada Komisi I, mitra kerja Kementerian Pertahanan di DPR yang telah menyetujui digelontorkannya anggaran untuk modernisasi alutsista.
Kementerian Pertahanan memperoleh alokasi anggaran terbesar dalam APBN 2014 sebanyak Rp 83,3 triliun, dan kembali diusulkan mendapat jatah anggaran paling besar dalam Rancangan APBN 2015 sebanyak Rp 95 triliun. Meski demikian, jumlah itu belum seberapa dibanding negara-negara Asia Tenggara lain.
Berdasarkan data Bank Dunia, anggaran pertahanan Indonesia sekitar 0,9 persen dari produk domestik bruto. Sementara Singapura mengalokasikan 3,3 persen PDB-nya untuk anggaran pertahanan, yakni US$ 6,8 miliar atau Rp 114 triliun. Bahkan, dari negara-negara Asia Tenggara lainnya, hanya Laos yang persentase alokasi anggaran pertahanannya lebih kecil dari Indonesia.
“Singapura itu lebih banyak senjatanya dari Indonesia. Padahal, ukuran negerinya dan jumlah penduduknya tak seberapa,” kata pengamat politik militer Salim Said. Ia mendukung pertahanan RI dibangun lebih kuat lagi, termasuk dengan menambah radar untuk mendeteksi setiap jengkal wilayah RI.
Penambahan dan modernisasi alutsista kembali ke soal anggaran. Chappy Hakim menyatakan pertahanan negara tak mungkin dibangun hanya dengan mengandalkan anggaran rutin tahunan seperti APBN. Suatu negara memerlukan kekuatan ekonomi besar untuk dapat menjaga wilayahnya.
Chappy mencontohkan, membeli pesawat tempur tak terlalu membantu jika hanya satu atau dua unit. Harus sekaligus satu atau dua skuadron bila serius ingin menjaga seluruh wilayah RI. Indonesia menargetkan memiliki delapan skuadron pesawat tempur pada 2024, antara lain skuadron Sukhoi, Super Tucano, F-16, KAI T-50 Golden Eagle, dan pesawat tanpa awak UAV.Alih teknologi Alutsista
Membangun kekuatan pertahanan tak sekedar mengimpor alutsista. Indonesia mengembangkan produksi dalam negerinya sendiri untuk memenuhi sebagian kebutuhan TNI. RI lewat PT. Pindad misalnya sedang mengembangkan panser Anoa sebagai kendaraan tempur lapis baja yang juga berfungsi untuk angkutan personel.
“Jumlah Anoa yang digunakan TNI cukup besar. Hampir tiga batalion pakai Anoa. Kami juga memiliki satu batalion dengan Anoa yang disiapkan untuk penugasan misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata Moeldoko.
Ada tiga alutsista utama yang diproduksi Pindad, yaitu kendaraan tempur, senjata, dan amunisi. Dalam setahun, Pindad memproduksi 150 juta amunisi, 20 ribu senjata genggam, 100 unit panser Anoa, dan 150 kendaraan tempur ringan Komodo. Sebagian dari alutsista itu juga diekspor ke beberapa negara anggota ASEAN, Timor Leste, Australia, dan Afrika.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan menyatakan TNI harus mengutamakan produsen nasional untuk memenuhi kebutuhannya. Namun impor alutsista juga dapat dilakukan dengan menyertakan proses alih teknologi.
“Oleh karena itu Indonesia harus memposisikan diri sebagai mitra, bukan pembeli. Saat belanja alutsista, kita perlu terlibat sejak awal sehingga bisa mendapat keuntungan alih teknologi dalam proses transaksi,” kata Direktur Utama PT. Pindad Sudirman Said.
Ia menilai industri pertahanan RI saat ini memiliki regulasi hukum cukup kuat dan komprehensif. Belanja alutsista dalam negeri pun dari tahun ke tahun meningkat signifikan. “Pemerintahan SBY telah menciptakan landasan kokoh untuk perkembangan industri pertahanan nasional ke depan,” ujar Sudirman.
