Sabtu, 25 Februari 2012

Tim K-9 Yonif 500 / Raider


im K-9 didalam menjalankan tugas mempunyai semboyan "Kami bukan prajurit hebat tetapi prajurit yang terlatih". oleh karenanya bagi Tim K-9 tiada hari tanpa latihan untuk meingkatkan kemampuan, guna mendukung keberhasilan tugas pokok Yonif 500 / Raider.

Belajar dari sejarah tentang penggunaan hewan anjing di dunia kemiliteran, maka sangat tepat apa yang dilakukan Yonif 500 / Raider jajaran Kodam V / Brawijaya dengan membentuk tim khusus bernama "Tim K-9".

Tim K-9 merupakan satu satunya tim hewan yang tidak di miliki batalyon - batalyon raider lainnya di Indonesia.

Seluruh personil pajurit yang terlibat dalam Tim K-9 bertanggung jawab terhadap perawatan dan pelatihan anjing - anjing di tim tersebut.

image nameimage name

Tim K-9 Yonif 500 / Raider tergabung tim Penanggulangan Teror (Gultor), bertugas pencarian jejak dan pelacakan. Dipimpin seorang Bintara selaku Komandan Tim (Dantim), yang membawahi 10 orang prajurit dan 10 ekor anjing. Seorang perwira ditunjuk sebagai koordinator pelatih.

image name

Anjing-anjing pelacak tersebut dilatih selama 5 bulan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut oleh pelatih dari K-9 Pomal dan Perkin (Perkumpulan Kinologi Indonesia) sehingga menjadi anjing-anjing pelacak yang terlatih. Anjing pelacak dengan berbagai macam anjing seperti German Shepherd Dog, Rottweiller, Dobermann, Kintamani dan Golden Retriever.

image name

Tujuan Tim K-9 dibentuk untuk mendukung tugas khusus Tim antiteror (GULTOR) Yonif 500 / Raiders dimana anjing - anjing pelacak tersebut digunakan untuk mencari dan menemukan musuh. Selain itu dapat juga mendeteksi barang-barang yang mencurigakan, sehingga dapat mengetahui dan menemukan barang - barang yang berbahaya atau yang tidak berbahaya. Tim K-9 ini sering diikutkan dalam kegiatan PAM VIP / VVIP yang melibatkan Tim Antiteror Yonif 500 / Raiders, di Wilayah Surabaya khususnya dan Jawa Timur umumnya.


Sumber :
  • yonif-raider

Helikopter WASP

Skuadro Udara 400
ada waktu pembelian Kapal jenis Frigate kelas Van Spiejk, Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) ikut mengadakan pengadaan Helikopter anti kapal selam ringan jenis WASP dari Belanda.

Helikopter WASP ALRI ini merupakan Helikopter yang di akusisi bangsa kita yang dapat mendeteksi kapal selam. Helikopter WASP ini diberitakan hanya bisa membawa dan dapat menembak torpedo ke kapal selam, karena tidak memakai sonar, radar, snowbuoy dan lainnya seperti helikopter khusus anti kapal selam. Cara kerjanya tidak seperti sekarang yang serba otomatis dan koneksi antara sesama alutsista.

Pada era 60-an sistem AKS (Anti Kapal Selam) kita cukup ideal, karena dibantu Pesawat Gannet dan helikopter Mi 4 ASW (Anti Submarine Warfare), walau sesudahnya terus redup, kemudian masih ada heli WASP dari Inggris, tapi setelah itu di grounded, dan tak ada lagi gantinya

Helikopter jenis ini bersama Helikopter Mi 4 ASW (buatan Rusia) masuk kedalam Skuadron Udara 400 ALRI (sekarang TNI AL) yang khusus anti kapal selam maupun kapal permukaan. berpangkalan di Bandara Juanda, Surabaya.

Diberitakan kita mengakusisi 10 unit Helikopter ini pada bulan April tahun 1981 bekas dari Belanda buatan tahun 1967, pernah dipakai UK Royal Navy Tribal Class dan Dutch Navy Van Spiejk Class Frigates. Pada tahun 1998 di informasikan 3 unit di pensiunkan.

Helikopter WASP ini dikenal sebagai Westland Wasp merupakan generasi pertama helikopter anti kapal selam, ringan. Ia adalah hasil program P.531, Wasp merupakan helikopter ringan yang dilengkapi dengan radio UHF dan VHF untuk berkomunikasi dengan pengkalan dan kapal. Juga dilengkapi dengan sistem GPS bagi memudahkan pemanduan. Helikopter ini memenuhi keperluan 'MATCH' (Manned Torpedo - Carrying Helicopter) oleh UK Navy menjadi standar bagi helikopter kecil yang mampu mendarat di atas kapal frigate dan mampu membawa dua torpedo.

Berikut no registrasinya :

HS-430: Delivered to MLD (Dutch Navy) as AH-12A, 236. To TNI-AL 1981.
HS-431: Delivered to MLD (Dutch Navy) as AH-12A, 244. To TNI-AL 1981.
HS-432: Delivered to MLD (Dutch Navy) as AH-12A, 246. To TNI-AL 1981.
HS-433: Delivered to MLD (Dutch Navy) as AH-12A, 247. To TNI-AL 1981.
HS-434: Delivered to MLD (Dutch Navy) as AH-12A, 243. To TNI-AL 1981.
HS-435: Delivered to MLD (Dutch Navy) as AH-12A, 240. To TNI-AL 1981.
HS-436: Delivered to MLD (Dutch Navy) as AH-12A, 237. To TNI-AL 1981.
HS-437: Delivered to MLD (Dutch Navy) as AH-12A, 238. To TNI-AL 1981.
HS-438: Delivered to MLD (Dutch Navy) as AH-12A, 245. To TNI-AL 1981.
HS-439: Delivered to MLD (Dutch Navy) as AH-12A, 242. To TNI-AL 1981. 

Kedepan TNI AL telah merencanakan membeli Helikopter Anti Kapal Selam untuk memenuhi dan membantu kapal perang dalam mengamankan perairan kita yang sangat luas dari bahaya pencurian, pengintaian maupun melewati batas negara tanpa izin dari negara tetangga maupun lainnya.

