Senayan Anggota Komisi I DPR Hayono Isman meminta peristiwa terbakarnya kapal perang pesanan TNI Angkatan Laut, KRI Klewang-625 di dermaga Pangkalan TNI AL Banyuwangi, Jatim September 2012 lalu tidak boleh terulang lagi.
Apalagi status kapal tersebut belum menjadi milik TNI Angkatan Laut karena belum diserah terimakan. Namun ia juga berharap, kapal jenis itu tetap dapat diproduksi kembali sebagai upaya modernisasi alutsista TNI AL khususnya.
"Kita sampaikan apresiasi terhadap investor yang mau membuka pabrik pembuatan kapal bagi TNI yang dibangun di Banyuwangi, Jatim tersebut. Meskipun ya mamang kita prihatin dengan terbakarnya kapal perang KRI Klewang itu, tetapi bukan berarti perusahaan itu divonis mati," ujar Hayono Isman di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (13/2).
Hal ini disampaikan Hayono terkait hasil RDP dengan sejumlah Industri Pertahanan untuk membahas sejumlah hal dukungan untuk modernisasi alutsista TNI dari produksi dalam negeri sendiri. RDP dihadiri jajaran pejabat PT PAL, PT DI, PT Dahana, PT Pindad, PT Dok Koja Bahari (DKB), dan dari swastanya PT Lundin Industry Invest," tuturnya.
Hayono juga meminta perusahaan yang mengerjakan kapal perang KRI Klewang itu tetap diberi kesempatan untuk berkembang dan melanjutkan kontrak pengadaan kapal perang lainnya.
Menyikapi terbakarnya KRI Klewang itu sendiri, Komisi I menyerahkan sepenuhnya pada TNI untuk melakukan investigasi untuk mengungkap penyebab dari terbakarnya kapal itu.
"Kalau soal penyebab kebakarnya kapal itu sendiri saya tidak paham, karena teknis sekali penjelasannya. Komisi I DPR intinya hanya minta, kondisi itu diperbaiki agar jangan sampai terulang kembali. Kalau kapal perang mudah terbakar seperti itu, kan repot kita," tegasnya.
KRI Klewang 625 ini didesain sebagai kapal cepat rudal berlambung tiga (trimaran). Kapal yang dibangun dengan biaya Rp 114 miliar ini menggunakan teknologi mutakhir berbahan komposit karbon. PT Lundin mengklaim teknologi komposit karbon merupakan yang pertama di Asia. Kelebihannya, kapal lebih ringan dan irit bahan bakar sehingga bisa melesat denga kecepatan hingga 30 knot.
Perusahaan itu memulai pembuatan Klewang pada 2007 dengan melakukan riset ke sejumlah negara. Pembuatannya baru dilakukan pada 2009 yang didanai dari APBN 2009 hingga APBN 2011 senilai total Rp 114 miliar. Namun sebelum Klewang dioperasikan oleh TNI AL, kapal sepanjang 63 meter itu terbakar hebat hingga ludes. TNI AL menilai insiden itu menjadi tanggung jawab PT Lundin karena belum diserahterimakan kepada TNI AL.
Apalagi status kapal tersebut belum menjadi milik TNI Angkatan Laut karena belum diserah terimakan. Namun ia juga berharap, kapal jenis itu tetap dapat diproduksi kembali sebagai upaya modernisasi alutsista TNI AL khususnya.
"Kita sampaikan apresiasi terhadap investor yang mau membuka pabrik pembuatan kapal bagi TNI yang dibangun di Banyuwangi, Jatim tersebut. Meskipun ya mamang kita prihatin dengan terbakarnya kapal perang KRI Klewang itu, tetapi bukan berarti perusahaan itu divonis mati," ujar Hayono Isman di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (13/2).
Hal ini disampaikan Hayono terkait hasil RDP dengan sejumlah Industri Pertahanan untuk membahas sejumlah hal dukungan untuk modernisasi alutsista TNI dari produksi dalam negeri sendiri. RDP dihadiri jajaran pejabat PT PAL, PT DI, PT Dahana, PT Pindad, PT Dok Koja Bahari (DKB), dan dari swastanya PT Lundin Industry Invest," tuturnya.
Hayono juga meminta perusahaan yang mengerjakan kapal perang KRI Klewang itu tetap diberi kesempatan untuk berkembang dan melanjutkan kontrak pengadaan kapal perang lainnya.
Menyikapi terbakarnya KRI Klewang itu sendiri, Komisi I menyerahkan sepenuhnya pada TNI untuk melakukan investigasi untuk mengungkap penyebab dari terbakarnya kapal itu.
"Kalau soal penyebab kebakarnya kapal itu sendiri saya tidak paham, karena teknis sekali penjelasannya. Komisi I DPR intinya hanya minta, kondisi itu diperbaiki agar jangan sampai terulang kembali. Kalau kapal perang mudah terbakar seperti itu, kan repot kita," tegasnya.
KRI Klewang 625 ini didesain sebagai kapal cepat rudal berlambung tiga (trimaran). Kapal yang dibangun dengan biaya Rp 114 miliar ini menggunakan teknologi mutakhir berbahan komposit karbon. PT Lundin mengklaim teknologi komposit karbon merupakan yang pertama di Asia. Kelebihannya, kapal lebih ringan dan irit bahan bakar sehingga bisa melesat denga kecepatan hingga 30 knot.
Perusahaan itu memulai pembuatan Klewang pada 2007 dengan melakukan riset ke sejumlah negara. Pembuatannya baru dilakukan pada 2009 yang didanai dari APBN 2009 hingga APBN 2011 senilai total Rp 114 miliar. Namun sebelum Klewang dioperasikan oleh TNI AL, kapal sepanjang 63 meter itu terbakar hebat hingga ludes. TNI AL menilai insiden itu menjadi tanggung jawab PT Lundin karena belum diserahterimakan kepada TNI AL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.