Menggunakan alutsista impor maupun produksi dalam negeri, sama pentingnya. “Dalam membangun keseimbangan kekuatan di kawasan, mau tak mau kita harus mengambil alutsista berteknologi canggih dari pihak luar, misalnya pertahanan udara Startreak. Tapi pembangunan alutsista dalam negeri juga harus terus didorong,” kata Moeldoko.
Bila industri pertahanan dalam negeri Indonesia terus didorong dan ditingkatkan, bukan tak mungkin Indonesia di masa depan bisa memproduksi pesawat tempur ringan seperti KT-1B Wong-Bee yang menutup pergelaran alutsista TNI di langit Surabaya.
Enam KT-1B yang diimpor RI dari Korea Selatan itu melakukan atraksi akrobat memukau laksana burung camar. Mereka meliuk-liuk dengan kecepatan tinggi, meluncur tegak lurus ke langit, terjun bebas ke arah laut, dan sambar-menyambar. Penonton menahan nafas, tegang.
Di tengah suasana tegang, dua dari enam pesawat tempur ringan itu tak disangka dengan lihai membentuk lambang hati di udara. Cinta dari TNI untuk rakyat negeri ini, semoga.
Cinta itulah yang harus menjadi landasan Indonesia dalam membangun armada perangnya. Bukan untuk disegani negara lain, tapi untuk menjaga kedaulatan negeri.(agk/ded)
Enam pesawat tempur membelah langit Surabaya pagi itu, Selasa (7/10). Lima unit F-16 Fighting Falcon buatan Amerika Serikat terbang rendah berjajar dari Pangkalan Udara Juanda mengarah ke Pulau Madura.
Cantik, apik.
Selang beberapa detik, raungan bising mengerikan memecah horizon, membuat ngilu gendang telinga. Diiringi angin kencang, satu unit jet Sukhoi Su-27 meluncur dengan kecepatan tinggi di angkasa biru bersaput awan putih.
Garang. Sangar.
Kepulan asap memanjang lurus di cakrawala menandai lintasan sang siluman dari Rusia. Lengkingannya menciutkan nyali, membuat ratusan orang yang berdiri di sepanjang Dermaga Ujung, Surabaya, memekik kaget dan beringsut mundur.
Sang burung besi bengis bermanuver lincah, kontras dengan badan kokohnya yang terkesan kaku. Ia bersalto di udara, berputar 360 derajat menantang angin laut sambil mengeluarkan semacam percikan api, yang fungsi aslinya untuk mengecoh rudal lawan.
Namun bukan musuh yang sedang dihadapi lima F-16 dan sang “siluman” Rusia. Pagi itu mereka beraksi khusus untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang duduk di bangku kehormatan penonton.
Unjuk kekuatan alat utama sistem pertahanan (alutsista) Republik Indonesia berlangsung megah pada Hari Ulang Tahun TNI ke-69 di Markas Komando Armada Timur TNI AL, Dermaga Ujung, Surabaya, Jawa Timur.
Tentara Nasional Indonesia mengerahkan armada dari ketiga matranya –Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara– untuk memamerkan lebih dari 1.600 alutsista modern.
Ini adalah peragaan alutsista Indonesia terbesar dalam sepuluh tahun terakhir. Sebuah kado perpisahan dari TNI untuk SBY, presiden keenam RI dengan latar belakang militer yang menjabat selama dua periode, 2004-2009 dan 2009-2014.
“Terima kasih Bapak Presiden,” demikian tulisan di spanduk yang dibawa terbang oleh pesawat TNI di pengujung acara. Panglima TNI, Jenderal Moeldoko saat wawancara khusus dengan Tim CNN Indonesia di Dermaga Ujung Komando Armada Timur, Surabaya, Senin, 6 Oktober 2014. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam wawancara khusus dengan CNN Indonesia sehari sebelum perayaan HUT TNI, Senin (6/10), mengatakan SBY berjasa besar dalam meningkatkan kekuatan pertahanan RI selama sepuluh tahun pemerintahannya. “SBY melakukan revolusi besar dalam membangun kekuatan militer Indonesia. Di darat, laut, udara, semua seimbang,” kata dia.
Lima tahun lalu, ujar Moeldoko, armada perang Indonesia ketinggalan dibanding negara-negara Asia Tenggara. Namun, kini Indonesia mulai bisa mengejar ketertinggalannya. RI memborong berbagai alutsista dari berbagai negara, dan banyak di antaranya tiba tahun ini.
