Rusia mengidentifikasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sebagai ancaman militer nomor 1 bagi negara itu dan membuka kemungkinan penggunaan yang lebih luas senjata konvensional berpresisi untuk mencegah agresi asing. Soal ini tertuang dalam doktrin militer baru ditandatangani oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, Jumat 26 Desember 2014.
Doktrin baru militer Rusia ini, yang terjadi di tengah ketegangan atas Ukraina, mencerminkan kesiapan Pemerintah Kremlin untuk mengambil sikap yang lebih tegas dalam menanggapi apa yang dilihatnya sebagai upaya koalisi pimpinan Amerika Serikat untuk mengisolasi dan melemahkan Federasi Rusia.
Doktrin baru itu mengatakan bahwa Rusia bisa menggunakan senjata nuklir sebagai pembalasan atas penggunaan senjata nuklir atau senjata pemusnah massal jenis lainnya terhadap negara ini atau sekutunya, dan juga dalam kasus agresi yang melibatkan senjata konvensional yang "mengancam eksistensi" negara Rusia.
Tapi untuk pertama kalinya doktrin negara itu mengatakan bahwa Rusia bisa menggunakan senjata presisi "sebagai bagian dari langkah-langkah pencegahan strategis." Dokumen tidak menyebutkan kapan dan bagaimana Moskow bisa menggunakan senjata-senjata tersebut.
Contoh senjata konvensional berpresisi termasuk rudal dari darat-ke-darat, rudal jelajah dari darat dan kapal selam, bom berpemandu, dan tembakan artileri.
Lainnya, dokumen yang memuat doktrin baru itu menyebutkan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan Rusia di Kutub Utara, di mana persaingan global untuk mencari minyak secara luas dan sumber daya lainnya telah memanas karena mencairnya es di Arktik.
Rusia sangat bergantung pada penangkal nuklirnya dan tertinggal jauh di belakang Amerika Serikat dan sekutunya, NATO, dalam pengembangan senjata konvensional berpresisi. Namun, baru-baru ini Rusia mempercepat modernisasi militernya, dengan membeli sejumlah besar senjata baru dan meningkatkan latihan militer. Rusia juga meningkatkan patroli udaranya di atas Baltik.
Awal bulan ini, Rusia unjuk kekuatan dengan menerbangkan rudal Iskander ke barat Kaliningrad, yang berbatasan dengan anggota NATO, Polandia dan Lithuania. Rudal itu dikembalikan ke markas setelah latihan usai. Namun, penempatan itu dianggap sebagai demonstrasi kesiapan militer mereka dalam menghadapi krisis.
Rusia mengancam akan secara permanen menempatkan rudal Iskander, yang dapat mencapai target hingga 480 kilometer (sekitar 300 mil) dengan presisi tinggi, sebagai balasan atas rencana pertahanan rudal NATO yang dipimpin AS. Rudal Iskander dapat dilengkapi dengan hulu ledak konvensional atau nuklir.
Pada hari Jumat 26 Desember 2014, Moskow berhasil melakukan uji penembakan rudal balistik antarbenua RS-24 Yars dari situs peluncuran Plesetsk di barat laut Rusia.
Doktrin baru militer Rusia, yang tertuang dalam dokumen 29 itu, menguraikan ancaman terhadap Rusia dan kemungkinan respon dari negara itu. Doktrin itu menyebut "penumpukan potensi militer NATO" berada dalam daftar teratas sebagai ancaman militer ke Rusia. Dokumen itu menekankan bahwa penyebaran pasukan asing di wilayah tetangga Rusia dapat digunakan untuk kepentingan "tekanan politik dan militer."
Juru bicara NATO, Oana Lungescu, menjawab sikap Rusia itu dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa aliansi ini "tak menimbulkan ancaman bagi Rusia atau negara mana pun".
Doktrin baru militer Rusia ini, yang terjadi di tengah ketegangan atas Ukraina, mencerminkan kesiapan Pemerintah Kremlin untuk mengambil sikap yang lebih tegas dalam menanggapi apa yang dilihatnya sebagai upaya koalisi pimpinan Amerika Serikat untuk mengisolasi dan melemahkan Federasi Rusia.
Doktrin baru itu mengatakan bahwa Rusia bisa menggunakan senjata nuklir sebagai pembalasan atas penggunaan senjata nuklir atau senjata pemusnah massal jenis lainnya terhadap negara ini atau sekutunya, dan juga dalam kasus agresi yang melibatkan senjata konvensional yang "mengancam eksistensi" negara Rusia.
Tapi untuk pertama kalinya doktrin negara itu mengatakan bahwa Rusia bisa menggunakan senjata presisi "sebagai bagian dari langkah-langkah pencegahan strategis." Dokumen tidak menyebutkan kapan dan bagaimana Moskow bisa menggunakan senjata-senjata tersebut.
Contoh senjata konvensional berpresisi termasuk rudal dari darat-ke-darat, rudal jelajah dari darat dan kapal selam, bom berpemandu, dan tembakan artileri.
Lainnya, dokumen yang memuat doktrin baru itu menyebutkan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan Rusia di Kutub Utara, di mana persaingan global untuk mencari minyak secara luas dan sumber daya lainnya telah memanas karena mencairnya es di Arktik.
Rusia sangat bergantung pada penangkal nuklirnya dan tertinggal jauh di belakang Amerika Serikat dan sekutunya, NATO, dalam pengembangan senjata konvensional berpresisi. Namun, baru-baru ini Rusia mempercepat modernisasi militernya, dengan membeli sejumlah besar senjata baru dan meningkatkan latihan militer. Rusia juga meningkatkan patroli udaranya di atas Baltik.
Awal bulan ini, Rusia unjuk kekuatan dengan menerbangkan rudal Iskander ke barat Kaliningrad, yang berbatasan dengan anggota NATO, Polandia dan Lithuania. Rudal itu dikembalikan ke markas setelah latihan usai. Namun, penempatan itu dianggap sebagai demonstrasi kesiapan militer mereka dalam menghadapi krisis.
Rusia mengancam akan secara permanen menempatkan rudal Iskander, yang dapat mencapai target hingga 480 kilometer (sekitar 300 mil) dengan presisi tinggi, sebagai balasan atas rencana pertahanan rudal NATO yang dipimpin AS. Rudal Iskander dapat dilengkapi dengan hulu ledak konvensional atau nuklir.
Pada hari Jumat 26 Desember 2014, Moskow berhasil melakukan uji penembakan rudal balistik antarbenua RS-24 Yars dari situs peluncuran Plesetsk di barat laut Rusia.
Doktrin baru militer Rusia, yang tertuang dalam dokumen 29 itu, menguraikan ancaman terhadap Rusia dan kemungkinan respon dari negara itu. Doktrin itu menyebut "penumpukan potensi militer NATO" berada dalam daftar teratas sebagai ancaman militer ke Rusia. Dokumen itu menekankan bahwa penyebaran pasukan asing di wilayah tetangga Rusia dapat digunakan untuk kepentingan "tekanan politik dan militer."
Juru bicara NATO, Oana Lungescu, menjawab sikap Rusia itu dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa aliansi ini "tak menimbulkan ancaman bagi Rusia atau negara mana pun".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.