Berikut Foto Helikopter WASP TNI AL :

Helikopter WASP mendarat di kapal
Helikopter tipe WASP ALRI (Foto TNI AL)
Helikopter WASP
Monumen Helikopter WASP (Foto Airliners)
Monumen Helikopter WASP
Helikopter Penerbal (Foto Indoflyer)

Spesifikasi Umum :

  • Kru : 2
  • Kapasitias : 2 - 4 penumpang
  • Panjang : 12.29 m
  • Diameter rotor : 9.83 m
  • Tinggi : 2.72 m
  • Berat kosong : 1,566 kg
  • Berat maksimum : 2,495 kg
  • Mesin : 1 × Rolls-Royce Nimbus 103 turboshaft, 1,050 shp (783 kW)
  • Kecepatan maksimum : 193 km/jam
  • Jarak Jelajah : 488 km

Persenjataan :

  • Torpedo : 2 x Mk 44 / 46 torpedo atau 2 x Mk 44 depth charges atau WE.177 600lb Nuclear Depth Bomb.
  • Senjata mesin : 4 x SS-11 diganti dengan 2 x peluru berpandu AS.12.
  • Umum : GPMG, 4.5 suar, Smoke/flame floats.


Sumber :
  • www.helis.com
  • wikipidea

Operasi Alpha

A-4 Skyhawk

 
  • Pembelian 32 pesawat A-4 Skyhawk dari Israel
 
eninggalnya mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) Marsda Djoko Poerwoko di Brazil tanggal 9 Agustus 2011 pukul 22.30 saat kunjungan ke Pabrik Super Tucano atas undangan pihak Embraer mengingatkan kita tentang banyak kisah.

Marsda Djoko merupakan salah satu penerbang tempur handal TNI AU. Berbagai jabatan pernah diembannya. Banyak pengalaman penerbang tempur yang satu ini. Dia pensiun pada 30 September 2006.

Salah satu kisahnya yang menjadi kontroversi adalah saat mengikuti operasi Alpha. Inilah operasi rahasia antara TNI dan Militer Israel untuk membeli 32 pesawat tempur A-4 Skyhawk, melatih pilot Indonesia di Israel dan menyamarkan pesawat tempur itu agar bisa dibawa pulang.

Setelah mengirimkan teknisi, 10 Pilot TNI AU diberangkatkan ke Israel. Bahkan 10 pilot itu tidak tahu mereka akan diberangkatkan ke mana. Dalam buku autobiografinya, Menari di Angkasa, Djoko Poerwoko menceritakan pengalamannya.

  • Operasi Alpha

Memasuki tahun 1979, isu tentang bakal dilakukannya pergantian kekuatan pesawat-pesawat tempur TNI AU sudah mulai bergulir. Hal ini sebenarnya wajar saja, mengingat kondisi pesawat tempur F-86 dan T-33 memang sudah tua. Sehingga, kemudian pemerintah harus mencari negara produsen yang bisa menjual pesawatnya dengan segera. Amerika Serikat ternyata bisa memberikan 16 pesawat F-5 E/F Tiger II. Tetapi ini masih belum cukup untuk mengisi kekosongan skadron - skadron tempur Indonesia.

Dari penggalian intelijen, Mabes ABRI ternyata kemudian mendapatkan berita, bahwa Israel bermaksud akan melepaskan armada A-4 Skyhawk yang mereka miliki. Indonesia dan Israel memang tidak memiliki hubungan diplomatik. Tetapi pada sisi lain, pembelian armada pesawat tersebut akhirnya terus diupayakan secara klandestin, oleh karena pasti akan menjadi polemik dalam masyarakat apabila tersiar di media massa.

Kerahasiaan tingkat tinggi sudah terlihat dari tata cara pemberangkatan personel. Saat kami semua sudah siap untuk berangkat, tidak seorang pun tahu, kemana mereka harus pergi. Operasi Alpha dimulai dengan memberangkatkan para teknisi Skadron Udara 11. Setelah tujuh gelombang teknisi, maka berangkatlah rombongan terakhir yang terdiri dari sepuluh penerbang untuk belajar mengoperasikan pesawat.


  • Berikut catatan pilot yang di latih terbang di udara israel.


Sebagai tim terakhir, kami mendapat pembekalan secara langsung di Mabes TNI AU. Awalnya hanya mengetahui bahwa para penerbang akan berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar terbang disana. Informasi lain-lain masih sangat kabur.

Setelah mengurus segala macam surat-surat dan beragam kelengkapan berbau “Amerika”, akhirnya kami berangkat menuju Singapura, dengan menggunakan flight garuda dari Bandara Halim Perdanakusuma.

Kami mendarat pada senja hari di Bandara Paya Lebar, Singapura, langsung diantar menuju hotel Shangrila. Dihotel tersebut ternyata telah menunggu beberapa petugas intel dari Mabes ABRI, berikut sejumlah orang yang masih asing dan sama sekali tidak saling dikenalkan. Kami akhirnya mulai menemukan jawaban bahwa arah sebenarnya tujuan kami bukan ke Amerika Serikat melainkan ke Israel. Sebuah negara yang belum terbayangkan keadaannya dan mungkin paling dibenci oleh masyarakat Indonesia.

Saat itu salah satu perwira BIA (Badan Intelejen ABRI, BAIS sekarang) yang telah menunggu segera mengambil semua paspor yang kami miliki dan mereka ganti dengan Surat Perintah Laksana Paspor (SPLP). Keterkejutanku semakin bertambah dengan kehadiran Mayjen Benny Moerdani, waktu itu kepala BIA, mengajak rombongan kami makan malam. Dalam kesempatan tersebut beliau dengan wajah dingin dan kalimat lugas, tanpa basa - basi langsung saja mengatakan, ” Misi ini adalah misi rahasia, maka yang merasa ragu-ragu, silahkan kembali sekarang juga. Kalau misi ini gagal, negara tidak akan pernah mengakui kewarganegaraan kalian. Namun, kami tetap akan mengusahakan kalian semua bisa kembali dengan jalan lain. Misi ini hanya akan dianggap berhasil apabila sang merpati telah hinggap…”

Mendengar ucapan beliau, perasaanku langsung bergetar. Wah, ini sudah menyangkut operasi rahasia beneran mirip James Bond. Bahkan sekalanya lebih besar. Bagaimana mungkin membawa satu armada pesawat tempur masuk ke Indonesia tanpa diketahui orang? Rasa terkejut semakin besar, oleh karena kami bersepuluh kemudian langsung berganti identitas yang mesti kuhapal diluar kepala saat itu juga.

