Delapan Hari Bertahan Makan Ubi infografis [detik] ♆
Dua warga negara Indonesia Sudirman dan Badar akhirnya dibebaskan kelompok bersenjata yang menyandera mereka di Papua Nugini. Mereka dibebaskan dalam kondisi lemah setelah sepekan lebih berada di hutan rimba.
Mendapat perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara, Jayapura, Papua, keduanya menuturkan hari-hari selama penyanderaan.
Sudirman mengatakan, kejadian penyanderaan bermula pada tanggal 9 September lalu saat ia tengah bekerja menarik kayu bersama Badar di Kampung Skopro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua.
Sekitar pukul 08.00 waktu setempat, keduanya didatangi tujuh orang tak dikenal. Enam diantaranya menenteng senjata api dan panah.
Dalam todongan senjata dan ancaman, keduanya dibawa orang-orang tersebut melintasi perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini. "Sekitar 100 meter dari papan nama perbatasan," kata Sudirman saat ditemui di RS Bhayangkara.
Saat Dalam perjalanan membawa keduanya ke Papua Nugini, kelompok tersebut diketahui sempat menembak penebang kayu yang lain, Kuba Marmahu.
Sudirman mengaku sejak pertama kali disandera itu, ia harus berjalan kaki selama 11 jam. Selanjutnya di bawah todongan senjata, ia sering dibawa berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran tentara Papua Nugini.
Pemerintah RI memang meminta bantuan pemerintah Papua Nugini untuk membebaskan keduanya. Sejak diketahui ada penyanderaan di wilayah, pemerintah Papua Nugini juga memberikan bantuan penuh dan terus menjalin komunikasi dengan RI.
Rekan Sudirman, Badar menambahkan, hari ketiga disandera, kelompok bersenjata tersebut mulai menyiksa. "Ditelanjangi, ditendang, dipukul pakai senapan di perut ini," kata Badar.
Tak tahan dengan perlakuan para penyandera, dua pria asal Buton, Sulawesi Tenggara ini sempat kabur. Namun karena lebatnya hutan di Pulau Papua, mereka malah tersesat dan akhirnya tertangkap lagi.
Selama delapan hari keduanya bertahan hidup. Satu-satunya makanan yang dikonsumsi adalah ubi yang direbus atau dibakar yang diberikan kelompok penyandera.
Meski dengan tubuh lemah karena makanan terbatas serta harus berpindah-pindah tempat, keduanya mampu bertahan.
Delapan hari setelah mereka disandera, kelompok bersenjata itu menyerahkan ke tentara Papua Nugini.
"Tanggal 17 September sekitar jam 4 sore, kami diantar ke tentara PNG (Papua Nugini)," kata Sudirman. Proses penyerahan dilakukan di rumah kepala desa setempat di negara tetangga tersebut.
Selanjutnya otoritas setempat menyerahkan dua WNI itu ke perwakilan Republik Indonesia di PNG sebelum dibawa ke Jayapura untuk mendapat perawatan intensif.
Sampai saat ini keduanya mengaku tidak tahu motif penyanderaan. Sudirman dan Badar hanya bersyukur bisa dibebaskan dan kembali ke tanah air. Saat ini keduanya ditempatkan di ruang Cendrawasih RS Bhayangkara dengan penjagaan ketat Polda Papua. (sur)WNI Korban Penyanderaan Mengaku Disiksa dan Jalan Kaki 11 Jam infografis [detik] ♆
Warga negara Indonesia korban penyanderaan, Sudirman dan Badar mengaku kerap disiksa oleh kelompok penyandera. Tak hanya disiksa, dalam kondisi terikat mereka juga dipaksa berjalan kaki selama 11 jam untuk berpindah-pindah tempat.
Setelah dibebaskan kemarin, Sudirman dan Badar mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit Bhayangkara, Jayapura, Papua.
Sudirman mengaku, penyanderaan bermulai saat ia bekerja menebang kayu bersama Sudirman di Kampung Skopor, Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua.