Namun bukan berarti Indonesia telah sedemikian digdaya. Masih banyak pekerjaan rumah untuk pemerintahan mendatang. Kekuatan tempur TNI belum cukup untuk melindungi seluruh teritorial Indonesia yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke.Negeri Maritim Rasa Kontinental Sejumlah helikopter dan pesawat hercules serta KRI melakukan sailing pass dan flying pass pada Perayaan HUT Ke-69 TNI di Dermaga Ujung Armada RI Kawasan Timur (Armatim), Surabaya, Selasa, 7 Oktober 2014. Sebanyak 526 alat utama sistem persenjataan (alutsista) dikerahkan pada TNI kali ini antara lain 192 unit alustsista dari TNI AD, 195 alutsista dari TNI AL, dan 139 pesawat dari TNI AU. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Panglima TNI menyoroti berbagai pelanggaran oleh pihak asing di Indonesia, terutama di perbatasan laut dan udara. Sebabnya, ada beberapa ruang di sejumlah wilayah di Indonesia yang belum dijaga pasukan TNI. Oleh sebab itu TNI AD, AL, dan AU akan membangun kekuatan baru di perbatasan pada 2015.
Pertahanan yang rapuh mengakibatkan posisi Indonesia rawan di kawasan. Ini terutama terlihat ketika terjadi konflik-konflik di wilayah perbatasan. Perbatasan Indonesia yang rawan antara lain Selat Malaka, Kalimantan Barat, perairan Timor Leste, dan perairan Australia.
Moeldoko mengatakan alutsista yang dimiliki Indonesia sesungguhnya belum cukup untuk menjaga seluruh teritorial negeri ini. “Jika muncul satu trouble spot, maka dapat kita selesaikan. Tapi bila muncul dua trouble spot, kita kesulitan,” ujarnya.
Rencana Jokowi untuk mengawasi wilayah RI dengan pesawat tanpa awak atau drone pun disambut baik. Indonesia sejauh ini telah membeli lima unit drone, dan sedang mengembangkan drone produksi dalam negeri.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Chappy Hakim menilai drone merupakan solusi realistis, efektif, dan murah untuk pertahanan RI.
Moeldoko pun berpendapat serupa. “Panjang garis pantai kita 81 kilometer. Pulau kita begitu banyak. Alur laut kepulauan Indonesia pun terbuka lebar bagi armada asing untuk bisa melintas. Maka pesawat tanpa awak adalah keputusan yang bijaksana untuk direalisasikan,” kata dia.
Chappy berpendapat Indonesia perlu membuat sistem pertahanan sesuai dengan teritorialnya, yang mayoritas terdiri dari pulau dan perairan. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan terbuka terbesar di dunia yang berada pada posisi amat strategis, memiliki sumber daya alam melimpah, dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, membutuhkan angkatan perang yang besar dan kuat untuk menjaga wilayahnya.
“Indonesia mutlak memiliki postur TNI AL dan TNI AU yang tangguh sebagai garda terdepan penjaga Republik,” ujar Chappy. Ia mengkritik sistem pertahanan Indonesia di masa lalu yang lebih mengacu pada pertahanan kontinental ketimbang maritim. Untuk membangun armada perang kepulauan, TNI AL dan AU mutlak memerlukan banyak peralatan tempur.
Pembangunan armada perang ketiga angkatan dalam TNI –AD, AU, dan AL– itulah yang menurut Moeldoko telah dilakukan Presiden SBY. “Semua dibangun seimbang. Tak ada yang didahulukan, tak ada yang ditinggalkan,” kata dia.(agk/ded)Impor Alutsista Canggih Sejumlah helikopter dan pesawat hercules serta KRI melakukan sailing pass dan flying pass pada Perayaan HUT Ke-69 TNI di Dermaga Ujung Armada RI Kawasan Timur (Armatim), Surabaya, Selasa, 7 Oktober 2014. Sebanyak 526 alat utama sistem persenjataan (alutsista) dikerahkan pada TNI kali ini antara lain 192 unit alustsista dari TNI AD, 195 alutsista dari TNI AL, dan 139 pesawat dari TNI AU. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Kekuatan pertahanan RI sesungguhnya baru 38 persen dari kekuatan minimum inti (minimum essential force). Namun, jumlah itu dirasa Moeldoko lebih baik ketimbag tahun-tahun sebelumnya. Ia berharap lima tahun ke depan kekuatan pertahanan Indonesia bisa melampaui MEF sehingga di masa depan armada perang RI bisa menjadi yang terkuat di Asia Tenggara. Terlebih Indonesia akan memiliki F-16 dalam jumlah cukup banyak, dua skuadron. Satu skuadron terdiri dari 16 unit pesawat.
