Kamis, 03 Januari 2013

☆ Wong Pare Dadi Jenderal (3)

Sebuah otobiografi dari mantan KASAD Periode 2008-2009, Jenderal TNI Purn. Agustadi Sasongko Purnomo, terbitan Dinas Penerangan Angkatan Darat 2009.

Dari Danyonif Hingga menjadi Panglima Divisi.

http://4.bp.blogspot.com/_nzcJfuu9iW0/SD8Hg57rvCI/AAAAAAAAAB0/unKTWfy0k0A/S250/foto_kasad.jpgKapten Inf. Agustadi Sasongko Purnomo mengikuti pendidikan Susstafpur (sekarang kaskus) pada tahun 1984 di Secapa Bandung selama 6 bulan. Kemudian mendapatkan amanah sebagai Kasi Ops Org Litbag Pussenif di Bandung dengan pangkat Mayor Inf.. Beliau sangat nyaman mengemban tugas ini karena ingin lulus Seskoad. Untutk persiapan-persiapan menghadapi ujian, ditembok kamarnya ditempeli peta-peta dan teori taktik agar mudah dibaca dan dihapal. Selanjutnya konsultasi pemeriksaan Psikologi di Dispsiad. Hasilnya, pertama R.10, kedua R.7, dan terakhir Q.2. Kesempatan pertama mengikuti seleksi Seskoad langsung lulus.

Selesai mengikuti pendidikan di Seskoad, beliau sebetulnya ingin bertugas di komando teritorial karena sudah lama bertugas disatuan tempur. Tetapi, ternyata surat keputusan yang terhitung mulai tanggal 1 Juni 1989 menunjuk Letnan Kolonel Inf. Agustadi Sasongko Purnomo sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 100/PS Kodam I/Bukit Barisan, dan dilantik pada 28 Mei 1990.

Perintah Operasi (PO) yang harus dilaksanakan adalah operasi tempur di daerah Aceh Timur untuk menghadapi separatis GAM yang merampas senjata-senjata anggota Yonif 113. Pelaksanaan operasi dipimpin oleh Wadanyon Linud 100/PS Mayor Inf. Asep Pribadi. Namun, dalam pelaksanaan operasi di daerah Aceh Timur, 4 prajurit Yonif Linud 100/PS gugur dalam kontak senjata. Hal ini mengharuskan Danyonif Letkol Inf. Agustadi SP turun tangan langsung mengambil alih pimpinan operasi. Operasi tempur Yonif Linud 100/PS berlangsung selama 10 bulan, dari tahun 1990 hinga 1991.

Setelah melaksanakan operasi militer di Aceh, beliau diberi amanah memangku jabatan Kasi Ops Korem 011/Lilawangsa di Lhokseumawe terhitung mulai tanggal 1 Maret 1991. Pada saat memangku jabatan ini, 1 April 1991 Operasi Jaring Merah II dimulai, disambung Operasi Jaring Merah III, Operasi Jaring Merah IV, dan ditutup dengan Operasi Jaring Merah V yang mulai pada 1 April 1994.

Terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1993, Letkol Inf. Agustadi Sasongko Purnomo menjabat Komandan Kodim 0106/Aceh Tengah. Daerah wilayah Kodim ini terletak disekitar pegunungan Bukit Barisan, berbatasan langsung dengan daerah Aceh Barat, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tenggara, sehingga berbagai karakteristik dan perkembangan-perkembangan daerah-daerah tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Aceh Tengah.

Dimasa jabatan ini, masih dengan pangkat Letkol Inf, teman satu lichting 1974 dan sekamar masa Taruna dulu, Prabowo Subianto sudah menjabat Wadanjen Kopassus dengan pangkat Brigadir Jenderal. Beliau menawari Letkol Inf. Agustadi SP untuk menjabat sebagai Kasbrig di Kostrad, tetapi tidak diindahkan. Selanjutnya, pada tahun 1994 Letkol Inf. Agustadi SP mendapat perintah mengikuti Sussospol ABRI selama 4 bulan. Kursus ini ditutup pada bulan Januari 1995.

Setelah Sussospol, jabatan Letkol Inf. Agustadi SP, masih dalam pangkat yang sama menjadi Waasops Kasdam I/Bukit Barisan terhitung mulai tanggal 1 Agustus 1994. Namun tiba-tiba keluar perintah untuk menjadi Anggota DPR RI Fraksi ABRI. Sebelum melaksanakan perintah, sesuai prosedur beliau menghadap Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI Arie J. Kumaat. Pangdam marah-marah karena Letkol Inf. Agustadi SP yang sudah diplot menduduki jabatan Asops Kasdam ternyata harus hengkang dari organisasi TNI-AD. Pangdam memerintahkan Kasdam I/Bukit Barisan Brigjen TNI Agum Gumelar mencari tahu dan mengecek kebenaran perintah yang diterima Letkol Inf. Agustadi SP. Hasil pengecekan ternyata benar, dengan berat hati Pangdam melepasnya untuk melaksanakan amanah sebagai wakil rakyat di DPR RI.

