Presiden SBY akan mendapatkan kado istimewa di bulan Agustus 2013, berupa Indonesia Air Force One BBJ2 yang siap mengantar Presiden untuk kunjungan ke dalam maupun luar negeri. Keberadaan pesawat kepresidenan ini diharapkan membantu kinerja presiden, khususnya ketika melakukan lawatan ke tempat yang jauh. Terbang ke luar negeri selama belasan jam, bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Apalagi ketika masuk jam tidur, tidak bisa merebahkan secara sempurna.
Pesawat kepresidenan nanti, dilengkapi dengan kamar tidur utama, kamar mandi dengan shower, ruang konferensi/ruang makan, dan kamar tamu. Badan pesawat terdiri dari dua lantai dan memiliki tempat duduk hingga 70 penumpang dengan konfigurasi mewah. Presiden akan merasa berada di rumah atau di ruang kerja, membuat energinya tidak habis terserap dengan kepenatan penerbangan yang panjang. Boeing 737-8U3(BBJ2) juga akan dilengkapi dengan alat komunikasi yang canggih serta sistem keamanan modern.
Dari hitung-hitungan biaya, Pesawat kepresidenan ini bisa digunakan selama 35 tahun, sehingga Presiden berikutnya masih bisa menggunakan pesawat Boeing 737-8U3, setelah masa jabatan Presiden SBY habis tahun 2014. Kementerian Sekretariat Negara telah melakukan kalkulasi pada tahun 2009, bahwa pembelian pesawat kepresidenan akan lebih efektif untuk jangka panjang dibandingkan menyewa pesawat.
Pesawat Boeing 737-8U3(BBJ2) Indonesian Air Force dibeli Indonesia seharga US$ 91,2 juta atau sekitar Rp 820 miliar, dengan rincian: US$ 58,6 juta untuk badan pesawat, US$27 juta untuk interior kabin, US$ 4,5 juta untuk sistem keamanan, dan US$1,1 juta untuk biaya administrasi.
Pesawat ini dibeli dengan cara dicicil tiga kali sejak tahun 2010. Beberapa fitur tambahan dari Boeing Business Jet 2 antara lain: Enam tangki bahan bakar di badan pesawat agar bisa terbang nonstop selama 10-12 jam, sistem keamanan serta interior cabin.
Kriteria dan spesifikasi pesawat kepresidenan adalah: mampu terbang selama 10-12 jam, mampu mendarat di bandara kecil, memiliki kapasitas sesuai rombongan presiden ( 70 orang), memiliki peralatan navigasi, komunikasi, cabin insulation dan inflight entertainment khusus.
Boeing BBJ2 memiliki panjang sekitar 39,5 meter, panjang sayap 35,8 meter, tinggi ekor 12,5 meter dan memiliki diameter 3,73 meter. Untuk interiornya, BBJ2 memiliki panjang 29,97 meter, dengan tinggi 2,16 meter dan lebar 3,53 meter.
BBJ 2 dibeli pemerintah sebagai upaya efisiensi. Pertimbangannya bila menyewa pesawat Garuda, ongkosnya lebih mahal. “Untuk kepentingan efisien, jangka menengah dan panjang, agar digunakan setiap saat tanpa mengganggu jadwal Garuda, maka diadakan pesawat sendiri,” ujar Presiden SBY awal tahun 2012.
Selama ini, Presiden SBY menyewa pesawat jenis 787-800 NG untuk penerbangan domestik dan Airbus jenis A330 untuk penerbangan jarak jauh atau internasional.
Di 68 tahun kemerdekaannya nanti, Indonesia akhirnya mampu membeli Pesawat Kepresidenan super canggih Air Force One Indonesia.