Setelah acara makan malam, kami harus segera bergegas menuju Bandara Paya lebar dan terbang menuju Frankfurt dengan menggunakan Boeing 747 Lufthansa. Mulai detik itu, kami tidak boleh bertegur sapa, duduk saling terpisah, namun masih dalam batas jarak pandang.

Begitu mendarat di Bandara Frankfurt, kami harus berganti pesawat lagi untuk menuju Bandara Ben Gurion di Tel Aviv, Israel. Semakin aneh perjalanan, baru berdiri bengong karena masih jet lag, tiba-tiba seseorang langsung menyodorkan boarding pass untuk penerbangan ke Tel Aviv pada penerbangan berikutnya. Sampai di Bandara Ben Gurion, sesudah terbang sekitar empat jam, aku pun turun bersama para penumpang lain dan teman-temanku. Saling pandang dan cuma melirik saja, harus kemana jalan, mengikuti arus penumpang lain menuju pintu keluar.

Tetapi tanpa terduga, kami malah mendapat perlakuan tidak menyenangkan, sebagai bagian dari operasi intelijen. Kami langsung ditangkap dan digiring petugas keamanan bandara. hanya pasrah, oleh karena memang tidak tahu skenario apalagi yang harus dijalankan, yang ada hanya pasrah dengan hati berdebar.

Tamat riwayatku kini. Kubayangkan, betapa hebatnya agen rahasia Mossad yang dapat dengan cepat mengendus penumpang gelap tanpa paspor, berusaha menyelundup masuk ke negaranya. Meski dengan sopan si agen Mossad memperlakukan kita, tetap saja kami berpikir buruk.

Kami semua akan langsung dideportasi atau dihukum mati minimal dipenjara seumur hidup. Sebab tidak ada bukti, siapa memberi perintah datang ke Israel. Sampai diruang bawah tanah, perasaan kami tenang setelah melihat para perwira BIA yang dilibatkan dalam Operasi Alpha. Kemudian baru aku tahu, kami memang sengaja diskenariokan untuk ditangkap dan justru bisa lewat jalur khusus, guna menghindari public show apabila harus ke luar lewat jalur umum.

Kami langsung menerima brifing singkat mengenai berbagai hal yang harus diperhatikan selama berada di Israel. Yang tidak enak adalah kegiatan sesudahnya yaitu sweeping segala macam barang bawaan yang berlabel made in Indonesia. Kami juga diajarkan untuk menghapal sejumlah kalimat bahasa Ibrani, "Ani tayas mis Singapore" yang artinya aku penerbang dari Singapura. Ada sapaan "boken tof" berarti selamat pagi dan "shallom" sebagai sapaan saat bertemu dengan kawan.


  • Eliat, pangkalan udara rahasia

Semalam tidur dihotel, kami kemudian diangkut dalam satu mobil van menuju arah selatan menyusuri Laut Mati. Setelah dua hari perjalanan, kami sampai dikota Eliat. Perjalanan dilanjutkan kembali ditengah padang pasir, setelah melewati beberapa pos jaga, akhirnya van masuk ke sebuah pangkalan tempur besar diwilayah barat kota Eliat.

Di Israel, pangkalan tidak pernah memiliki nama pasti. Nama pangkalan hanya berupa angka dan bisa berubah. Bisa saja nama pangkalan itu adalah base number nine di hari tertentu, namun esoknya bisa diganti dengan angka lain. Sesuai kesepakatan bersama, kami menyebut tempat ini dengan Arizona, oleh karena dalam skenario awal kami memang disebutkan akan berlatih terbang di Amerika.

Total waktu rencana pelatihan selama empat bulan. Selama itu para penerbang melaksanan kegiatan pelatihan, dari ground school hingga bina terbang, agar mampu mengendalikan pesawat A-4 Skyhawk. Latihan terbang diawali dengan general flying sebanyak dua jam, ditemani instruktur Israel. Setelah itu, kami semua sudah boleh terbang solo. latihan kemudian dilanjutkan dengan pelajaran yang lebih tinggi tingkat kesulitannya. kali ini kami harus mampu mengoperasikan pesawat A-4 Skyhawk sebagai alat perang.

Selama di Eliat, walau terjadi berbagai macam masalah, namun tidak sampai mengganggu kelancaran latihan. Masalah utama tentunya bahasa, sebab tidak semua penerbang Israeli Air Force (IAF) bisa berbahasa Inggris, sedangkan kami tidak diajari berbahasa Ibrani secara detail. Masalah lain adalah telalu ketatnya pengawasan yang diberlakukan kepada para penerbang. Bahkan kami semua selalu dikawani satu flight pesawat tempur selama berlatih.

Pelajaran terbang yang efektif. Misalnya terbang formasi tidak perlu jam khusus tetapi digabung latihan lain seperti saat terbang navigasi atau air to air. sehingga dengan jam yang hanya diberikan sebanyak 20 jam / 20 sorti, kami semua dapat mengoperasikan A-4 Skyhawk sebagai Alutsista. Dalam siklus ini pula, aku pernah menembus sistem radar Suriah dengan instruktur ku.

Latihan terbang kami berakhir tanggal 20 Mei 1980 dengan dihadiri oleh beberapa pejabat militer Indonesia yang semuanya hadir dengan berpakaian sipil. Kami mendapat brevet penerbang tempur A-4 Skyhawk dari IAF.

Rasanya bangga, oleh karena kami dididik penerbang paling jago didunia. Namun kegembiraaan selesai pendidikan segera berubah sedih, oleh karena brevet dan ijasah langsung dibakar didepan mata kami oleh para perwira BIA yang bertindak sebagai perwira penghubung. kami dikumpulkan di depan mess dan barang - barang kami disita dan segera dibakar. Termasuk brevet, peta navigasi, catatan pelajaran selama dipangkalan ini. Mereka hanya berpesan, tidak ada bekas atau bukti kalau kalian pernah kesini. Maka hapalkan saja dikepala, semua pelajaran yang pernah diperoleh.