Allah SWT sangat melindungi hambanya yang selalu jujur dan ikhlas dalam mengemban tugas. Setelah meninggalkan Medan dan Asops Kasdam dijabat orang lain, di Medan terjadi kerusuhan yang cukup besar dan berakibat pencopotan dan penonaktifan pejabat Aspos Kasdam I/Bukit Barisan.

Tahun 1995-1997 dan tahun 1997-1998 Letkol Inf. Agustadi SP menjadi Anggota DPR/MPR RI dari Fraksi ABRI, mengantikan posisi Kolonel Inf. Djoko Santoso. Saat kerusuhan 14 Mei 1998, Kolonel Inf. Agustadi SP sedang berada di gedung baru DPR RI lantai 20. Dari situ terlihat awal pembakaran Jakarta yang dimulai dari arah Tanjung Priok, selanjutnya dalam waktu singkat merembet keseluruh bagian Kota Jakarta.

Tanggal 19 Mei 1998 halaman dan gedung DPR. MPR RI diduduki oleh lebih kurang 10.000 demonstran mahasiswa dan rakyat. Anggota DPR/MPR RI dilarang keluar dari Komplek DPR/MPR RI sampai dengan Pak Harto selaku Presiden RI saat itu lengser keprabon pada tanggal 21 Mei 1998. Sekali lagi Kolonel Inf. Agustadi Sasongko Purnomo diselamatakan oleh Allah SWT, sementara rekan-rekannya se-lichting di AKABRI 74 seperti Letjen TNI Prabowo Subianto dan Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin harus menghadapi sidang pengadilan militer berkaitan dengan penanganan kerusuhan massal di Jakarta.

Mencermati keberuntungan dalam perjalanan karirnya, beliau selalu mengambil hikmahnya, bahwa setiap jabatan apapun harus disyukuri. Seperi kata pepatah Jawa : Derajat, pangkat iso loncat, bondo nonyo iso musno ayu bagus ono watese. Segala sesuatu di dunia bisa berubah kapanpun bila Allah SWT menghendaki. Maka dari itu, bersyukurlah apa yang telah diberikan.

Pada tahun 1999 beliau ditarik ke Mabesad sebagai personel BP di Staf Ahli Kasad dengan pangkat Brigadir Jenderal TNI. Aktivitas Brigjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo selama si Sahli Kasad, selesai apel pagi memimpin lari, menghantar jemput anak ke sekolah, dan menghantar istri ke pasar. Gaji yang diterima Rp 900 ribu tanpa tunjangan jabatan. Bila dihitung-hitung selama non job 16 bulan menjadi tekor, akhirnya istilahnya “Mantab” (makan gaji tabungan). Kenangan selama non job adalah pada suatu hari dengan pakaian training mengemudikan sendiri mobil Honda Accord 89 di jalan tol Jakarta. Saat melaju, tiba-tiba “dung!”, ternyata ban mobil meletus. Setelah keluar tol sampai depan Gedung Gudang Garam Cempaka Putih, mobil dipinggirkan. Ketika mengganti ban, tiba-tiba ada Sersan Kowad dan PNS Mabesad disebelahnya. Namun, dia diacuhkan saja. Mungkin karena tidak kenal. Kejadian-kejadian yang dialami selama non job membuat beliau mempunya prinsip tabah sampai akhir. Allah SWT pasti akan memberikan jalan terbaik kepada hambanya yang bersabar dan tawakkal.

Keprihatinan selama non job di Staf Ahli membuat Brigjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo berusaha untuk mengubah nasib yang lebih baik. Sehingga pada tahun 2000 bersama istrinya bisa menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Makkah. Ongkos naik haji berasal dari pesangon ketika lepas sebagai anggota DPR/MPR RI sebesar Rp 13.000.000. Beliau dan istri mendaftar haji ke Disbintalad dengan nomor urut 19. Ketika berangkat, beliau bertemu teman-teman sekloter dan diberi masukan bahwa di Tanah Suci Mekkah bila berdoa, minta apa saja kepada Allah SWT, maka doanya akan dikabulkan dalam waktu paling lama 1 tahun.

Selesai menunaikan Ibadah Haji dan kembali ketanah air, sampai waktu 11 bulan belum juga ada perubahan nasib. Sampai 1 tahun lebih tetap tidak ada perubahan.