Pesawat kepresidenan nanti, dilengkapi dengan kamar tidur utama, kamar mandi dengan shower, ruang konferensi/ruang makan, dan kamar tamu. Badan pesawat terdiri dari dua lantai dan memiliki tempat duduk hingga 70 penumpang dengan konfigurasi mewah. Presiden akan merasa berada di rumah atau di ruang kerja, membuat energinya tidak habis terserap dengan kepenatan penerbangan yang panjang. Boeing 737-8U3(BBJ2) juga akan dilengkapi dengan alat komunikasi yang canggih serta sistem keamanan modern.
“Ya, Indonesia telah melakukan order khusus untuk Boeing Business Jet,” ujar Media Relations Boeing Commercial Airplanes AS, Doug Alder kepada wartawan, Selasa (4/6/2013).
Dari hitung-hitungan biaya, Pesawat kepresidenan ini bisa digunakan selama 35 tahun, sehingga Presiden berikutnya masih bisa menggunakan pesawat Boeing 737-8U3, setelah masa jabatan Presiden SBY habis tahun 2014. Kementerian Sekretariat Negara telah melakukan kalkulasi pada tahun 2009, bahwa pembelian pesawat kepresidenan akan lebih efektif untuk jangka panjang dibandingkan menyewa pesawat.
Pesawat Boeing 737-8U3(BBJ2) Indonesian Air Force dibeli Indonesia seharga US$ 91,2 juta atau sekitar Rp 820 miliar, dengan rincian: US$ 58,6 juta untuk badan pesawat, US$27 juta untuk interior kabin, US$ 4,5 juta untuk sistem keamanan, dan US$1,1 juta untuk biaya administrasi.
Pesawat ini dibeli dengan cara dicicil tiga kali sejak tahun 2010. Beberapa fitur tambahan dari Boeing Business Jet 2 antara lain: Enam tangki bahan bakar di badan pesawat agar bisa terbang nonstop selama 10-12 jam, sistem keamanan serta interior cabin.
Interior BBJ2 (Foto by Boeing) |
Kamar Tidur BBJ2 (Foto by Boeing) |
Kamar Mandi Shower (Foto by Boeing) |
Dapur BBJ2 (Foto by Boeing) |
Boeing Business Jet 2 (Foto: FlightSim.com) |
Kriteria dan spesifikasi pesawat kepresidenan adalah: mampu terbang selama 10-12 jam, mampu mendarat di bandara kecil, memiliki kapasitas sesuai rombongan presiden ( 70 orang), memiliki peralatan navigasi, komunikasi, cabin insulation dan inflight entertainment khusus.
Boeing BBJ2 memiliki panjang sekitar 39,5 meter, panjang sayap 35,8 meter, tinggi ekor 12,5 meter dan memiliki diameter 3,73 meter. Untuk interiornya, BBJ2 memiliki panjang 29,97 meter, dengan tinggi 2,16 meter dan lebar 3,53 meter.
BBJ 2 dibeli pemerintah sebagai upaya efisiensi. Pertimbangannya bila menyewa pesawat Garuda, ongkosnya lebih mahal. “Untuk kepentingan efisien, jangka menengah dan panjang, agar digunakan setiap saat tanpa mengganggu jadwal Garuda, maka diadakan pesawat sendiri,” ujar Presiden SBY awal tahun 2012.
Selama ini, Presiden SBY menyewa pesawat jenis 787-800 NG untuk penerbangan domestik dan Airbus jenis A330 untuk penerbangan jarak jauh atau internasional.
Di 68 tahun kemerdekaannya nanti, Indonesia akhirnya mampu membeli Pesawat Kepresidenan super canggih Air Force One Indonesia.
● JKGR
Hemm" tuggangan bos joko widodo !!?
BalasHapusironis: sekolah runtuh, jembatan ambruk, berobat masih susah, kemiskinan dimana-mana, banjir dan bencana masih ada yg belum selesai recovery nya.
BalasHapuskorea selatan kepala negaranya memakai punya DI begitu juga dgn Malaysia.
IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS!
IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS!
IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS!
IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS!
IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS!
IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS!
IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS! IRONIS!