  • Wing day di Amerika

Selesai pendidikan di Israel, kami tidak langsung pulang ke Indonesia, namun diterbangkan dulu ke New York. semalam di New York, kemudian diajak ke Buffalo Hill di dekat air terjun Niagara. Ternyata kami sengaja dikirim kesana untuk bisa melupakan kenangan tentang Israel.

Kami diberi uang saku yang cukup banyak menurut hitungan seorang Letnan Satu. Aku juga dibelikan kamera merek Olympus F-1 lengkap dengan filmnya dan diwajibkan mengambil foto-foto dan mengirim surat atau kartu pos ke Indonesia, untuk menguatkan alibi bahwa kami semua benar-benar menjalani pendidikan terbang di AS. Akhirnya selama ada objek yang menunjukkan tanda medan lokasi atau berbau AS, pasti langsung dipakai sebagai background foto. Tidak terkecuali pintu gerbang hotel, nama toko bahkan sampai tong sampah bila ada tulisan United State of America pasti dijadikan sasaran foto.

Aku dibawa lagi ke New York, para penerbang kemudian diberikan program tur keliling AS selama dua minggu, mencoba tidur di sepuluh hotel yang berbeda dan mencoba semua sarana transportasi dari pesawat terbang hingga kapal.

Di Yuma, Arizona, kami telah diskenariokan masuk latihan di pangkalan US Marine Corps (USMC), Yuma Air Station. Tiga hari dipangkalan tersebut, kami dibekali dengan pengetahuan penerbangan A-4 USMC, area latihan dan mengenal instrukturnya.

Kami juga wajib berfoto, seakan-akan baru diwisuda sebagai penerbang A-4, sekaligus menerima ijasah versi USMC. Ini sebagai penguat kamuflase intelijen, bahwa kami memang dididik di AS. Salah satu foto wajib adalah berfoto di depan pesawat - pesawat A-4 Skyhawk USMC.

Sebelum pulang ke tanah air, aku juga mendapat perintah untuk menghapalkan hasil-hasil pertandingan bulu tangkis All England. Tambahannya, aku juga diharapkan menghapal beberapa peristiwa penting yang terjadi di dunia, selama aku diisolasi di Israel. Pelajaran mengenai situasi dunia luar tersebut terus diberikan, meskipun kami sudah berada di perut pesawat Branif Airways dengan tujuan Singapura.


  • Sang Merpati Hinggap

Tanggal 4 Mei 1980, persis sehari sebelum pesawat C-5 Galaxy USAF mendarat di Lanud Iswahyudi, Madiun, mengangkut F-5 E/F Tiger II, paket A-4 Skyhawk gelombang pertama, terdiri dua pesawat single seater dan dua double seater tiba di Tanjung Priok. Pesawat-pesawat tersebut diangkut dengan kapal laut langsung dari Israel, dibalut memakai plastik pembungkus, cocoon berlabel F-5. Dengan demikian, seakan-akan satu paket proyek kiriman pesawat terbang namun diangkut dengan media transportasi berbeda.

Nantinya, ketika sudah kembali lagi di Madiun, kepada atasan pun kukatakan bahwa pelatihan A-4 di Amerika. Sebagai bukti kuperlihatkan setumpuk fotoku selama berada di Amerika. Ingin melihat foto New York, aku punya. Mau melihat foto Akademe AU di Colorado, aku punya. Karena percaya, atasanku di Wing-300 malah sempat berkata, “Saya kira tadinya kamu belajar A-4 di Israel, enggak tahunya malah di Amerika. Kalau begitu isu tersebut enggak benar ya?”
Last but not least, gelombang demi gelombang pesawat A-4 akhirnya datang ke Indonesia setiap lima minggu, lalu semuanya lengkap sekitar bulan September 1980.


  • Berprestasi Tapi Harus Menutup Diri

Saat F-5 datang ke Indonesia, ternyata masih belum dilengkapi dengan persenjataan. Sedangkan A-4 justru sudah dipersenjatai dan langsung bisa digunakan dalam tugas-tugas operasional. Sehingga apa saja kegiatan TNI AU baik operasi maupun latihan selalu identik dengan F-5, walau kadang-kadang yang melakukannya adalah pesawat A-4.

A-4 tetaplah A-4 dan samasekali bukan F-5. Kondisi serba rahasia bagi armada A-4 bertahan samapi perayaan HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1980, dimana fly pass pesawat tempur ikut mewarnai acara tersebut. Pesawat A-4 tampil bersama - sama F-5 dimana untuk pertama kalinya pesawat A-4 dipublikasikan dalam event besar.

Setelah ini, sedikit demi demi sedikit mulailah keberadaan A-4 dibuka secara jelas. Tidak ada lagi tabir yang sengaja dipakai untuk menutupi keberadaan pesawat A-4 di mata rakyat Indonesia.

Sebagai informasi tambahan, hingga saat ini bahkan setelah A-4 digrounded pada tahun 2004, Mabes TNI AU tidak pernah mengakui operasi alpha pernah terjadi.


A-4 Skyhawk TNI-AU (Foto Kaskus Militer)


Saat itu Benny Moerdani yang mengatur langsung operasi Alpha. Tentu zamannya berbeda. Kalau dulu dengan kekuasaan tak terbatas yang dimiliki, ABRI bisa melakukan upaya semacam itu. Kalau sekarang tentu tidak bisa, karena menggunakan dana APBN, harus ada pertanggung jawabannya. Lagipula operasi semacam ini tentu melanggar prinsip keterbukaan. Belum lagi kerjasama dengan Israel, kalau dilakukan kini tentu Ormas - ormas Islam akan sangat keras menentang.


A-4E Skyhawk TNI Angkatan Udara (Foto Indoflyer)
TA-4 - pesawat latih Skyhawk (Foto Indoflyer)

Dua pesawat A-4 TNI AU sedang melaksanakan terbang patroli rutin. Jika diperhatikan warna cat dan logo TNI AU merupakan colour scheme model low visibility. Warna itu sengaja disamarkan agar tidak cepat terdeteksi oleh musuh. Warna low visibility juga tetap dipakai pada salah satu A-4 yang akan di grounded. 

