Tim evakuasi dari unsur laut kian intensif mengerahkan armada untuk mendeteksi kerangka utama dari badan pesawat AirAsia Q8501 pada hari keenam pencarian, Jumat (2/1). Serpihan pesawat yang berhasil ditemukan hingga hari ini dijadikan petunjuk untuk lebih mendalami investigasi.
Menurut Kepala Operasi SAR Pangkalan Bun Marsekal Pertama Supriyadi, pencarian kini fokus di bawah laut dengan menggunakan alat sonar detektor eco sounder. Alat itu sudah dua hari diandalkan untuk pencarian.
"Semakin banyak bukti dan tanda kemungkinan besar kerangka AirAsia semakin dekat dengan deteksi kapal laut," ujar Supriyadi di Lanud Iskandar Pangkalan Bun, Jumat.
Meski demikian, titik lokasi pasti dari badan pesawat jenis Airbus A320 itu hingga kini masih menjadi misteri. Cuaca buruk dan gelombang ombak yang tinggi menjadi kendala penyisiran di wilayah perairan.
Tim khusus Komando Pasukan Katak (Kopaska) sudah siap terjun menyelami bawah laut untuk mencari keberadaan pasti badan pesawat. Kapten Laut (P) Danden SatKopaska Edy Tirtayasa mengatakan, saat ini ada 41 personel Pasukan Katak yang disiagakan menyelam ke bawah laut.
Mereka bakal disebar di kapal-kapal yang diperbantukan untuk menyisir wilayah perairan pada jarak 90-150 nm dari arah barat daya Teluk Kumai, Pangkalan Bun.
"Hingga detik ini kami belum menerjunkan personel ke bawah laut. Walaupun pintu darurat sudah ditemukan, belum tentu lokasinya sama dengan posisi badan utama pesawat," kata Edy.
Komandan Tim Kopaska Teluk Kumai itu menyatakan, operasi pencarian di laut lebih sulit ketimbang di darat. Meski tim gabungan laut telah dilengkapi alat deteksi sonar, tidak berarti tim penyelam bawah laut bisa langsung diterjunkan membantu pencarian.
Namun Edy memastikan, timnya sudah terbiasa dengan cuaca paling buruk sekalipun. Penyelaman di tengah amukan ombak diakui Edy telah menjadi santapan sehari-hari Pasukan Katak.
"It is not a big problem. Cuaca buruk adalah kawan kami. Tapi pertanyaannya sampai kapan lokasi pasti ditemukan. Jenazah bisa membusuk di lautan. Persoalan evakuasi akan menjadi PR berat kami," ujar Edy.
Hingga hari keenam pencarian, Badan SAR Nasional (Basarnas) baru menemukan sejumlah bagian dari pesawat AirAsia hilang kontak, Ahad lalu, 28 Desember 2014. Pesawat dengan rute Surabaya tujuan Singapura tersebut hilang kontak pada Ahad pagi (28/12) pukul 06.17 WIB, hanya beberapa menit setelah lepas landas di Bandara Juanda, Surabaya.
Sementara itu empat jenazah telah diidentifikasi. Satu jenazah teridentifikasi Kamis lalu (1/1) atas nama Hayati Lutfiah Hamid dan sudah diserahkan kepada keluarga.
Tiga jenazah lainnya diidentifikasi hari ini, Jumat, atas nama Grayson Herbert Linaksita, Kevin Alexander Soetjipto, dan Khairunnisa Haidar Fauzi alias Nisa.(rdk/nez)Evakuasi di Bawah Laut Bakal "Zero Visibility" Komandan Tim Kopaska Teluk Kumai, Kapten Laut (p) DanDen SatKopaska Edy Tirtayasa di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Jumat (2/1). (CNN Indonesia/Gilang Fauzi)
Tim Disaster Victim Identification (DVI) meminta tim evakuasi berhati-hati mengangkat jenazah yang ditemukan di perairan. Soalnya, jasad di dalam laut akan mengalami proses pembusukan sangat cepat.
Direktur DVI Mabes Polri Komisaris Polisi Anton Castelano mengatakan, ketika jenazah tenggelam, jasad akan membengkak terisi kandungan nitrogen di bawah laut.
"Ibarat balon yang diisi gas, pada hari ketiga biasanya jenazah akan naik ke atas dan mengambang di permukaan laut," kata Anton di Lanud Iskandar Pangkalan Bun, Jumat (2/1).
Setelah terapung dan terombang-ambing di permukaan laut, lanjut Anton, jenazah kembali tenggelam ke dasar laut. Pada titik ini, jenazah rentan rapuh jasadnya. Jika telah lewat satu pekan, jasad akan berada dalam kondisi tertentu.
