Kementerian Pertahanan tunda beli persenjataan Menteri Pertahanan, Ryamizad Ryacudu, mengatakan, alokasi anggaran kementerian itu pada 2016 lebih difokuskan untuk membangun insfrastruktur perbatasan negara sehingga pembelian persenjataan ditunda.
Yang terakhir, Kementerian Pertahanan mengumumkan pembelian satu batch Sukhoi Su-35BM sebagai pengganti F-5E/F Tiger II di Skuadron Udara 14 TNI AU, dengan alasan Su-35BM itulah yang paling mampu memberi daya penggentar di kawasan.
Padahal biaya operasionalnya tinggi dengan skema transfer teknologi yang belum pernah diungkap jelas dan rinci kepada publik sebagai pemenuhan amanat UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan. Rusia melalui Rosoboronexport tidak pernah mengungkap ini secara jelas.
Bicara soal infrastruktur di perbatasan negara itu, yang dia maksud itu terutama di Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, di mana China sangat agresif dan tidak malu-malu lagi menafikan aturan diplomasi internasional untuk memaksakan klaim sepihak mereka atas laut itu.
"Pembelian pesawat belum menjadi prioritas, bukan tidak jadi namun ditunda, namun yang penting saat ini menghadapi situasi yang memanas di Laut Tiongkok Selatan," katanya, di Ruang Rapat Komisi I DPR, Jakarta, Senin.
China alias Tiongkok sejak beberapa tahun terakhir makin agresif, yang dikhawatirkan bisa memicu kehadiran kembali Amerika Serikat di Laut China Selatan dan sekitarnya, apalagi Filipina --sekutu Amerika Serikat-- punya masalah berat atas klaim sepihak China di Laut China Selatan ini.
Ada empat negara ASEAN yang berhadapan dengan China tentang Laut China Selatan ini secara sendiri-sendiri, yaitu Viet Nahm, Brunei Darussalam, Filipina, dan Malaysia. Indonesia bukan negara yang mengajukan klaim, namun berbatasan langsung secara geografis dan penting secara politik kawasan.
Menurut dia, Indonesia memiliki hubungan baik dengan kedua negara itu (Amerika Serikat dan China), namun kondisi memanas di wilayah itu maka Indonesia tidak boleh hanya diam.
"Indonesia tidak ada masalah dengan AS dan Tiongkok. Kita punya alutsista, seperti kapal dan pesawat namun yang penting adalah landasan (di Pulau Natuna)," ujarnya. Arsenal dan sistem pendukung arsenal TNI banyak yang berasal dari Amerika Serikat atau minimal dari Barat.
Sejauh ini belum ada wahana perang Indonesia berasal dari China, kecuali beberapa peluru kendali, di antaranya peluru kendali panggul perorangan QW-1 dan peluru kendali permukaan-ke-permukaan C-802.
Ryacudu menilai landas pacu di Kepulauan Natuna saat ini tidak bisa digunakan untuk pesawat tempur namun hanya bisa untuk pesawat angkut. "Pesawat tempur bisa menghisap krikil (apabila landasan rusak) dan menyebabkan mesin pecah," katanya.
Lampu-lampu dan radar yang ada di landas pacu akan diperbaharui. Selain itu menurut dia UAV alias drone juga akan diperbaiki sehingga para prajurit bisa menambah jarak pengawasan dan pengamatan tempurnya hingga 60 kilometer.
"Di wilayah yang netral adalah Indonesia dan Thailand, namun kalau ada negara yang berpihak kepada AS dan Tiongkok. Kalau sudah ada blok seperti itu, bisa saja terjadi perang maka Indonesia harus mendamaikan," katanya.
Dia dan sejumlah petinggi Kementerian Pertahanan baru-baru ini datang ke Kepulauan Natuna.
Selain itu dermaga pelabuhan di sana juga sangat memprihatinkan. Alih-alih untuk kapal perang tambat, untuk kapal biasa saja beresiko tinggi karena kayu-kayunya sudah lapuk.Akhir Bulan, Menhan Bahas Pembelian SU-35 dengan Rusia Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu memastikan akhir bulan ini, pihaknya akan melakukan pertemuan dengan perwakilan Rusia terkait rencana pembelian pesawat tempur Sukhoi SU-35.
“Sudah ada instruksi dari presiden, akhir bulan ini rencananya pertemuan digelar,” kata dia di Kompleks DPR, Jakarta, Senin (21/9/2015).
Ryamizard mengatakan, saat ini alat utama sistem persenjataan (alutsista), khususnya jenis pesawat tempur yang dimiliki Indonesia sudah uzur. Hingga saat ini, TNI AU masih menggunakan pesawat tempur F-5 Tiger yang sudah berusia sekira 40 tahun.
Menurut Ryamirzad, pihaknya akan membeli pesawat tempur generasi terbaru itu secara bertahap. Sesuai dengan alokasi anggaran yang diberikan pemerintah untuk pembelian Sukhoi SU-35 tersebut.
"Itu sudah diproses pemerintah," tuturnya.
Ryamirzad menuturkan, saking uzurnya pesawat tempur jenis F-5 yang dimiliki TNI AU, membuat sebagian pilot enggan menggunakannya. Sebab itu, ia berharap pembelian SU-35 sebagai pengganti, dapat dilakukan secepatnya.