Diberitakan bahwa TNI-AU pernah mengoperasikan sebanyak 37 Skyhawk II tipe A-4E dan TA-4E (ex Angkatan Udara Israel) hingga tahun 2003. 



Berikut nomor Pesawat :
  • 149978 = TT-0401
  • 149979 = TT-0402
  • 149986 = TT-0403
  • 149987 = TT-0404
  • 149998 = TT-0405
  • 150010 = TT-0406
  • 150025 = TT-0407
  • 150042 = TT-0408
  • unknown = TT-0409
  • 150120 = TT-0410
  • 150125 = TT-0411
  • 152007 = TT-0412
  • 152017 = TT-0413
  • 152089 = TT-0414

     Jenis TA-4H Skyhawk :
  • 157429 Constuct NO. 14078 in 1969 for IDF AF
  • 157430 Constuct NO. 14079 in 1969 for IDF AF

    Pesawat ini beroperasi dan termasuk Skadron 11 (SkU-11) di Lanud Hasanuddin, Ujung Pandang
    .
    Tahun 1981 A-4E 152013 = TT-0417, dikirim dari Israel menggantikan TT-0407. Tahun 1982, Tambahan pembelian 16 pesawat A-4E Skyhawks dari Israel :
  • 149664 = TT-0431
  • 150003 = TT-0432
  • 150015 = TT-0433
  • 150087 = TT-0434
  • 150027 = TT-0435
  • 151028 = TT-0436
  • 151072 = TT-0437
  • 151079 = TT-0438
  • 151098 = TT-0439
  • 151110 = TT-0440
  • 151189 = TT-0441
  • 151989 = TT-0442
  • unknown = TT-0443
  • 152062 = TT-0444
  • 152064 = TT-0445
  • unknown = TT-0446

    Pesawat  jenis ini beroperasi pada awal tahun 1985 dan termasuk Skadron 12 (Sku 12) di Lanud Pekanbaru, Propinsi Riau.
    Pada Bulan November 1992, TNI AU mengoperasikan 28 A-4E Skyhawks dalam 2 Skadron. Dua pesawat yang dibeli dari Amerika type TA-4Js, No 154315 and 158454, tahun 1999 setelah diupgare di New Zealand, beroperasi di bulan Oktober.
  • TA-4J BuNo 154315 (AMARC 3A0708) = TL-0418
  • TA-4J BuNo 158454 (AMARC 3A0754) = TL-0419

    Pesawat Skyhawk tetap beroperasi di Skadron 11 sampai tahun 2004, yang akhirnya digantikan dengan pesawat tempur dari Rusia Su-27SK / Su-30MK “Flanker”, tetapi sampai tahun 2007 tetap digunakan sebagai pesawat latih.
Karakteristik umum :
  • Kru : 1 (2 in TA-4J, TA-4F, OA-4F) 
  • Panjang : 40 ft 3 in 
  • Lebar sayap : 26 ft 6 in 
  • Tinggi : 15 ft 
  • Luas sayap : 259 ft² 
  • Airfoil : NACA 0008-1.1-25 root, NACA 0005-0.825-50 tip 
  • Bobot kosong : 10,450 lb 
  • Bobot tempur : 18,300 lb 
  • Bobot maksimum lepas landas : 24,500 lb 
  • Mesin : 1× Pratt & Whitney J52-P8A turbojet, 9,300 lbf (10,000+ USMC A-4M and OA-4M)
Kinerja :
  • Kec. maksimum : 585 kn (673 mph, 1,077 km/h) 
  • Jarak jelajah : 1,700 nmi 
  • Batas tertinggi servis : 42,250 ft 
  • Laju panjat : 8,440 ft/min 
  • Beban sayap : 70.7 lb/ft² 
  • Dorongan / berat : 0.51 
  • G - limit : -3/+8 g
Persenjataan :
  • Senjata : 2 × 20 mm (0.79 in) Colt Mk 12 cannon, 100 rounds/gun
  • Rudal : 4 × AIM-9 Sidewinder, AGM-45 Shrike ARM (anti-radiation misssiles), MBDA Exocet, AGM-65 Maverick ASM (air-to-surface missiles), AGM-62 Walleye glide bomb, AGM-12 Bullpup ASM (air-to-surface missiles)
  • Bom : 9,900 lb (4,490 kg) on five external hardpoints, Rockeye Mk.20 Cluster Bomb Unit, Rockeye Mk.7/APAM-59 Cluster Bomb Unit, Mk.81 (250 lb/113 kg) and Mk.82 (500 lb/227 kg) general-purpose bombs, various tactical nuclear missiles and bombs, Mk.76 practice bombs 




Sumber :

Arya Kemuning : Penghadangan Berdarah

atalyon Infanteri 203 / Arya Kemuning  (Yonif 203 /AK) sebelumnya adalah satuan organik Kodam Siliwangi. Pada 1 Januari 1964 dimasukkan ke administratif Kodam Jaya berdasar SKEP Pangdam Siliwangi No 128-2/II/1963 tanggal 26 Desember 1963.

Kodam Jaya
Yonif 203 / AK berada dibawah Brigade Infanteri 1 Pengamanan Ibukota / Jaya Sakti, mempunyai tugas pokok mengamankan ibukota dari gangguan keamanan darat maupun udara. Disamping itu, Yonif 203 /AK juga mempunyai spesialisasi dalam pertempuran jarak dekat (PJD) pertempuran kota, PAM VVIP, PAM Obvit.

Batalyon ini didukung oleh semangat yang tinggi para personilnya dalam setiap melaksanakan tugas, baik tugas - tugas di satuan maupun yang diberikan oleh komando atas, khususnya tugas PAM VVIP (Very Very Important Person) yakni mengamankan Presiden RI (RI 1) dan Wakil Presiden RI (RI 2).

Sebagai prajurit infanteri yang mempunyai tugas pokok bertempur, para personil Yonif 203 / Arya Kemuning yang sehari hari mengamankan ibukota Jakarta, mereka juga dituntut untuk mampu melaksanakan tugas operasi pertempuran di seluruh wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan harus berhasil.

