Perancis Akan Akui Negara Palestina Aktivis Palestina dari dalam dan luar negeri mencoba memanjat tembok yang didirikan Israel pada November lalu, dalam serangkaian peristiwa yang membuat tensi memanas di Yerusalem. (Reuters/Ammar Awad)
Anggota parlemen Perancis akan melakukan pemungutan suara pada Selasa (2/12) untuk meminta pemerintah mengakui negara Palestina.
Langkah ini merupakan langkah simbolis yang tidak akan segera mempengaruhi sikap diplomatik Perancis tapi cukup mendemonstrasikan ketidaksabaran Eropa terhadap proses perdamaian yang menemui jalan buntu.
Sementara sebagian besar negara-negara berkembang mengakui Palestina sebagai sebuah negara, tidak demikian dengan sebagian besar negara-negara Eropa Barat, yang mendukung posisi Israel dan AS bahwa negara Palestina harus lahir dari negosiasi dengan Israel.
Namun gagalnya proses perundingan damai yang disponsori AS pada April lalu menumbuhkan frustrasi di negara-negara Eropa terhadap Israel.
Palestina mengatakan negosiasi telah gagal dan mereka tidak punya pilihan selain untuk mengejar kemerdekaan secara sepihak.
Pada Oktober, Swedia menjadi negara Eropa terbesar Barat yang mengakui Palestina dan parlemen di Inggris dan Irlandia melakukan pemungutan suara di mana mereka mengakui negara Palestina.
Israel telah secara tegas menentang semua langkah tersebut. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut langkah Perancis sebagai sebuah “kesalahan besar”.
Langkah Perancis, yang diusulkan oleh Partai Sosialis yang berkuasa dan didukung oleh partai-partai sayap kiri serta beberapa partai konservatif, meminta pemerintah untuk "menggunakan pengakuan negara Palestina dengan tujuan menyelesaikan konflik secara definitif".
Berbicara kepada parlemen menjelang pemungutan suara, Menteri Luar Negeri Laurent Fabius mengatakan, pemerintah tidak akan terikat oleh pemungutan suara. Namun ia mengatakan jika upaya perundingan kembali gagal, maka Perancis akan mengakui Palestina sebagai negara.
Dia mendukung jangka waktu dua tahun untuk meluncurkan kembali dan menyimpulkan negosiasi dan mengatakan Paris bekerja pada resolusi Dewan Keamanan PBB.
"Jika upaya akhir untuk mencapai solusi yang dirundingkan gagal, maka Perancis akan harus melakukan apa yang diperlukan dengan mengakui negara Palestina tanpa ditunda," kata Fabius.
Pemungutan suara yang akan dilakukan hari ini, telah meningkatkan tekanan pada pemerintah Perancis untuk lebih aktif dalam isu Palestina.
Sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan lebih dari 60 persen dari warga Perancis mendukung negara Palestina.Pengakuan Palestina Bentrok menjadi rutinitas harian antara warga Palestina dan aparat Israel dalam beberapa bulan terakhir, membuat kekhawatiran akan lahirnya kembali gerakan intifada. (Reuters/Mohamad Torokman)
Parlemen Perancis mengakui negara Palestina setelah pemungutan suara anggota parlemen dengan 339 suara melawan 151 suara pada Selasa (2/12).
Langkah simbolik ini memang tidak secara langsung bisa mempengaruhi kebijakan diplomatik Pernacis, namun merupakan cerminan tekanan dari dalam negeri agar pemerintah Perancis bisa lebih aktif dalam isu perdamaian Israel dan Palestina.
Langkah Perancis, yang diusulkan oleh Partai Sosialis yang berkuasa dan didukung oleh partai-partai sayap kiri serta beberapa partai konservatif, meminta pemerintah untuk "menggunakan pengakuan negara Palestina dengan tujuan menyelesaikan konflik secara definitif".
Baik Menteri Luar Negeri Laurent Fabius dan Perdana Menteri Manuel Valls tidak menghadiri pemungutan suara di parlemen. Pemerintah telah mengatakan tidak akan terikat dengan hasilnya.
"Kami tidak ingin pengakuan simbolis yang hanya akan mengarah pada negara virtual," kata Menteri Eropa Harlem Desir kepada anggota parlemen sebagai reaksi terhadap hasil pemungutan suara. "Kami ingin negara Palestina yang nyata jadi kami ingin memberikan kesempatan untuk negosiasi."
Akhir November lalu, Fabius mengatakan bahwa Perancis mendukung jangka waktu selama dua tahun untuk negosiasi.
"Jika upaya akhir untuk mencapai solusi yang dirundingkan gagal, maka Perancis akan harus melakukan apa yang diperlukan dengan mengakui negara Palestina tanpa ditunda," kata Fabius.
Pengakuan Perancis ini muncul setelah Swedia menjadi negara Eropa terbesar Barat yang mengakui Palestina, serta parlemen Spanyol, Inggris dan Irlandia juga mengakui negara Palestina secara simbolis namun tidak mengikat.
Palestina mengatakan negosiasi dengan Israel telah gagal dan mereka tidak punya pilihan selain untuk mengejar kemerdekaan secara sepihak.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut langkah Perancis sebagai "kesalahan besar".
Sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan lebih dari 60 persen orang Perancis mendukung negara Palestina.