Untuk itu, tambah Anton, dibutuhkan upaya yang ekstra hati-hati dalam menyelamatkan jenazah yang sudah melewati hari pembusukan. Jika tidak, jasad korban rentan hancur atau pulang dengan kondisi yang tidak lagi utuh. "Semoga itu tidak terjadi," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Komandan Tim Kopaska Teluk Kumai Kapten Laut (P) Danden SatKopaska Edy Tirtayasa memahami situasi itu. Selama 21 tahun bergabung dengan Kopaska, tak terhitung penyelamatan evakuasi di bawah air laut yang telah dia lakukan.
Edy membenarkan bahwa ketika jenazah tenggelam selama lebih dari sepekan, jasad rentan terkoyak. Kendala lain, kondisi dasar laut di lokasi pencarian saat ini disinyalir bakal berlumpur akibat pasir lembut, efek dari sedimentasi yang dibawa arus utara.
"Kemungkinan besar di bawah sana kami akan mengalami zero visibility," ujar Edy.
Jarak pandang yang pekat di dasar laut menjadi tantangan bagi regu penyelam. Edy memprediksi banyak kemungkinan dari posisi jenazah yang, sekiranya, masih tersangkut di dalam badan pesawat.
Menurut Edy, jenazah di dalam pesawat bisa dalam posisi masih duduk dengan kondisi mengenakan sabuk pengaman; duduk dengan posisi membungkuk; dan terlepas dari sabuk pengaman namun masih tersangkut di dalam pesawat.
"Dengan kondisi gelap, kami tentu harus meraba-raba. Selain itu serpihan pesawat akan sangat membahayakan. Di bawah tekanan kedalaman laut, serpihan besi setumpul apapun akan lebih tajam dari silet," kata Edy.
Teknik pengambilan jenazah tidak sembarangan. Edy menjelaskan, cara terbaik mengevakuasi jenazah yang rentan adalah dengan memeluk badan korban dengan lembut, atau menarik kerah baju belakang.
Satu-satunya cara evakuasi bawah laut yang paling memungkinkan untuk menarik jasad ke permukaan, Edy menambahkan, adalah dengan memanfaatkan peralatan floating bag. Jasad yang sudah dikeluarkan dari badan pesawat lantas dimasukkan ke dalam keranjang sebelum ditarik oleh balon yang sudah mengembang.
Saat balon muncul di permukaan, evakuasi dilakukan oleh tim kapal laut.
Kini pencarian telah memasuki hari keenam. Edy tak ingin berandai-andai menerka kondisi jenazah. Dia hanya berharap alat-alat canggih yang sudah dioperasikan bisa segera membuahkan hasil. "Mari kita bedoa agar mereka segera bisa diselamatkan," ujarnya.(rdk/nez)
Menurut Kepala Operasi SAR Pangkalan Bun Marsekal Pertama Supriyadi, pencarian kini fokus di bawah laut dengan menggunakan alat sonar detektor eco sounder. Alat itu sudah dua hari diandalkan untuk pencarian.
"Semakin banyak bukti dan tanda kemungkinan besar kerangka AirAsia semakin dekat dengan deteksi kapal laut," ujar Supriyadi di Lanud Iskandar Pangkalan Bun, Jumat.
Meski demikian, titik lokasi pasti dari badan pesawat jenis Airbus A320 itu hingga kini masih menjadi misteri. Cuaca buruk dan gelombang ombak yang tinggi menjadi kendala penyisiran di wilayah perairan.
Tim khusus Komando Pasukan Katak (Kopaska) sudah siap terjun menyelami bawah laut untuk mencari keberadaan pasti badan pesawat. Kapten Laut (P) Danden SatKopaska Edy Tirtayasa mengatakan, saat ini ada 41 personel Pasukan Katak yang disiagakan menyelam ke bawah laut.
Mereka bakal disebar di kapal-kapal yang diperbantukan untuk menyisir wilayah perairan pada jarak 90-150 nm dari arah barat daya Teluk Kumai, Pangkalan Bun.
"Hingga detik ini kami belum menerjunkan personel ke bawah laut. Walaupun pintu darurat sudah ditemukan, belum tentu lokasinya sama dengan posisi badan utama pesawat," kata Edy.
Komandan Tim Kopaska Teluk Kumai itu menyatakan, operasi pencarian di laut lebih sulit ketimbang di darat. Meski tim gabungan laut telah dilengkapi alat deteksi sonar, tidak berarti tim penyelam bawah laut bisa langsung diterjunkan membantu pencarian.
Namun Edy memastikan, timnya sudah terbiasa dengan cuaca paling buruk sekalipun. Penyelaman di tengah amukan ombak diakui Edy telah menjadi santapan sehari-hari Pasukan Katak.
"It is not a big problem. Cuaca buruk adalah kawan kami. Tapi pertanyaannya sampai kapan lokasi pasti ditemukan. Jenazah bisa membusuk di lautan. Persoalan evakuasi akan menjadi PR berat kami," ujar Edy.