Kemudian pada masa itu di Papua, dilaksanakan Operasi Penumpasan GPK, dan negara memberikan amanah kepada Brigjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo untuk menjabat sebagai Kepala Staf Kodam XVII/Cenderawasih terhitung mulai 15 Februari 2001. Alhamdulilah, doanya di Tanah Suci Mekkah setahun lalu terkabul. Kemudian beliau mengikuti Lemhanas selama 8 bulan dan selanjutnya menjabat Panglima Divisi 2 Kostrad menggantikan Mayjen TNI Djoko Santoso (yang ke-2 kali) terhitung mulai tanggal 1 Juli 2002. Banyak karya-karya yang telah diukir selama menjabat Pangdiv 2 Kostrad. Tatkala menjabat di Singosari Malang, pada sore hari sekitar jam 15.00 beliau berjalan-jalan sendiri untuk melihat kerajinan kulit. Di saat bersamaan ada sekumpulan orang sedang bermain catur, beliau kemudian turut bermain dan bisa mengalahkan para pecatur disana. Awalnya, orang-orang disekitar situ tidak mengenali beliau, sampailah kebetulan ada Perwira TNI yang mengenal dan langsung memberi hormat dengan sikap sempurna. Terheran-heranlah orang-orang disana, rupanya dari tadi mereka bermain catur dipinggir jalan sambil guyon-guyonan dengan Pangdiv 2 Kostrad, Mayor Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo.

Sebelum mengakhiri jabatan sebagai Pangdiv 2 Kostrad, beliau sempat memimpin latihan kesiapan PPRC Kostrad dari Malang yang akan diterjunkan ke Ambon. Latihan PPRC berjalan dengan baik, aman dan lancar.

Menjabat Panglima Komando Daerah Militer

Pepatah mengatakan banyak berjalan banyak yang dilihat, banyak jabatan yang dilalui banyak juga pengalaman. Asam garam selama 27 tahun (1975-2002) berdinas dengan mengemban 20 jabatan bervariasi dengan segala pengabdiannya kepada bangsa dan negara. Akhirnya Komando/Pimpinan, atas nama negara memberikan amanah kepada Mayor Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo mengemban tugas sebagai Pangdam XVI/Pattimura TMT 1 Februari 2003. Menerima jabatan dari Mayjen TNI Djoko Santoso (untuk ke-3 kalinya).

Mengemban tugas dan tanggungjawab didaerah konflik tentunya relatif berat. Dihadapkan dengan peristiwa dan tragedi kemanusiaan yang telah terjadi di Ambon dan sekitarnya yang masuk dalam wilayah teritorial Kodam XVI/Pattimura. Konflik horizontal di Ambon yang bernuansa SARA dimanfaatkan oleh Separatis RMS untuk bergerak meraih cita-citanya yaitu memisahkan diri dari NKRI.

Menyikapi kondisi wilayah yang masih bergolak baik menyangkut keamanan dan sosial, maka Pangdam mengambil langkah-langkah persuasif dan represif untuk meredam dan memulihkan situasi keamanan. Rencana awal yang dibuat oleh Mayjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo selaku Pangkoopsliham wilayah Maluku dan Maluku Utara dalah rencana operasi menghadapi HUT RMS tanggal 25 April 2003. Isinya meliputi :
1. Pelarangan pengibaran bendera RMS dan peringatan HUT RMS.2. Himbauan untuk tidak menjahit bendera RMS dan tidak boleh menjual balon gas.3. Himbauan penyerahan senjata dan amunisi, serta bahan peledak, organik maupun rakitan.4. Himbauan untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah NKRI.5. Ancaman hukuman bagi pelanggaran terhadap himbauan dan larangan tersebut diatas, yang dituangkan ke dalam satu maklumat pemerintah.6. Penyiapan pasukan di daerah-daerah rawan konflik mulai tanggal 15 April 2003.7. Pendudukan Desa Kudamati dan Desa Alang, masing-masing oleh 1 Peleton pasukan.8. Penyerangan, penguasaan, dan pendudukan Desa Aboru sebagai daerah basis RMS yang terkenal ekstrim. Dengan pengerahan pasukan berkekuatan 1 Kompi dipimpin langsung oleh Danrem 151, Kolonel Inf. Toni SB. Husodo mulai tanggal 15 April 2003. Penyerangan menggunakan 3 poros, yaitu : Poros Utara 1 Peleton Kopassus, Poros Barat 1 Peleton Kostrad, dan Poros Selatan (pendaratan lewat laut) oleh 1 Peleton Marinir.

Pelaksanaan serangan hanya mendapatkan perlawanan kecil dan beberapa kali tembakan, semuanya bisa diatasi. Melihat situasi keamanan yang mulai membaik di kota Ambon, Pangdam Mayjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo mengisyaratkan akan segera menarik pasukan yang selama ini bertugas di Ambon. Menurut Pangdam, penarikan pasukan Infanteri (Kopasus, Kostrad) karena pasukan ini cocoknya bertugas di Aceh (2003) bukan di Ambon. Untuk wilayah Ambon cukup satuan Banpur saja.