Moeldoko lantas memaparkan PR yang dihadapi pemerintahan Jokowi. Pertama, MEF harus dipenuhi sampai 100 persen. “Masih ada satu periode lagi sampai 2019 untuk mencapai angka 100 persen,” kata dia. “Kedua, modernisasi alutsista. Beberapa alutsista seperti meriam, tank, pesawat F-5, kapal, sudah tua dan tidak layak sehingga harus diganti.”
Dalam rangka modernisasi itu, Indonesia telah memesan kapal selam dan pesawat tempur dari Korea Selatan yang diharapkan rampung dan tiba di tanah air pada 2019, juga peluru kendali dari Tiongkok, artileri dari Spanyol, serta beberapa persenjataan lainnya dari Perancis dan Brasil.
Indonesia pun bekerjasama dengan banyak negara dalam mengimpor alutsista, termasuk AS, Jerman, Inggris, dan Rusia. “Indonesia memiliki akses untuk membeli alutsista kepada hampir semua negara yang memiliki industri pertahanan strategis,” ujar Moeldoko.
Penggantian sejumlah besar alutsista TNI AL dan AU mendesak untuk dilakukan. “F-5 sudah harus dikandangkan, tak boleh dipakai lama-lama lagi,” ujar Panglima TNI. Menurutnya, jika modernisasi angkatan perang RI dapat berjalan cepat dan simultan, maka posisi Indonesia di kawasan Asia Tenggara akan cukup baik lima tahun ke depan.
Indonesia memang punya ambisi untuk menjadi yang terkuat di Asia Tenggara. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro tahun lalu menyatakan 2014 akan menjadi titik tolak kekuatan militer Indonesia.
Target modernisasi alutsista hingga 30 persen MEF pun kini terlampaui karena impor beberapa alutsista terealisasi lebih cepat dari yang direncanakan.Terbentur anggaran Sebuah pesawat patroli maritim Casa NC212 milik Skuadron Udara 800 Wing Udara 1 Puspenerbal, terbang manuver di atas beberapa Kapal Perang RI KRI, saat puncak peringatan HUT Ke-69 TNI di perairan Surabaya, Selasa, 7 Oktober 2014. (ANTARAFOTO/Eric Ireng)
Pembangunan pertahanan Indonesia tak lepas dari dukungan anggaran negara. TNI dalam peringatan HUT-nya secara khusus berterima kasih kepada Komisi I, mitra kerja Kementerian Pertahanan di DPR yang telah menyetujui digelontorkannya anggaran untuk modernisasi alutsista.
Kementerian Pertahanan memperoleh alokasi anggaran terbesar dalam APBN 2014 sebanyak Rp 83,3 triliun, dan kembali diusulkan mendapat jatah anggaran paling besar dalam Rancangan APBN 2015 sebanyak Rp 95 triliun. Meski demikian, jumlah itu belum seberapa dibanding negara-negara Asia Tenggara lain.
Berdasarkan data Bank Dunia, anggaran pertahanan Indonesia sekitar 0,9 persen dari produk domestik bruto. Sementara Singapura mengalokasikan 3,3 persen PDB-nya untuk anggaran pertahanan, yakni US$ 6,8 miliar atau Rp 114 triliun. Bahkan, dari negara-negara Asia Tenggara lainnya, hanya Laos yang persentase alokasi anggaran pertahanannya lebih kecil dari Indonesia.
“Singapura itu lebih banyak senjatanya dari Indonesia. Padahal, ukuran negerinya dan jumlah penduduknya tak seberapa,” kata pengamat politik militer Salim Said. Ia mendukung pertahanan RI dibangun lebih kuat lagi, termasuk dengan menambah radar untuk mendeteksi setiap jengkal wilayah RI.
