Laksama Pertama Harmin Sarana -- MTVN/Hardiat Dani Satria
Laksamana Pertama (Purn) Harmin Sarana seorang Tiongkok yang sukses berkarir di TNI. Pria yang masuk TNI pada 1978 itu menilai, masyarakat kerap keliru melihat hubungan etnis Tionghoa dengan Kemiliteran.
TNI, kata Harmin, tidak mengenal diskriminasi. Ia merasa tidak pernah ada penguncilan dalam proses seleksi, pembinaan, sampai ia berpangkat bintang satu.
“Kalau kita tidak pernah mengeluh dan takut akan tugas,malah kita ambil tugas yang paling berat dan apabila tidak ada orang lain yang mau menolong, orang akan mengapresiasi dan tidak akan melihat warna kulit kita,” kata dia saat dalam peluncuran buku “Tionghoa dalam Sejarah Kemiliteran Sejak Nusantara Sampai Indonesia” di Gedung Joang 45, Jalan Menteng Raya No. 31, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2014).
Saat berdinas di Marinir, Harmin merasakan persaudaraan yang begitu kuat dengan teman-temannya. Orang justru takjub melihat sosok Harmin yang mengenaikan seragam Marinir dan pistol di tangan.
“Saya datang ke Glodok, orang-orang pada melotot melihat saya, jadi sesuatu barang langka,” ujar Harmin.
Selain itu, Harmin juga memastikan tidak ada pandang bulu di proses seleksi TNI. Pasalnyam, Harmin sempat menjadi tim penerimaan pusat di Akabri. "Kata-kata 'Kamu keturunan apa?' tidak ada,” tegas Harmin.
Harmin juga mengaku tak pernah mengistimewakan sesama warga Tiongkok. Ia bahkan pernah menolak seorang pemuda Tiongkok lain. “Saya sendiri memutuskan dia tidak diterima. Karena dari segi kesehatan memang menurut saya tidak layak, bukan karena ras,” jelas Harmin.
Untuk itu, Harmin menghimbau masyarakat menghapuskan stigma negatif etnis Tiongkok dalam ranah militer. “Jadi saya sampaikan kepada Gema Inti, pemuda-pemuda Tionghoa, jangan punya rasa minder. Kita adalah Indonesia, kita bagian dari Indoensia. Buktikan Kita memang layak untuk aktif dalam kegiatan kemiliteran,” imbau Harmin.Warga Tionghoa Diharapkan Tidak Takut Masuk MiliterSampai saat ini warga Tionghoa dinilai takut untuk masuk ke dalam kemiliteran Indonesia. Untuk itu, harus ada perubahan aturan kebijakan kesetaraan agar adanya perubahan.
"Harus ada perubahan aturan kebijakan kesamaan kesataraan yang sama di tingkat UU. Agar para warga Tionghoa ini tidak lagi minder," ujar Pengamat Militer LIPI Jaleswari Pramodharwardani.
Jaleswari mengatakan diacara peluncuran buku 'Tionghoa Dalam Sejarah Kemiliteran Sejak Nusantara Sampai Indonesia' di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2014). Selain Jaleswari, pembicara yang hadir ialah Mayjen TNI Gede Sumerta dari Universitas Pertahanan dan Asintel Kodam Jaya, Sony Aprianto.
Bagi Jaleswari, dengan adanya peluncuran buku ini akan membuka mata warga Tionghoa bahwa mereka sama. Tidak ada perbedaan jika mereka masuk kedalam dunia militer Indonesia.
"Jadi kontribusi buku ini cara kita lihat kebhinnekaan kita," ujar Jaleswari.
Dilain pihak, Asintel Kodam Jaya, Sony Aprianto juga mengajak para warga Tionghoa untuk bergabung. Karena sampai saat ini warga Tionghoa hanya berada dalam posisi yang umum saja.
"Jadi saya mengajak saudara kami lebih peran aktif lagi untuk ikut serta bela negara," tutupnya.
★ metronews | detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.