Saat sedang bekerja, mereka didatangi oleh oleh tujuh orang, enam di antaranya membawa senjata api.
"Kami dibawa ke perbatasan PNG (Papua Nugini)," kata Sudirman, Sabtu (19/9) di RS Bhayangkara. Jayapura.
Ketika sedang membawa Sudirman dan Badar, kelompok penyandera mendengar suara mesin pemotong kayu yang dioperasikan oleh salah seorang rekan mereka, Kuba Marmahu. Empat orang penyandera segera menuju lokasi di mana Kuba bekerja. Sementara tiga orang lainnya menjaga Badar dan Sudirman.
Badar mengaku tak tahu kejadian yang menimpa rekannya itu. Namun saat itu ia mendengar suara letusan dari tempat Kuba bekerja. Belakangan diketahui Kuba ditembak oleh kelompok tersebut.
Kelompok bersenjata itu kemudian membawa Sudirman dan Badar berpindah tempat. Mereka berjalan kaki sejak pagi sekitar pukul 09.00 waktu setempat dan baru berhenti sekitar pukul 20.00. "Kami lewat hutan Victoria," kata Sudirman.
Sementara Badar mengaku selama disandera kelompok ini, mereka kerap disiksa. "Kami ditelanjangi, ditendang, dipukul pakai senapan di perut," katanya.
Para penyandera menurut Badar tak menyebutkan nama mereka. Yang ia tahu, ada lebih belasan orang dalam kelompok ini. Semua membawa senjata api, panah, dan parang.
Selama sembilan hari mereka disandera oleh kelompok ini. Keduanya mengaku bertahan hidup karena diberi makan ubi yang dibakar atau direbus oleh penyandera.
Selama penyanderaan, mereka kerap berpindah tempat untuk menghindari kejaran tentara PNG.
Mereka mengaku dibebaskan Kamis (17/9) sore lalu oleh kelompok ini. Keduanya diserahkan pada tentara PNG di sebuah sungai dekat rumah kepala desa setempat. (sur/sur)
Dua warga negara Indonesia Sudirman dan Badar akhirnya dibebaskan kelompok bersenjata yang menyandera mereka di Papua Nugini. Mereka dibebaskan dalam kondisi lemah setelah sepekan lebih berada di hutan rimba.
Mendapat perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara, Jayapura, Papua, keduanya menuturkan hari-hari selama penyanderaan.
Sudirman mengatakan, kejadian penyanderaan bermula pada tanggal 9 September lalu saat ia tengah bekerja menarik kayu bersama Badar di Kampung Skopro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua.
Sekitar pukul 08.00 waktu setempat, keduanya didatangi tujuh orang tak dikenal. Enam diantaranya menenteng senjata api dan panah.
Dalam todongan senjata dan ancaman, keduanya dibawa orang-orang tersebut melintasi perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini. "Sekitar 100 meter dari papan nama perbatasan," kata Sudirman saat ditemui di RS Bhayangkara.
Saat Dalam perjalanan membawa keduanya ke Papua Nugini, kelompok tersebut diketahui sempat menembak penebang kayu yang lain, Kuba Marmahu.
Sudirman mengaku sejak pertama kali disandera itu, ia harus berjalan kaki selama 11 jam. Selanjutnya di bawah todongan senjata, ia sering dibawa berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran tentara Papua Nugini.
Pemerintah RI memang meminta bantuan pemerintah Papua Nugini untuk membebaskan keduanya. Sejak diketahui ada penyanderaan di wilayah, pemerintah Papua Nugini juga memberikan bantuan penuh dan terus menjalin komunikasi dengan RI.
Rekan Sudirman, Badar menambahkan, hari ketiga disandera, kelompok bersenjata tersebut mulai menyiksa. "Ditelanjangi, ditendang, dipukul pakai senapan di perut ini," kata Badar.
Tak tahan dengan perlakuan para penyandera, dua pria asal Buton, Sulawesi Tenggara ini sempat kabur. Namun karena lebatnya hutan di Pulau Papua, mereka malah tersesat dan akhirnya tertangkap lagi.