Perancis memiliki populasi Yahudi dan Muslim terbesar di Eropa dan tensi yang meninggi di Timur Tengah cenderung memperburuk ketegangan antara kedua komunitas itu.
Anggota parlemen Perancis akan melakukan pemungutan suara pada Selasa (2/12) untuk meminta pemerintah mengakui negara Palestina.
Langkah ini merupakan langkah simbolis yang tidak akan segera mempengaruhi sikap diplomatik Perancis tapi cukup mendemonstrasikan ketidaksabaran Eropa terhadap proses perdamaian yang menemui jalan buntu.
Sementara sebagian besar negara-negara berkembang mengakui Palestina sebagai sebuah negara, tidak demikian dengan sebagian besar negara-negara Eropa Barat, yang mendukung posisi Israel dan AS bahwa negara Palestina harus lahir dari negosiasi dengan Israel.
Namun gagalnya proses perundingan damai yang disponsori AS pada April lalu menumbuhkan frustrasi di negara-negara Eropa terhadap Israel.
Palestina mengatakan negosiasi telah gagal dan mereka tidak punya pilihan selain untuk mengejar kemerdekaan secara sepihak.
Pada Oktober, Swedia menjadi negara Eropa terbesar Barat yang mengakui Palestina dan parlemen di Inggris dan Irlandia melakukan pemungutan suara di mana mereka mengakui negara Palestina.
Israel telah secara tegas menentang semua langkah tersebut. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut langkah Perancis sebagai sebuah “kesalahan besar”.
Langkah Perancis, yang diusulkan oleh Partai Sosialis yang berkuasa dan didukung oleh partai-partai sayap kiri serta beberapa partai konservatif, meminta pemerintah untuk "menggunakan pengakuan negara Palestina dengan tujuan menyelesaikan konflik secara definitif".
Berbicara kepada parlemen menjelang pemungutan suara, Menteri Luar Negeri Laurent Fabius mengatakan, pemerintah tidak akan terikat oleh pemungutan suara. Namun ia mengatakan jika upaya perundingan kembali gagal, maka Perancis akan mengakui Palestina sebagai negara.
Dia mendukung jangka waktu dua tahun untuk meluncurkan kembali dan menyimpulkan negosiasi dan mengatakan Paris bekerja pada resolusi Dewan Keamanan PBB.
"Jika upaya akhir untuk mencapai solusi yang dirundingkan gagal, maka Perancis akan harus melakukan apa yang diperlukan dengan mengakui negara Palestina tanpa ditunda," kata Fabius.
Pemungutan suara yang akan dilakukan hari ini, telah meningkatkan tekanan pada pemerintah Perancis untuk lebih aktif dalam isu Palestina.
Sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan lebih dari 60 persen dari warga Perancis mendukung negara Palestina.Pengakuan Palestina Bentrok menjadi rutinitas harian antara warga Palestina dan aparat Israel dalam beberapa bulan terakhir, membuat kekhawatiran akan lahirnya kembali gerakan intifada. (Reuters/Mohamad Torokman)
Parlemen Perancis mengakui negara Palestina setelah pemungutan suara anggota parlemen dengan 339 suara melawan 151 suara pada Selasa (2/12).
Langkah simbolik ini memang tidak secara langsung bisa mempengaruhi kebijakan diplomatik Pernacis, namun merupakan cerminan tekanan dari dalam negeri agar pemerintah Perancis bisa lebih aktif dalam isu perdamaian Israel dan Palestina.
Langkah Perancis, yang diusulkan oleh Partai Sosialis yang berkuasa dan didukung oleh partai-partai sayap kiri serta beberapa partai konservatif, meminta pemerintah untuk "menggunakan pengakuan negara Palestina dengan tujuan menyelesaikan konflik secara definitif".
Baik Menteri Luar Negeri Laurent Fabius dan Perdana Menteri Manuel Valls tidak menghadiri pemungutan suara di parlemen. Pemerintah telah mengatakan tidak akan terikat dengan hasilnya.
"Kami tidak ingin pengakuan simbolis yang hanya akan mengarah pada negara virtual," kata Menteri Eropa Harlem Desir kepada anggota parlemen sebagai reaksi terhadap hasil pemungutan suara. "Kami ingin negara Palestina yang nyata jadi kami ingin memberikan kesempatan untuk negosiasi."
Akhir November lalu, Fabius mengatakan bahwa Perancis mendukung jangka waktu selama dua tahun untuk negosiasi.
"Jika upaya akhir untuk mencapai solusi yang dirundingkan gagal, maka Perancis akan harus melakukan apa yang diperlukan dengan mengakui negara Palestina tanpa ditunda," kata Fabius.
Pengakuan Perancis ini muncul setelah Swedia menjadi negara Eropa terbesar Barat yang mengakui Palestina, serta parlemen Spanyol, Inggris dan Irlandia juga mengakui negara Palestina secara simbolis namun tidak mengikat.
Palestina mengatakan negosiasi dengan Israel telah gagal dan mereka tidak punya pilihan selain untuk mengejar kemerdekaan secara sepihak.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut langkah Perancis sebagai "kesalahan besar".
Sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan lebih dari 60 persen orang Perancis mendukung negara Palestina.
Perancis memiliki populasi Yahudi dan Muslim terbesar di Eropa dan tensi yang meninggi di Timur Tengah cenderung memperburuk ketegangan antara kedua komunitas itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.