Su35 @ MAKS 2015 [Marina/englishrussia]
Komisi I DPR mendukung rencana TNI membeli pesawat tempur Sukhoi Su-35.
"TNI sudah mengajukan kebutuhan Sukhoi Su-35 ya dan sudah disampaikan ke Komisi I DPR. Komisi I prinsipnya mendukung kalau untuk mendukung perimbangan kekuatan, sekalian saja, jangan tanggung-tanggung," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfuz Siddik, di Jakarta, Kamis.
Namun politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengakui bahwa pembelian 16 pesawat tempur langsung untuk satu skuadron tidak memungkinkan.
"Pembelian ini untuk mengganti satu skuadron. Mungkin karena harga mahal, tidak mungkin kita secara langsung satu skuadron, tapi bertahap," katanya.
Ia juga menyarankan pembelian pesawat dilakukan lengkap dengan persenjataan dan suku cadangnya.
"Kalau beli tahap awal misalnya enam unit, harus lengkap dengan persenjataan dan suku cadang, selama ini belum lengkap, dicicil," katanya.
Pendanaan untuk pembelian Sukhoi Su-35, menurut dia, masih akan dibahas.
"Itu sebenarnya pinjaman luar negeri. Kita sendiri belum bahas, apakah sudah ada green light dari Bappenas dan Kementerian Luar Negeri. TNI dan Kementerian Pertahanan sudah setuju, tergantung Bappenas karena itu kan pinjaman luar negeri," demikian Mahfuz Siddik.
Sukhoi Su-35 diklaim untuk imbangi negara tetangga Sukhoi 35 [Marina]
Anggota Komisi I DPR, Salim Mengga, menyatakan, pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 buatan Rusia untuk mengimbangi kekuatan pertahanan udara nasional.
“Pembelian Sukhoi Su-35 untuk memperkuat pertahanan kita, untuk mengimbangai kekuatan angkatan udara negara-negara tetangga,” kata Mengga, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis.
Purnawirawan TNI AD itu menyebutkan, Malaysia sudah memesan pesawat tempur F-35 Lighting II buatan Lockheed Martin, Amerika Serikat, atau Sukhoi Su-35. Begitu juga dengan Singapura dan Australia yang telah membeli F-35. Bahkan, Australia sudah datang sebanyak 58 unit F-35.
Yang masih misterius adalah proses pengadaan Sukhoi Su-35 itu oleh pemerintah, mulai dari pengumuman permintaan informasi kepada pabrikan, permintaan spesifikasi, proses tender, pengujian, hingga keputusan penentuan pemenang tender.
Saat Angkatan Udara India membeli pesawat tempur Dassault Rafale dari Prancis, semua proses itu diungkap kepada publik dalam batas tertentu.
Kompetisi dibuka untuk semua pabrikan dengan cara yang jujur dan terukur, sampai akhirnya 178 unit Dassault Rafale dibeli India, dengan hanya 28 unit dibuat di Prancis dan sisanya di India sebagai bagian utama dari proses transfer teknologi.
Saat Sukhoi Su-27/30MKI dibeli Indonesia, Rusia melalui Rosoboronexport juga sempat menyatakan keinginannya untuk menerapkan transfer teknologi kepada Indonesia.
Namun sampai kini publik tidak mendapat informasi pasti tentang hal ini dari Rusia sebagai penjual pesawat tempur itu ataupun dari militer Indonesia sebagai operator.
“Kita harus tingkatkan pertahanan kita untuk mengantisipasi konfik di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Laut China Selatan,” kata politisi Partai Demokrat itu.
Pembelian Sukhoi Su-35 asal Rusia itu dikarenakan tidak serumit saat membeli pesawat tempur dari Amerika Serikat.
“Kita cari arsenal yang resikonya rendah. Misalnya kita beli F-16, tapi dalam perjanjiannya kita tidak boleh digunakan untuk keamanan dalam negeri, terus untuk apa?," katanya.
"Jadi kita cari syaratnya yang ringan. Dengan Rusia tidak banyak resikonya. Kita pernah rasakan embargo, kita beli 25 unit, yang bisa dioperasikan hanya lima. Jangan kita ulangi lagi,” kata Mengga.
Ia menambahkan, dengan diperkuatnya angkatan udara dengan mempunyai pesawat tempur Sukhoi Su-35, tentunya akan membuat negara lain akan memperhitungkan Indonesia.
“Kita harus waspada, kalau kita lemah, bahaya bagi NKRI,” kata dia.
Mantan komandan Pusat Kavaleri TNI AD itu menyebutkan, pengurangan anggaran Kementerian Pertahanan akan berdampak besar bagi Indonsia.
“Ini sangat ironis anggaran pertahanan dikurangi. Saya kira penambahan anggaran harus diperjuangan untuk mencapai standar minimun agar bisa imbangi negara-negara tetangga. Kalau tidak, kita tidak akan berani dengan negara tetangga,” sebutnya.
Oleh karena, kekuatan militer mutlak diperlukan meskipun Indonesia kuat dalam diplomasi.
“Kalau kita lelat, dalam waktu 10 tahun ke depan kita tertinggal dibanding negara lain, meskipun kuat diplomasi. Kekuatan militer mutlak buat kita, tidak bisa diabaikan,” demikian Mengga.