Hingga hari keenam pencarian, Badan SAR Nasional (Basarnas) baru menemukan sejumlah bagian dari pesawat AirAsia hilang kontak, Ahad lalu, 28 Desember 2014. Pesawat dengan rute Surabaya tujuan Singapura tersebut hilang kontak pada Ahad pagi (28/12) pukul 06.17 WIB, hanya beberapa menit setelah lepas landas di Bandara Juanda, Surabaya.
Sementara itu empat jenazah telah diidentifikasi. Satu jenazah teridentifikasi Kamis lalu (1/1) atas nama Hayati Lutfiah Hamid dan sudah diserahkan kepada keluarga.
Tiga jenazah lainnya diidentifikasi hari ini, Jumat, atas nama Grayson Herbert Linaksita, Kevin Alexander Soetjipto, dan Khairunnisa Haidar Fauzi alias Nisa.(rdk/nez)Evakuasi di Bawah Laut Bakal "Zero Visibility" Komandan Tim Kopaska Teluk Kumai, Kapten Laut (p) DanDen SatKopaska Edy Tirtayasa di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Jumat (2/1). (CNN Indonesia/Gilang Fauzi)
Tim Disaster Victim Identification (DVI) meminta tim evakuasi berhati-hati mengangkat jenazah yang ditemukan di perairan. Soalnya, jasad di dalam laut akan mengalami proses pembusukan sangat cepat.
Direktur DVI Mabes Polri Komisaris Polisi Anton Castelano mengatakan, ketika jenazah tenggelam, jasad akan membengkak terisi kandungan nitrogen di bawah laut.
"Ibarat balon yang diisi gas, pada hari ketiga biasanya jenazah akan naik ke atas dan mengambang di permukaan laut," kata Anton di Lanud Iskandar Pangkalan Bun, Jumat (2/1).
Setelah terapung dan terombang-ambing di permukaan laut, lanjut Anton, jenazah kembali tenggelam ke dasar laut. Pada titik ini, jenazah rentan rapuh jasadnya. Jika telah lewat satu pekan, jasad akan berada dalam kondisi tertentu.
Untuk itu, tambah Anton, dibutuhkan upaya yang ekstra hati-hati dalam menyelamatkan jenazah yang sudah melewati hari pembusukan. Jika tidak, jasad korban rentan hancur atau pulang dengan kondisi yang tidak lagi utuh. "Semoga itu tidak terjadi," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Komandan Tim Kopaska Teluk Kumai Kapten Laut (P) Danden SatKopaska Edy Tirtayasa memahami situasi itu. Selama 21 tahun bergabung dengan Kopaska, tak terhitung penyelamatan evakuasi di bawah air laut yang telah dia lakukan.
Edy membenarkan bahwa ketika jenazah tenggelam selama lebih dari sepekan, jasad rentan terkoyak. Kendala lain, kondisi dasar laut di lokasi pencarian saat ini disinyalir bakal berlumpur akibat pasir lembut, efek dari sedimentasi yang dibawa arus utara.
"Kemungkinan besar di bawah sana kami akan mengalami zero visibility," ujar Edy.
Jarak pandang yang pekat di dasar laut menjadi tantangan bagi regu penyelam. Edy memprediksi banyak kemungkinan dari posisi jenazah yang, sekiranya, masih tersangkut di dalam badan pesawat.
Menurut Edy, jenazah di dalam pesawat bisa dalam posisi masih duduk dengan kondisi mengenakan sabuk pengaman; duduk dengan posisi membungkuk; dan terlepas dari sabuk pengaman namun masih tersangkut di dalam pesawat.
"Dengan kondisi gelap, kami tentu harus meraba-raba. Selain itu serpihan pesawat akan sangat membahayakan. Di bawah tekanan kedalaman laut, serpihan besi setumpul apapun akan lebih tajam dari silet," kata Edy.
Teknik pengambilan jenazah tidak sembarangan. Edy menjelaskan, cara terbaik mengevakuasi jenazah yang rentan adalah dengan memeluk badan korban dengan lembut, atau menarik kerah baju belakang.
Satu-satunya cara evakuasi bawah laut yang paling memungkinkan untuk menarik jasad ke permukaan, Edy menambahkan, adalah dengan memanfaatkan peralatan floating bag. Jasad yang sudah dikeluarkan dari badan pesawat lantas dimasukkan ke dalam keranjang sebelum ditarik oleh balon yang sudah mengembang.
Saat balon muncul di permukaan, evakuasi dilakukan oleh tim kapal laut.
Kini pencarian telah memasuki hari keenam. Edy tak ingin berandai-andai menerka kondisi jenazah. Dia hanya berharap alat-alat canggih yang sudah dioperasikan bisa segera membuahkan hasil. "Mari kita bedoa agar mereka segera bisa diselamatkan," ujarnya.(rdk/nez)
♖ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.