Teguh Yulianto yang baru lahir jadi tentara berpangkat Prajurit Dua (Prada) kala itu  menjadi bagian Satuan Setingkat Kompi (SSK) Yonif 203 / AK berangkat tugas ke daerah rawan Nanggroe Aceh darussalam (NAD). Rasa Bangga sebagai prajurit yang dipercaya untuk melakukan perkerjaan mulia, meski nyawa adalah taruhannya.

Selama 3 bulan menjalani latihan Rajawali di Pusat Pendidikan kopassus (Pusdikpassus), berangkatlah para prajurit banten ini menjaga keamanan dari gangguan keamanan kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

"Karena baru pertama kalinya saya menginjakkan kaki di tanah rencong Aceh ini, saya langsung sujud mencium landasan sambil berdoa, semoga Allah yang Maha Kuasa memberikan kesehatan, perlindungan dan keselamatan," kenang Prada Teguh Yulianto.

Yonif 203 / AK (Foto Ryan Boedi)
Pasukan Yonif 203 / AK lalu bergabung dengan satuan kompi asal Propinsi NAD. Setelah 3 hari beristirahar di base camp, Prada Teguh akhirnya bertugas dan mempraktikan semua ilmu ketentaraannya. Disitulah "tentara baru jadi" merasakan suasana pertempuran  yang sebenarnya, menghadapi musuh yang sewaktu waktu dapat mengambil nyawanya.

Prada Teguh yang di Pasukan Rajawali tergabung dengan Peleton-3 (Ton 3) Yonif 203 / AK, mengalami tugasnya berpatroli setiap malam sampai subuh. "Pengalaman patroli pertama yang membuat adrenalin saya naik adalah ketika berpatroli di  sekitar daerah Pusong Lama, karena disitu adalah tempat produksi ranjau untuk menghadapi patroli pasukan TNI," katanya. Selain dikota Lhokseumawe, ia juga kerap keluar masuk hutan dan bukit bukit yang berdekatan dengan kampung penduduk. Karena menurut informsi, wilayah itu merupakan rute perjalanan GAM untuk turun ke kota
mencari logistik, sekaligus tempat pengedapan maupun persembunyian.

Peletonnya terus mendapat Perintah Operasi (PO) untuk melakukan pengepungan, pembersihan, dan penggeledahan rumah di Cunda. Waktu itu sempat terjadi kontak tembak dengan GAM dan itulah situasi tembak menembak pertama kalinya dialami Prada Teguh menghadapi peluru mematikan. Dari peristiwa itu Ton 3 Rajawali / AK berhasil menangkap hidup hidup empat anggota GAM, yang salah satunya adalah Panglima Sago wilayah Lhokseumawe. Seorang lainnya tewas tertembus peluru tepat di kepalanya dan diketemukan sejumlah dokumen GAM.

Setelah sebulan di Bawah Perintah (BP) Yonif 112 /JS, Pasukan Rajawali Yonif 203 / AK kemudian bergeser ke Lhoksukon dan dibagi dua, yakni beberapa peleton bergerak dengan kendaraan dan yang lainnya dengan jalan kaki. Kali ini Prada Teguh berada di Peleton yang berjalan kaki.

Suatu waktu di informasikan satu peleton yang bergerak dengan kendaraan dihadang kelompok GAM dan Peleton Teguh diperintahkan membantu rekan rekannya yang terjepit posisinya dan hanya mampu membalas tembakan dari dalam kendaraan. setelah tiba di TKP baku tembak tetap berlanjut, namun pihak GAM akhirnya mundur melarikan diri setelah tahu datang bala bantuan. 

Yonif 203 / AK (Foto Ryan Boedi)
Pengalaman Prada Teguh terus berlanjut dan semakin seru. Dalam perjalan patroli dengan berjalan kaki,  banyak kejadian yang menegangkan, baik melintasi bukit yang ditumbuhi alang-alang dan rumput yang mencapai 2 sampai 3 meter maupun melintasi tebing yang curam. Gangguan tembakan dari GAM sering terjadi meski kehati hatian maupun kewaspadaan selalu di utamakan.

"Dalam menjalankan tugas operasi, kesabaran merupakan salah saru kunci keberhasilan," kata Prada Teguh Yulianto. Setelah berbulan bulan, akhirnya dia berserta lainnya dari Yonif 203 / AK bergabung menjadi kompi utuh menunggu logistik di Panton Labu. Di wilayah itu, ia di tugaskan berserta satu peleton berpatroli sambil mencari warga yang menjadi mata - mata GAM, dengan ciri fisik satu tangannya berjari enam.

Berkat kegigihan Pasukan Arya Kemuning, akhirnya orang yang dicari dapat diketemukan, ditawan dan hendak dibawa ke Pos 203. Ketika dalam perjalanan, Pasukan bertemu dengan tiga personel GAM yang berkendaraan motor. Kontak tembak pun tak terelakan. Dari 15 menit pertempuran itupun, dua orang berhasil dilumpuhkan, sedang seseorang berhasil melarikan diri.

Suasana baku tembak pun dimanfaatkan tawanan tersebut untuk kabur. "Orang itu saya kejar. Saat mau saya tangkap dia melawan dan berusaha merebut senjata yang saya pegang. Akhirnya mau tidak mau, dengan terpaksa dia saya tembak," kata Teguh. Meski ketiga anggota GAM dapat dilumpuhkan, pasukan TNI tidak mendapatkan senjata anggota GAM, karena di bawa kabur sama anggota GAM yang melarikan diri.

Itulah kejadian yang sesungguhnya, namun di beritakan lain di surat kabar lokal. GAM menyatakan bahwa TNI telah merusak dan membakar rumah warga seta membunuh lima orang warga sipil. Padahal selain terjadinya kontak tembak yang menewaskan tiga anggota GAM (bukan warga sipil) karena mereka jelas - jelas bersenjata. Pasukan Rajawali hanya melakukan pengepungan dan penggeledahan rumah tanpa merusak apalagi membakar. "Saya yang saat itu Prada jadi berpikir, ternyata perang itu bukan hanya membunuh dan di bunuh, tapi juga adu pengaruh dan cari simpati," ujar Teguh.