"F-5 kan sudah 40 tahun, pilot terbang aja kan takut, maknaya harus beli yang baru. Tapi bertahap dan tidak beli satu skadron sekaligus," tuturnya. (fds)
Yang terakhir, Kementerian Pertahanan mengumumkan pembelian satu batch Sukhoi Su-35BM sebagai pengganti F-5E/F Tiger II di Skuadron Udara 14 TNI AU, dengan alasan Su-35BM itulah yang paling mampu memberi daya penggentar di kawasan.
Padahal biaya operasionalnya tinggi dengan skema transfer teknologi yang belum pernah diungkap jelas dan rinci kepada publik sebagai pemenuhan amanat UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan. Rusia melalui Rosoboronexport tidak pernah mengungkap ini secara jelas.
Bicara soal infrastruktur di perbatasan negara itu, yang dia maksud itu terutama di Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, di mana China sangat agresif dan tidak malu-malu lagi menafikan aturan diplomasi internasional untuk memaksakan klaim sepihak mereka atas laut itu.
"Pembelian pesawat belum menjadi prioritas, bukan tidak jadi namun ditunda, namun yang penting saat ini menghadapi situasi yang memanas di Laut Tiongkok Selatan," katanya, di Ruang Rapat Komisi I DPR, Jakarta, Senin.
China alias Tiongkok sejak beberapa tahun terakhir makin agresif, yang dikhawatirkan bisa memicu kehadiran kembali Amerika Serikat di Laut China Selatan dan sekitarnya, apalagi Filipina --sekutu Amerika Serikat-- punya masalah berat atas klaim sepihak China di Laut China Selatan ini.
Ada empat negara ASEAN yang berhadapan dengan China tentang Laut China Selatan ini secara sendiri-sendiri, yaitu Viet Nahm, Brunei Darussalam, Filipina, dan Malaysia. Indonesia bukan negara yang mengajukan klaim, namun berbatasan langsung secara geografis dan penting secara politik kawasan.
Menurut dia, Indonesia memiliki hubungan baik dengan kedua negara itu (Amerika Serikat dan China), namun kondisi memanas di wilayah itu maka Indonesia tidak boleh hanya diam.
"Indonesia tidak ada masalah dengan AS dan Tiongkok. Kita punya alutsista, seperti kapal dan pesawat namun yang penting adalah landasan (di Pulau Natuna)," ujarnya. Arsenal dan sistem pendukung arsenal TNI banyak yang berasal dari Amerika Serikat atau minimal dari Barat.
Sejauh ini belum ada wahana perang Indonesia berasal dari China, kecuali beberapa peluru kendali, di antaranya peluru kendali panggul perorangan QW-1 dan peluru kendali permukaan-ke-permukaan C-802.
Ryacudu menilai landas pacu di Kepulauan Natuna saat ini tidak bisa digunakan untuk pesawat tempur namun hanya bisa untuk pesawat angkut. "Pesawat tempur bisa menghisap krikil (apabila landasan rusak) dan menyebabkan mesin pecah," katanya.
Lampu-lampu dan radar yang ada di landas pacu akan diperbaharui. Selain itu menurut dia UAV alias drone juga akan diperbaiki sehingga para prajurit bisa menambah jarak pengawasan dan pengamatan tempurnya hingga 60 kilometer.
"Di wilayah yang netral adalah Indonesia dan Thailand, namun kalau ada negara yang berpihak kepada AS dan Tiongkok. Kalau sudah ada blok seperti itu, bisa saja terjadi perang maka Indonesia harus mendamaikan," katanya.
Dia dan sejumlah petinggi Kementerian Pertahanan baru-baru ini datang ke Kepulauan Natuna.
Selain itu dermaga pelabuhan di sana juga sangat memprihatinkan. Alih-alih untuk kapal perang tambat, untuk kapal biasa saja beresiko tinggi karena kayu-kayunya sudah lapuk.Akhir Bulan, Menhan Bahas Pembelian SU-35 dengan Rusia Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu memastikan akhir bulan ini, pihaknya akan melakukan pertemuan dengan perwakilan Rusia terkait rencana pembelian pesawat tempur Sukhoi SU-35.
“Sudah ada instruksi dari presiden, akhir bulan ini rencananya pertemuan digelar,” kata dia di Kompleks DPR, Jakarta, Senin (21/9/2015).
Ryamizard mengatakan, saat ini alat utama sistem persenjataan (alutsista), khususnya jenis pesawat tempur yang dimiliki Indonesia sudah uzur. Hingga saat ini, TNI AU masih menggunakan pesawat tempur F-5 Tiger yang sudah berusia sekira 40 tahun.
Menurut Ryamirzad, pihaknya akan membeli pesawat tempur generasi terbaru itu secara bertahap. Sesuai dengan alokasi anggaran yang diberikan pemerintah untuk pembelian Sukhoi SU-35 tersebut.
"Itu sudah diproses pemerintah," tuturnya.
Ryamirzad menuturkan, saking uzurnya pesawat tempur jenis F-5 yang dimiliki TNI AU, membuat sebagian pilot enggan menggunakannya. Sebab itu, ia berharap pembelian SU-35 sebagai pengganti, dapat dilakukan secepatnya.
"F-5 kan sudah 40 tahun, pilot terbang aja kan takut, maknaya harus beli yang baru. Tapi bertahap dan tidak beli satu skadron sekaligus," tuturnya. (fds)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.