Keberhasilan melaksanakan tugas sebagai jurumudi Komando Teritorial Kodam XVI/Pattimura yang wilayahnya sarat dengan konflik selama 8 bulan 24 hari, oleh Pimpinan TNI-AD Mayjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo dimutasi menjadi Panglima Komando Derah Militer Jakarta Raya menggantikan Mayjen TNI Djoko Santoso (ke 4 kalinya).

Tiga tahun 13 hari mengemban tugas sebagai Pangdam Jaya, kemudian sesuai kebutuhan organisasi, pada tanggal 7 Desember 2006 Mayjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo melakukan serah terima jabatan kepada Mayjen TNI Liliek AS Sumaryo di Jakarta.

Beliau selanjutnya mendapat promosi kenaikan pangkat setingkat menjadi Letnan Jenderal TNI dengan jabatan baru sebagai Sekretaris Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan TMT 6 November 2006. Suatu tugas baru yang tidak menggunakan ilmu militer dalam melaksanakan tugas-tugasnya, karena terkait dengan politik yang selama ini militer tidak boleh berkecimpung didalamnya, serta hukum yang berbeda dengan hukum militer.

Kepala Staf Angkatan Darat ke-25

Ketika Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono mengusulkan nama Jenderal TNI Djoko Santoso sebagai calon panglima TNI menggantikan Marsekal TNI Djoko Suyanto kepada DPR RI, khalayak umum lalu tertanya-tanya siapakah gerangan prajurit terbaik yang akan terpilih menduduki jabatan Kasad yang ditinggalkan Jenderal TNI Djoko Santoso.

Markas Besar TNI-Angkatan Darat yang beralamat di Jl.Merdeka Utara Jakarta berbenah untuk menyambut Kasad yang baru. Presiden SBY yang mempunyai kewenangan memilih Kasad, akhirnya setelah melakukan pertimbangan dan pemikiran cermat dan matang, menjatuhkan pilihan kepada Sesmenpolhukam Letjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo sebagai nahkoda baru TNI-AD.

Letnan Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo TMT 27 Desember 2007 memegang amanah Kasad ke-25 menggantikan Jenderal TNI Djoko Santoso (untuk ke-5 kalinya). Pelantikan jabatan pucuk pimpinan TNI-AD dilaksanakan pada 28 Desember 2007 di Istana Negara oleh Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono dengan dihadiri oleh para undangan pejabat tinggi militer dan sipil. Tindak lanjut dari pelantikan Kasad oleh Presiden, maka dilakukan acara serah terima jabatan Kasad pada penghujung tahgun 2007. Bertindak selaku Irup, Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto di lapangan Mabesad, selanjutnya Letjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo mendapat kenaikan pangkat setingkat menjadi Jenderal penuh bintang empat.

Awal memangku jabatan Kasad, ujian pertama muncul dalam TNI-AD pada triwulan I TA 2008, adalah terjadinya bentrokan antar Yonif 731/Karabessy dengan Polres Maluku Tengah yang dipicu oleh kesalahpahaman. Sehingga, mengakibatkan korban tewas 2 orang Polisi dan 1 orang personil TNI-AD. Luka-luka 2 orang Polisi dan 1 personel TNI-AD, kerugian lainnya 60 bangunan rusak parah/ringan terkena GLM-203 dan granat.

Menyingkapi kejadian ini, Kasad Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo mengaku sangat prihatin dan memerintahkan Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Rasyid Qurnuen Aquary untuk menuntaskan kasus ini dan menyampaikan maaf kepada aparat kepolisian di Masohi, Maluku Tengah.

Menjawab pertanyaan anggota Komisi I DPR pada saat rapat kerja di Gedung DPR tanggal 11 Februari 2008 tentang kasus bentrokan di Masohi, Kasad sempat menyinggung tentang pola-pola penanganan Polri terhadap para anggotanya. Intinya, ada ketidak adilan dalam penanganan anggota yang berkelahi, khususnya Polri. Kasad mengimbau agar Polri menyelesaikan kasus perkelahian itu secara transparan. Hal ini perlu dikedepankan untuk menghindari kecemburuan para prajurit, soalnya pihak TNI-AD sudah mengambil tindakan tegas. Contohnya, pencopotan Danyonif 731/Karabessy Letkol Inf. Dani Hutabarat dari jabatannya.