Yonif 203 / AK (Foto Ryan Boedi)
Satu lagi yang membekas di pikiran Teguh Yulianto yang sekarang berpangkat "Tiga Balok Merah" atau Prajurit Kepala (Praka) dan sudah berkeluarga ini ialah waktu berpatroli bersama peletonnya, menuju ke lokasi peleton kawannya yang tengah diserang GAM. Di tengah tengah perjalanan mereka di serang gerombolan GAM dengan bersenjata campuran. Dari bunyi tembakan yang gencar mengarah ke mereka dapat di perkirakan bahwa personil maupun senjata anggota GAM lebih besar dibandingkan kekuatan pasukan mereka.

Dari baku tembak yang tidak seimbang dalam jarak sekitar tiga puluhan meter itu, rekan Teguh , Prada Haryanto tersambar peluru musuh hingga meninggal dunia di tempat dan seorang prajurit lainnya terluka parah kena serpihan senjata pelontar granat (GLM : Grenade Launcer Module). " Saat saya membantu teman yang kena serpihan GLM, saya kena tembakan di lutut dan dada sebelah kanan," kata Teguh sambil menunjukan bekas lukanya.

Doa yang pernah dipanjatkannya ketika pertama kali menginjakkan kaki di NAD rupanya di kabulkan - Nya ... Tuhan YME masih melindunginya. Dengan menahan rasa sakit akibat lukanya, ia terus melakukan perlawanan dengan gencar menembak ke posisi anggota GAM, sekaligus melindungi rekannya yang terluka parah terkena GLM, sambil menunggu datangnya bantuan.

Setelah sekitar tiga puluh menit-an kontak tembak berlangsung, pasukan kawan pun datang membantu. Mengetahui kekuatan pasukan TNI bertambah, personil GAM kemudian mundur dan melarikan diri. Dari pembersihan yang dilakukan di lokasi kejadian, didapati dua orang anggota GAM tewas berikut senjatanya SS-1 dan AK-47. kisah ini diringkas dari kisah prajurit dari majalah Defender.

Jumat, 24 Februari 2012

☆ Mengenang Usman & Harun (2)

  • Memasuki wilayah Singapura.

Tanggal 8 Maret 1965 pada waktu tengah malam buta, saat air laut tenang ketiga Sukarelawan ini mendayung perahu, Sukarelawan itu dapat melakukan tugasnya berkat latihan-latihan dan ketabahan mereka. Dengan cara hati-hati dan orientasi yang terarah mereka mengamati tempat-tempat penting yang akan dijadikan obyek sasaran, dan tugas mengamati sasaran-sasaran ini dilakukan sampa larut malam. Setelah memberikan laporan singkat, mereka mengadakan pertemuan di tempat rahasia untuk melaporkan hasil pengamatan masing-masing. Atas kelihaiannya mereka dapa berhasil kembali ke induk pasukannya, yaitu Pulau Sambu sebaga Basis II dimana Usman dan Harun bertugas.


Pada malam harinya Usman memesan anak buahnya agar berkumpul kembali untuk merencanakan tugas-tugas yang haru dilaksanakan, disesuaikan dengan hasil penyelidikan mereka masing-masing. Setelah memberikan laporan singkat, mereka mengadakan perundingan tentang langkah yang akan ditempuh karena belum adanya rasa kepuasan tentang penelitian singkat yang mereka lakukan, ketiga Sukarelawan di bawah Pimpinan Usman, bersepakat untuk kembali lagi ke daerah sasaran untuk melakukan penelitian yang mendalam. Sehingga apa yang dibebankan oleh atasannya akan membawa hasil yang gemilang.


Di tengah malam buta, di saat kota Singapura mulai sepi dengan kebulatan dan kesepakatan, mereka memutuskan untuk melakukan peledakan Hotel Mc Donald, Diharapkan dapat menimbulkan kepanikan dalam masyarakat sekitarnya. Hotel tersebut terletak di Orchad Road sebuah pusat keramaian di kota Singapura. Pada malam harinya Usman dan kedua anggotanya kembali menyusuri Orchad Road. Di tengah-tengah kesibukan dan keramaian kota Singapura ketiga putra Indonesia bergerak menuju ke sasaran yang ditentukan, tetapi karena pada saat itu suasana belum mengijinkan akhirnya mereka menunggu waktu yang paling tepat untuk menjalankan tugas. Setelah berangsur angsur sepi, mulailah mereka dengan gesit mengadakan gerakan gerakan menyusup untuk memasang bahan peledak seberat 12,5 kg.


Dalam keheningan malam kira-kira pukul 03.07 malam tersentaklah penduduk kota Singapura oleh ledakan yang dahsyat seperti gunung meletus. Ternyata ledakan tersebut berasal dari bagian bawah Hotel Mac Donald yang terbuat dari beton cor tulang hancur berantakan dan pecahannya menyebar ke penjuru sekitarnya. Penghuni hotel yang mewah itu kalang kabut, saling berdesakan ingin keluar untuk menyelamatkan diri masing-masing. Demikian pula penghuni toko sekitarnya berusaha lari dari dalam tokonya.

Koran Sekitar yg Mengangkat Tema Tentang Kasus Peledakan yg Terjadi di Hotel Mc Donal

Beberapa penghuni hotel dan toko ada yang tertimbun oleh reruntuhan sehingga mengalami luka berat dan ringan. Dalam peristiwa ini, 20 buah toko di sekitar hotel itu mengalami kerusakan berat, 24 buah kendaraan sedan hancur, 3 orang meninggal, 35 orang mengalami luka-luka berat dan ringan. Di antara orang-orang yang berdesakan dari dalam gedung ingin keluar dari hotel tersebut tampak seorang pemuda ganteng yang tak lain adalah Usman.

Suasana yang penuh kepanikan bagi penghuni Hotel Mc Donald dan sekitarnya, namun Usman dan anggotanya dengan tenang berjalan semakin menjauh ditelan kegelapan malam untuk menghindar dari kecurigaan. Mereka kembali memencar menuju tempat perlindungan masing-masing.