Penambahan dan modernisasi alutsista kembali ke soal anggaran. Chappy Hakim menyatakan pertahanan negara tak mungkin dibangun hanya dengan mengandalkan anggaran rutin tahunan seperti APBN. Suatu negara memerlukan kekuatan ekonomi besar untuk dapat menjaga wilayahnya.
Chappy mencontohkan, membeli pesawat tempur tak terlalu membantu jika hanya satu atau dua unit. Harus sekaligus satu atau dua skuadron bila serius ingin menjaga seluruh wilayah RI. Indonesia menargetkan memiliki delapan skuadron pesawat tempur pada 2024, antara lain skuadron Sukhoi, Super Tucano, F-16, KAI T-50 Golden Eagle, dan pesawat tanpa awak UAV.Alih teknologi Alutsista
Membangun kekuatan pertahanan tak sekedar mengimpor alutsista. Indonesia mengembangkan produksi dalam negerinya sendiri untuk memenuhi sebagian kebutuhan TNI. RI lewat PT. Pindad misalnya sedang mengembangkan panser Anoa sebagai kendaraan tempur lapis baja yang juga berfungsi untuk angkutan personel.
“Jumlah Anoa yang digunakan TNI cukup besar. Hampir tiga batalion pakai Anoa. Kami juga memiliki satu batalion dengan Anoa yang disiapkan untuk penugasan misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata Moeldoko.
Ada tiga alutsista utama yang diproduksi Pindad, yaitu kendaraan tempur, senjata, dan amunisi. Dalam setahun, Pindad memproduksi 150 juta amunisi, 20 ribu senjata genggam, 100 unit panser Anoa, dan 150 kendaraan tempur ringan Komodo. Sebagian dari alutsista itu juga diekspor ke beberapa negara anggota ASEAN, Timor Leste, Australia, dan Afrika.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan menyatakan TNI harus mengutamakan produsen nasional untuk memenuhi kebutuhannya. Namun impor alutsista juga dapat dilakukan dengan menyertakan proses alih teknologi.
“Oleh karena itu Indonesia harus memposisikan diri sebagai mitra, bukan pembeli. Saat belanja alutsista, kita perlu terlibat sejak awal sehingga bisa mendapat keuntungan alih teknologi dalam proses transaksi,” kata Direktur Utama PT. Pindad Sudirman Said.
Ia menilai industri pertahanan RI saat ini memiliki regulasi hukum cukup kuat dan komprehensif. Belanja alutsista dalam negeri pun dari tahun ke tahun meningkat signifikan. “Pemerintahan SBY telah menciptakan landasan kokoh untuk perkembangan industri pertahanan nasional ke depan,” ujar Sudirman.
Menggunakan alutsista impor maupun produksi dalam negeri, sama pentingnya. “Dalam membangun keseimbangan kekuatan di kawasan, mau tak mau kita harus mengambil alutsista berteknologi canggih dari pihak luar, misalnya pertahanan udara Startreak. Tapi pembangunan alutsista dalam negeri juga harus terus didorong,” kata Moeldoko.
Bila industri pertahanan dalam negeri Indonesia terus didorong dan ditingkatkan, bukan tak mungkin Indonesia di masa depan bisa memproduksi pesawat tempur ringan seperti KT-1B Wong-Bee yang menutup pergelaran alutsista TNI di langit Surabaya.
Enam KT-1B yang diimpor RI dari Korea Selatan itu melakukan atraksi akrobat memukau laksana burung camar. Mereka meliuk-liuk dengan kecepatan tinggi, meluncur tegak lurus ke langit, terjun bebas ke arah laut, dan sambar-menyambar. Penonton menahan nafas, tegang.
Di tengah suasana tegang, dua dari enam pesawat tempur ringan itu tak disangka dengan lihai membentuk lambang hati di udara. Cinta dari TNI untuk rakyat negeri ini, semoga.
Cinta itulah yang harus menjadi landasan Indonesia dalam membangun armada perangnya. Bukan untuk disegani negara lain, tapi untuk menjaga kedaulatan negeri.(agk/ded)
★ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.