Wong Pare Dadi Jenderal :
1. Jenderal TNI Purn. Agustadi Sasongko Purnomo.
2. Letjen TNI Purn. Herry Tjahyana.
3. Mayjen TNI Purn. Taat Tri Djanuar
4. Mayjen TNI Purn. Sjamsul Ma'arief.
5. Mayjen TNI Purn. Suhadi Muhas
6. Mayjen TNI Purn. Sudradjat
7. Irjen Pol. Purn. Drs. Alex Bambang Riatmodjo.
8. Brigjen TNI Purn. Heri Supraba.
9. Brigjen TNI Purn. Sasmitodirdjo
10. Laksma TNI Purn.Sonny Sumarsono.
11. Laksma TNI Purn. Bambang Riatmadji.

Apa Kata Mereka:
> Bpk. Mayjen TNI Purn. Sjamsul Mappareppa

Saya Sjamsul Mappareppa, Mayjen TNI Purn., karir militer terakhir Mantan Pangdam V/Brawijaya, alumnus AKABRI Darat 1973, sedangkan Jenderal Agustadi SP. alumnus 1974. Antara saya dan beliau adalah saudara, sahabat karib yang pernah mengabdi, bertugas bersama-sama di Batalyon jajaran Brigif Linud 17 Kujang I Kostrad. Diantaranya, Yonif Linud 328, Yonif Linud 305, dimana satuan-satuan tersebut sudah mempunyai nama yang kondang dalam operasi-operasi pengamanan, tempur, dan pemulihan ketertiban.

Banyak kisah suka duka yang kami alami bersama-sama. Sebetulnya, kami bertiga yang selalu akrab, kemana-mana selalu bersama, beliau Mayjen TNI Purn. Abi Kusno. Kusno termasuk perwira yang lugu, namun cekatan dan penuh pertimbangan, sehingga kami menjulukinya cocoknya perwira logistik.

Seperti kita ketahui bersama, markas Yonif Linud 328/Dirgahayu Kujang I Kostrad ini pada tahun 1975 berada di Jl. Tongkeng, Bandung. Kami, perwira remaja (Paja) memulai kegiatan militer dari markas tersebut. Biasanya setelah apel pagi maka Komandan Kompi berebutan tempat latihan di area Kantor Gubernur Jabar (sekarang Gedung Sate). Pada halaman tersebut manjadi tempat latihan kami karena tidak ada lagi tempat yang lebih dekat dengan markas Batalyon untuk kami melaksanakan drill-drill taktis dan tempur untuk satuan kecil dari Regu, Peleton, sampai tingkat Kompi. Hampir setiap hari selalu terdengar perintah yang sama,
"Dengarkan perintah saya !"
Ini diulang-ulang terus sampai menimbulkan jenuh, bosan sehingga para prajurit kepingin untuk diberangkatkan bertugas secepat mungkin. Disinilah kehebatan prajurit Kujang I/Kostrad yang setiap saat seolah-olah meminta untuk ditugaskan.

Alhamdulilah tahun 1975 akhir bulan November, Yonif Linud 328/Dirgahayu mendapat tugas operasi tempur ke Timor Timur. Namun, satuan ini belum di beritahu oleh perwira operasi, mereka tahunya akan melaksanakan latihan di daerah Jawa Tengah. Karenanya, baru sesampainya kami di Madiun, baru kami diberitahu akan tugas tempur ke Timor Timur. Semua senang, tapi ada juga yang khawatir karena belum melapor kepada kepala stafnya (istri, mertua, orang tua). Kalau kami sebagai Paja tenang-tenang saja, kami masih muda, semangat masih berkobar-kobar.

Namun apa daya, prajurit Linud sudah masuk MA (Marshalling Area) dan tidak boleh lagi kemana-mana. Jadi kita ditampung di hanggar pesawat Lanud Maospati, Madiun. Saya lihat para prajurit sangat bersemangat untuk menjalankan tugas, mungkin karena kejenuhan dimarkas yang mereka alami setiap hari. Ketika sedang Jam Komandan, maka keluarlah gurauan khas Kostrad dengan bahasa sunda,
"Keur naon deui kaditu!"
Maka serentak semua menjawab,
"Kami mau berangkat perang! Kami tidak akan pulang! Kami malu kalau pulang!
Berdesir darah muda saya, berdiri bulu roma di tengkuk mendengarkan teriakan serempak mereka. Saya lirik Agus, Abi Kusno,
"Inilah prajurit-prajurit yang akan membuat kita bangga, dengan semangat yang membara. Kita lihat saja nanti, mudah-mudahan mereke-mereka yang kita bawa ini betul-betul tetap bersemangat dan tidak emosional."

Kami diterjunkan di Baucau dan memang ada prajurit yang cedera pada saat penerjunan dan langsung bertempur. Pertempuran pertama kami memperebutkan Estaco Radio di Bandara Baucau. Setelah merebut Baucau dan Base Camp Brigade ada di Lanud, maka kami bergerak untuk menduduki kampung Bucoli sebelah barat Lanud, selanjutnya diteruskan dengan merebut kota Manatuto.