Selama delapan hari keduanya bertahan hidup. Satu-satunya makanan yang dikonsumsi adalah ubi yang direbus atau dibakar yang diberikan kelompok penyandera.
Meski dengan tubuh lemah karena makanan terbatas serta harus berpindah-pindah tempat, keduanya mampu bertahan.
Delapan hari setelah mereka disandera, kelompok bersenjata itu menyerahkan ke tentara Papua Nugini.
"Tanggal 17 September sekitar jam 4 sore, kami diantar ke tentara PNG (Papua Nugini)," kata Sudirman. Proses penyerahan dilakukan di rumah kepala desa setempat di negara tetangga tersebut.
Selanjutnya otoritas setempat menyerahkan dua WNI itu ke perwakilan Republik Indonesia di PNG sebelum dibawa ke Jayapura untuk mendapat perawatan intensif.
Sampai saat ini keduanya mengaku tidak tahu motif penyanderaan. Sudirman dan Badar hanya bersyukur bisa dibebaskan dan kembali ke tanah air. Saat ini keduanya ditempatkan di ruang Cendrawasih RS Bhayangkara dengan penjagaan ketat Polda Papua. (sur)WNI Korban Penyanderaan Mengaku Disiksa dan Jalan Kaki 11 Jam infografis [detik] ♆
Warga negara Indonesia korban penyanderaan, Sudirman dan Badar mengaku kerap disiksa oleh kelompok penyandera. Tak hanya disiksa, dalam kondisi terikat mereka juga dipaksa berjalan kaki selama 11 jam untuk berpindah-pindah tempat.
Setelah dibebaskan kemarin, Sudirman dan Badar mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit Bhayangkara, Jayapura, Papua.
Sudirman mengaku, penyanderaan bermulai saat ia bekerja menebang kayu bersama Sudirman di Kampung Skopor, Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua.
Saat sedang bekerja, mereka didatangi oleh oleh tujuh orang, enam di antaranya membawa senjata api.
"Kami dibawa ke perbatasan PNG (Papua Nugini)," kata Sudirman, Sabtu (19/9) di RS Bhayangkara. Jayapura.
Ketika sedang membawa Sudirman dan Badar, kelompok penyandera mendengar suara mesin pemotong kayu yang dioperasikan oleh salah seorang rekan mereka, Kuba Marmahu. Empat orang penyandera segera menuju lokasi di mana Kuba bekerja. Sementara tiga orang lainnya menjaga Badar dan Sudirman.
Badar mengaku tak tahu kejadian yang menimpa rekannya itu. Namun saat itu ia mendengar suara letusan dari tempat Kuba bekerja. Belakangan diketahui Kuba ditembak oleh kelompok tersebut.
Kelompok bersenjata itu kemudian membawa Sudirman dan Badar berpindah tempat. Mereka berjalan kaki sejak pagi sekitar pukul 09.00 waktu setempat dan baru berhenti sekitar pukul 20.00. "Kami lewat hutan Victoria," kata Sudirman.
Sementara Badar mengaku selama disandera kelompok ini, mereka kerap disiksa. "Kami ditelanjangi, ditendang, dipukul pakai senapan di perut," katanya.
Para penyandera menurut Badar tak menyebutkan nama mereka. Yang ia tahu, ada lebih belasan orang dalam kelompok ini. Semua membawa senjata api, panah, dan parang.
Selama sembilan hari mereka disandera oleh kelompok ini. Keduanya mengaku bertahan hidup karena diberi makan ubi yang dibakar atau direbus oleh penyandera.
Selama penyanderaan, mereka kerap berpindah tempat untuk menghindari kejaran tentara PNG.
Mereka mengaku dibebaskan Kamis (17/9) sore lalu oleh kelompok ini. Keduanya diserahkan pada tentara PNG di sebuah sungai dekat rumah kepala desa setempat. (sur/sur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.