Komisi I DPR mendukung rencana TNI membeli pesawat tempur Sukhoi Su-35.
"TNI sudah mengajukan kebutuhan Sukhoi Su-35 ya dan sudah disampaikan ke Komisi I DPR. Komisi I prinsipnya mendukung kalau untuk mendukung perimbangan kekuatan, sekalian saja, jangan tanggung-tanggung," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfuz Siddik, di Jakarta, Kamis.
Namun politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengakui bahwa pembelian 16 pesawat tempur langsung untuk satu skuadron tidak memungkinkan.
"Pembelian ini untuk mengganti satu skuadron. Mungkin karena harga mahal, tidak mungkin kita secara langsung satu skuadron, tapi bertahap," katanya.
Ia juga menyarankan pembelian pesawat dilakukan lengkap dengan persenjataan dan suku cadangnya.
"Kalau beli tahap awal misalnya enam unit, harus lengkap dengan persenjataan dan suku cadang, selama ini belum lengkap, dicicil," katanya.
Pendanaan untuk pembelian Sukhoi Su-35, menurut dia, masih akan dibahas.
"Itu sebenarnya pinjaman luar negeri. Kita sendiri belum bahas, apakah sudah ada green light dari Bappenas dan Kementerian Luar Negeri. TNI dan Kementerian Pertahanan sudah setuju, tergantung Bappenas karena itu kan pinjaman luar negeri," demikian Mahfuz Siddik.
Sukhoi Su-35 diklaim untuk imbangi negara tetangga Sukhoi 35 [Marina]
Anggota Komisi I DPR, Salim Mengga, menyatakan, pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 buatan Rusia untuk mengimbangi kekuatan pertahanan udara nasional.
“Pembelian Sukhoi Su-35 untuk memperkuat pertahanan kita, untuk mengimbangai kekuatan angkatan udara negara-negara tetangga,” kata Mengga, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis.
Purnawirawan TNI AD itu menyebutkan, Malaysia sudah memesan pesawat tempur F-35 Lighting II buatan Lockheed Martin, Amerika Serikat, atau Sukhoi Su-35. Begitu juga dengan Singapura dan Australia yang telah membeli F-35. Bahkan, Australia sudah datang sebanyak 58 unit F-35.
Yang masih misterius adalah proses pengadaan Sukhoi Su-35 itu oleh pemerintah, mulai dari pengumuman permintaan informasi kepada pabrikan, permintaan spesifikasi, proses tender, pengujian, hingga keputusan penentuan pemenang tender.
Saat Angkatan Udara India membeli pesawat tempur Dassault Rafale dari Prancis, semua proses itu diungkap kepada publik dalam batas tertentu.
Kompetisi dibuka untuk semua pabrikan dengan cara yang jujur dan terukur, sampai akhirnya 178 unit Dassault Rafale dibeli India, dengan hanya 28 unit dibuat di Prancis dan sisanya di India sebagai bagian utama dari proses transfer teknologi.
Saat Sukhoi Su-27/30MKI dibeli Indonesia, Rusia melalui Rosoboronexport juga sempat menyatakan keinginannya untuk menerapkan transfer teknologi kepada Indonesia.
Namun sampai kini publik tidak mendapat informasi pasti tentang hal ini dari Rusia sebagai penjual pesawat tempur itu ataupun dari militer Indonesia sebagai operator.
“Kita harus tingkatkan pertahanan kita untuk mengantisipasi konfik di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Laut China Selatan,” kata politisi Partai Demokrat itu.
Pembelian Sukhoi Su-35 asal Rusia itu dikarenakan tidak serumit saat membeli pesawat tempur dari Amerika Serikat.
“Kita cari arsenal yang resikonya rendah. Misalnya kita beli F-16, tapi dalam perjanjiannya kita tidak boleh digunakan untuk keamanan dalam negeri, terus untuk apa?," katanya.
"Jadi kita cari syaratnya yang ringan. Dengan Rusia tidak banyak resikonya. Kita pernah rasakan embargo, kita beli 25 unit, yang bisa dioperasikan hanya lima. Jangan kita ulangi lagi,” kata Mengga.
Ia menambahkan, dengan diperkuatnya angkatan udara dengan mempunyai pesawat tempur Sukhoi Su-35, tentunya akan membuat negara lain akan memperhitungkan Indonesia.
“Kita harus waspada, kalau kita lemah, bahaya bagi NKRI,” kata dia.
Mantan komandan Pusat Kavaleri TNI AD itu menyebutkan, pengurangan anggaran Kementerian Pertahanan akan berdampak besar bagi Indonsia.
“Ini sangat ironis anggaran pertahanan dikurangi. Saya kira penambahan anggaran harus diperjuangan untuk mencapai standar minimun agar bisa imbangi negara-negara tetangga. Kalau tidak, kita tidak akan berani dengan negara tetangga,” sebutnya.
Oleh karena, kekuatan militer mutlak diperlukan meskipun Indonesia kuat dalam diplomasi.
“Kalau kita lelat, dalam waktu 10 tahun ke depan kita tertinggal dibanding negara lain, meskipun kuat diplomasi. Kekuatan militer mutlak buat kita, tidak bisa diabaikan,” demikian Mengga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.