Keesokan harinya, Kasi Intel di panggil oleh Danyon untuk mengintai rute Baucau-Bucoli Vemasse Laleia-Manatuto, dengan menggunakan patroli pengintaian. Peleton yang mendapat penghormatan untuk melaksanakannya patroli pengintaian adalah Peleton 3 Kompi A Yonif Linud 328/Dirgahayu dibawah pimpinan Letda Inf. Agustadi Sasongko Purnomo. Team ini dipimpin langsung oleh Kasi Intel Kapten Inf. Hidayat. Berangkat jam 15.30 untuk memantau rute. Jam 19.00 malam, pengintai depan melihat pos musuh yang berada ditepi sungai Manoleden dan pasukan berhenti. Pengamanan keliling diterapkan, mengambil keputusan taktis apa diserang atau langkah apa? Sebab tugas utama hanya pengintaian, bukan penyerangan.

Diskusi sempat terjadi, keputusan keluar, pos tersebut akan disergap!. Seperti saya katakan tadi, Aguk perwira yang cemerlang, mampu mempengaruhi senior-seniornya dan meyakinkannya dengan penuh sopan santun. Gerakan dilaksanakan pada jam 24.00. Sampai jarak 7 meter dari musuh, formasi terbentuk. Jam 04.45 pagi serangan kami lancarkan. Kontak sengit sekitar setengah jam. Musuh 15 orang tewas, 14 pucuk senjata berhasil kami rampas diantaranya Bazooka. Sayang Panah kami gugur dalam serangan tersebut.

Mendapat laporan, Danyon marah. Karena tugas kami hanya mengintai jalan/rute, bukan penyergapan. Bukan salah Aguk, tapi memang semangat dan moril prajurit kami lagi dipuncaknya. Setelah merebut Manatuto, kami melaksanakan pengamanan ibu kota di kabupaten dan membuat suasana kota hidup, menormalkan pemerintahan, dan melaksanakan doktrin-doktrin Satuan Kujang. Selama 9 bulan bertugas di Timor Timur, kami pulang ke homebase.

Pada tugas operasi tahun 1978 di Timor Timur, masih di Yonif Linud 328/Dirgahayu kami mendapat tugas yang cukup berat melakukan pembersihan terhadap sasaran-sasaran pokok. Mulai dari sektor barat ke arah timur sampai Gn. Matabian yang merupakan tempat pengungsian dan konsentrasi musuh. Pada masa itu, personil Linud 328/Dirgahayu banyak diisi oleh Tamtama Remaja (Taja). Hampir 60 persen nya adalah Taja, baru lulus pendidikan Tamtama, langsung bergabung dengan Batalyon dan diberangkatkan ke Timor Timur. Selama 6 bulan kami bergerak terus menerus sehingga banyak prajurit yang jatuh sakit dan stress.

Dalam pelaksanaan perebutan Gn. Matabian berlangsung pertempuran sengit, karena memang disinilah konsentrasi utama pasukan musuh. TNI menggerakkan hampir seluruh sumberdayanya untuk menghancurkan konsentrasi disini. Tembakan artileri medan, mortir lapangan, pengeboman lewat udara, sapuan senapan mesin dari helikopter, hingga tembakan meriam dari kapal-kapal TNI-AL yang lego jangkar dilepas pantai, semua dikonsentrasikan dalam merebut daerah G.Matabian dan sekitarnya.

Dalam petempuran yang berlangsung sengit dan berdarah-darah, Kompi B Yonif Linud 328/Dirgahayu yang bergerak dari samping, mendaki dan berusaha menduduki puncak gunung tersebut mendapat perlawanan sengit. Kondisi prajurit banyak yang kelelahan dengan logistik yang menipis, ditambah hanya 2 Peleton dari Kompi tersebut yang bisa digerakkan. Sisanya sakit terkena Malaria dan lain sebagainya. Kompi C dan Kompi A selaku cadangan berada dibelakang, diperintahkan untuk bergabung membantu Kompi B di puncak Gn. Matabian, namun tertahan di medan-medan yang masih dikuasai dan dipertahankan dengan kuat oleh musuh. Laporan terus menerus mengalir, Kompi B di puncak dalam kondisi kritis!

Dengan kondisi Kompi B di puncak semakin kritis, terkepung dan dihujani tembakan dan batu-batu besar dari atas, akhirnya Komandan Kompi gugur disusul semua Danton nya. Praktis Kompi B habis. Setelah melalui pertempuran yang sangat melelahkan, sisa prajurit yang tersisa terpaksa tuspur berusaha melolosakan diri kebawah sebelah tenggara untuk bergabung dengan pasukan kawan (Yonif 502, Yonif 503, Yonif 315, Yonif 712) di Matabean Feto.

Prajurit Kompi B yang berhasil dalam pelolosan tersebut sekarang dipimpin oleh seorang Bintara dengan moril sangat rendah dan dalam kondisi stress. Ada 13 orang prajurit yang gugur di puncak Gn.Matabian Mane, terdiri dari 1 Danki, 3 Danton, Bintara Pelatih, serta beberapa prajurit yang heroik.

Yonif Linud 328/Dirgahayu waktu itu dipimpin oleh Letkol Inf. Bambang Soembodo, Wadanyon Mayor Inf. D. Hatta Permana. Ketika Kompi yang porak poranda dikosolidasikan, saya menilai Kompi ini masih bagus karena yang dalam kondisi sakit malaria kebanyakan Bintara dan Tamtama senior yang berpengalaman dan jagoan tempur. Saya tahu itu karena pada 1975 saya sempat memimpin Peleton Kompi ini. Selanjutnya saya ke pos pertahanan karena baru saja saya menyergap 8 orang GPK dengan senjata dan berada di Ton I Kompi C. Waktu itu saya sebagai Danton I.

Saya kedatangan Wadanyon, sambil laporan saya serahkan tawanan dan senjata yang berhasil kami rampas. Selanjutnya Wadanyon memerintahkan saya untuk memimpin Kompi B yang masih mengalami shock, kemudian sebagai seorang yunior dan mendapat tugas menjabat Komandan Kompi, saya bertanya kepada Wadanyon.
"Pak, kan masih ada senior saya. Wadanki".
Dijawab lantang oleh Wadanyon
"Sudah, kamu yang saya tunjuk !"
"Siap, laksanakan !".
Tidak ada kata lain, langsung Surat Petintah sudah ada ditangan Wadanyon dan diserahkan kepada saya.
Saya berpikir dalam hati kenapa begini, tapi mungkin Allah SWT yang menunjukkan jalan kepada saya untuk memimpin Kompi B ini.

Suatu ketika, Kompi B yang sekarang saya pimpin mendapat Perintah Operasi (PO). Ketika melaksanakan perintah tersebut, pasukan saya berada didepan untuk bergerak menuju Liomar. Porspeed didepan melihat musuh, mestinya ia langsung menembak tetapi lari kebelakang. Karena panik senjata tidak dapat ditembakkan. Melihat porspeed kalang kabut mundur kebelakang, pasukan yang dibelakang nya pun mengikuti. Lari mundur ke belakang. Kemudian saya tanya,
"Kenapa mundur? kenapa tidak nembak?"
"Macet Komandan!" kata porspeed itu
Padahal senjatanya tidak bermasalah. Senjata macet hanya karena dia lupa membuka kunci pengaman. Jadi macet karena terkunci. Disinilah susahnya kalau memimpin pasukan yang morilnya sudah turun.

Dalam keadaan seperti itu, datang bantuan pasukan yang dipimpin oleh Aguk dari Kompi A dengan panggilan sandi "Biru Dua" suara dalam radio terdengar "Biru dua datang...biru dua datang....biru dua datang...". Hal ini memompa semangat pasukan Kompi B yang morilnya sudah turun untuk bertempur kembali.

Tahun 1983, Aguk berangkat tugas operasi lagi ke daerah Timor Timur dalam Kompi Kujang Teritorial Intelijen Combat (Kuterinbat). Dankinya Kapten Inf. Adam Damiri, Wadankinya Kepten Inf. Agustadi Sasongko Purnomo, sedangkan anggotanya berasal dari Yonif Linud 305/Tengkorak, Yonif Linud 328/Dirgahayu dan Yonif Linud 330/Tri Dharma. Dalam pelaksanaanya, Danki Kapten Inf. Adam Damiri menderita sakit sehingga dievakuasi ke Dilli dan sesuai prosedur kemiliteran Wadanki Kapten Inf. Agustadi Sasongko Purnomo mengambil alih kepemimpinan Kuterinbat.

Pengalaman lain tatkala sama-sama di Satuan Yonif Linud 305/Tengkorak, saya menjabat Komandan Kompi Markas (Dankima) pernah dituduh sebagai “Komandan PLO” bersama Agustadi Sasongko Purnomo yang waktu itu menjabat Danki A dan Erwin Sujono (Pensiun Letjen TNI) Danki B. Kami dituduh memimpin para Bintara untuk tidak mengikuti upacara sehingga kami bertiga dibenci Danyon. Saya pernah diproses oleh Pak Fahrul Rozy (Pensiun Letjen TNI), nah disitulah saya menjadi catatan Brigade. Kenangan semacam ini teringat lagi ketika kami bertiga bersama-sama di Karawang. Wah, ini orang “PLO” sudah jadi Jenderal semua. Waktu itu saya Mayjen TNI sebagai Kepala Staf Kostrad, Mayjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo sebagai Panglima Divisi 1 Kostrad, dan Brigjen TNI Erwin Sujono sebagai Kepala Staf Divisi I/Kostrad.

Menurut pandangan saya, sosok Aguk seorang yang gemar olahraga. Terutamanya sepakbola, larinya kencang. Posisinya membingungkan, kadang penyerang, kadang gelandang, dan kadang sayap kanan. Larinya kencang, tapi ketika mau menendang tenaga sudah tidak ada, nafasnya habis. Dalam dirinya punya darah seni dan sosial, pandai bermain gitar, sedangkan dalam hal spiritual beliau menjalankan syariat Islam dengan baik, tugas operasi pun sangat getol berpuasa dan taat beribadah.

Dengan demikian, menurut hemat saya, cocoklah kalau sosok Agustadi Sasongko Purnomo menduduki jabatan Kasad dan dapat dijadikan sebagai contoh teladan bagi prajurit TNI-AD khususnya, dan TNI pada umumnya.

Apa Kata Mereka:
> Bpk. Mayjen TNI Purn. Abi Kusno

Ketika masih Taruna AKABRI Bagian Darat, saya dan Agustadi Sasongko Purnomo satu angkatan. Tahun 1971 tingkat 1 dan 1974 lulus. Kami Sama-sama di Kompi 2 Batalyon Wasana 1 Taruna, Cuma bedanya saya sebagai rumput biasa sedangkan beliau menjabat Kepala Staf Umum (Kasu) 2 Divisi Taruna. Kemudian tahun 1974 sama-sama dilantik oleh Presiden Republik Indonesia dengan pangkat Letnan Dua. Setelah lulus AKABRI Bagian Darat di Magelang, kami berlima (Abi Kusno, Irianto, Didi Harjadi, Mujitoari, Agustadi SP.) ditugaskan di satuan Yonif 328/Dirgahayu Kostrad, sedangkan Irianto dan Mujitoari ditugaskan di satuan Yonif Linud 300/Tri Dharma. Sesuai prosedur, kami bertiga melakukan laporan korp dan diterima oleh Danyonif Linud 328/Dirgahayu Letkol Inf. Rudjito. Bersamaan dengan itu satuan kami pada tahun 1975 sedang persiapan berangkat tugas operasi dan kami di ikutkan. Tanggal 5 Desember 1975 kami bertiga berangkat tugas operasi di Madiun menuju Kupang. Tanggal 9 Desember 1975 dari Kupang naik pesawat Hercules dan diterjunkan di daerah Baucau Timor Timur. Ini adalah tugas operasi pertama bagi kami.

Setelah penerjunan, Peleton Agustadi SP. Diperintahkan oleh Danki A Kapten Inf. Saleh untuk mengawal tim penyelidik dari Batalyon pimpinan Kapten Inf. Hidayat, Kasi 1/Lidik Yonif Linud 328/Dirgahayu. Dalam pelaksanaan pengawalan diketahui oleh Agustadi SP. Pasukannya melihat ada GPK, kemudian dilakukan penyergapan oleh mereka, hasilnya banyak musuh yang tewas serta banyak senjata direbut. Penyergapan ini adalah yang pertama kali persembahan untuk Batalyon, karena baru terjun keesokan harinya, dapat tugas dan berhasil. Disitulah letak keunggulan Agustadi Sasongko Purnomo. Dari Baucau, kemudian kami bergerak ke Manatuto. Setiap gerakan yang dilakukan oleh Agustadi SP. Selalu mendapatkan hasil, dapat dikatakan bahwa keberhasilan Batalyon dihasilkan oleh Peleton yang dipimpin oleh Aguk.

Pada tahun 1978, Yonif Linud 328/Dirgahayu dibawah pimpinan Letkol Inf. Bambang Sumbodo, berangkat tugas operasi ke daerah Timor Timur. Kami bertiga ikut juga didalamnya. Namun, satu teman akrab kami, Lettu Inf. Didi Harjadi mendahului sang khalik. Tertembak musuh saat kontak di daerah Los Palos.

Kepribadian Agustadi SP. sejak Taruna AKABRI sampai sekarang tidak mau menonjolkan diri, artinya tidak mau cari-cari muka kecuali dipanggil. Beliau dekat dengan para pimpinan bahkan dengan pimpinan nasional. Beliau sosok yang familiar, komunikatif, sederhana, mudah bergaul dengan siapa pun meskipun dengan tukang becak sekalipun.

profile picutre
Diposkan Oleh Erwin Parikesit (Kaskuser)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...