Pada hari itu juga tanggal 10 Maret 1965 mereka berkumpul kembali. Bersepakat bagaimana caranya untuk kembali ke pangkalan. Situasi menjadi sulit, seluruh aparat keamanan Singapura dikerahkan untuk mencari pelaku yang meledakkan Hotel Mc Donald. Melihat situasi demikian sulitnya, lagi pula penjagaan sangat ketat, tak ada celah selubang jarumpun untuk bisa ditembus. Sulit bagi Usman, Harun dan Gani keluar dari wilayah Singapura. Untuk mencari jalan keluar, Usman dan anggotanya sepakat untuk menerobos penjagaan dengan menempuh jalan masing masing, Usman bersama Harun, sedangkan Gani bergerak sendiri.

Setelah berhasil melaksanakan tugas, pada tanggal 11 Maret 1965 Usman dan anggotanya bertemu kembali dengan diawali salam kemenangan, karena apa yang mereka lakukan berhasil. Dengan kata sepakat telah disetujui secara bulat untuk kembali ke pangkalan dan sekaligus melaporkan hasil yang telah dicapai kepada atasannya. Sebelum berpisah Usman menyampaikan pesan kepada anggotanya, barang siapa yang lebih dahulu sampai ke induk pasukan, supaya melaporkan hasil tugas telah dilakukan kepada atasan. Mulai saat inilah Usman dan Harus berpisah dengan Gani sampai akhir hidupnya.

  • Gagal kembali ke pangkalan.

Usaha ketiga Sukarelawan kembali ke pangkalan dengan jalan masing-masing. Tetapi Usman yang bertindak sebagai pimpinan tidak mau melepas Harun berjalan sendiri, hal ini karena Usman sendiri belum faham betul dengan daerah Singapura, walaupun ia sering memasuki daerah ini. Karena itu Usman meminta kepada Harun supaya mereka bersama-sama mencari jalan keluar ke pangkalan. Untuk menghindari kecurigaan terhadap mereka berdua, mereka berjalan saling berjauhan, seolah-olah kelihatan yang satu dengan yang lain tidak ada hubungan sama sekali. Namun walaupun demikian tetap tidak lepas dari pengawasan masing-masing dan ikatan mereka dijalin dengan isyarat tertentu. Semua jalan telah mereka tempuh, namun semua itu gagal.


Dengan berbagai usaha akhirnya mereka berdua dapat memasuki pelabuhan Singapura, mereka dapat menaiki kapal dagang Begama yang pada waktu itu akan berlayar menuju Bangkok. Kedua anak muda itu menyamar sebagai pelayan dapur. Sampai tanggal 12 Maret 1965 mereka berdua bersembunyi di kapal tersebut. Tetapi pada malam itu, waktu Kapten kapal Begama mengetahui ada dua orang yang bukan anak buahnya berada dalam kapal, lalu mengusir mereka dari kapal. Kalau tidak mau pergi dari kapalnya, akan dilaporkan kepada Polisi. Alasan mengusir kedua pemuda itu karena takut diketahui oleh Pemerintah Singapura, kapalnya akan ditahan. Akhirnya pada tanggal 13 Maret 1965 kedua Sukarelawan Indonesia keluar dari persembunyiannya.


Usman dan Harun terus berusaha mencari sebuah kapal tempat bersembunyi supaya dapat keluar dari daerah Singapura. Ketika mereka sedang mencari-cari kapal, tiba-tiba tampaklah sebuah motorboat yang dikemudikan oleh seorang Cina. Daripada tidak berbuat akan tertangkap, lebih baik berbuat dengan dua kemungkinan tertangkap atau dapat lolos dari bahaya. Akhirnya dengan tidak pikir panjang mereka merebut motorboat dari pengemudinya dan dengan cekatan mereka mengambil alih kemudi, kemudian haluan diarahkan menuju ke Pulau Sambu. Tetapi apa daya, manusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan. Sebelum mereka sampai ke perbatasan peraian Singapura, motorboatnya macet di tengah laut. Mereka tidak dapat lagi menghindari diri dari patroli musuh, sehingga pada pukul 09.00 tanggal 13 Maret 1965, Usman dan Harun tertangkap di bawa ke Singapura sebagai tawanan.


Mereka menyerahkan diri kepada Tuhan, semua dihadapi walau apa yang terjadi, karena usaha telah maksimal untuk mencari jalan. Nasib manusia di tangan Tuhan, semua itu adalah kehendak-Nya. Karena itulah Usman dan Harun tenang saja, tidak ada rasa takut dan penyesalan yang terdapat pada diri mereka. Sebelum diadili mereka berdua mendekam dalam penjara. Mereka dengan sabar menunggu saat mereka akan dibawa ke meja hijau. Alam Indonesia telah ditinggalkan, apakah untuk tinggal selama-lamanya, semua itu hanya Tuhan yang Maha Mengetahui.

TABAH SAMPAI AKHIR
  • Proses Pengadilan.
Usman dan Harun selama kurang lebih 8 bulan telah meringkuk di dalam penjara Singapura sebagai tawanan dan mereka dengan tabah menunggu prosesnya. Pada tanggal 4 Oktober 1965 Usman dan Harun di hadapkan ke depan sidang Pengadilan Mahkamah Tinggi (High Court) Singapura dengan J. Chua sebagai Hakim. Usman dan Harun dihadapkan ke Sidang Pengadilan Tinggi (High Court) Singapura dengan tuduhan :
  1. Menurut ketentuan International Security Act, Usman dan Harun telah melanggar Control Area.
  2. Telah melakukan pembunuhan terhadap tiga orang.
  3. Telah menempatkan alat peledak dan menyalakannya.

Dalam proses pengadilan ini, Usman dan Harun tidak dilakukan pemeriksaan pendahuluan, sesuai dengan Emergency Criminal Trials Regulation tahun 1964. Dalam Sidang Pengadilan Tinggi (Hight Court) kedua tertuduh Usman dan Harun telah menolak semua tuduhan itu. Hal ini mereka lakukan bukan kehendak sendiri, karena dalam keadaan perang. Oleh karena itu mereka meminta kepada sidang, supaya mereka dilakukan sebagai tawanan perang (Prisoner of War).

Namun tangkisan tertuduh Usman dan Harun tidak mendapat tanggapan yang layak dari sidang majelis. Hakim telah menolak permintaan tertuduh, karena sewaktu kedua tertuduh tertangkap tidak memakai pakaian militer. Persidangan berjalan kurang lebih dua minggu, pada tanggi 20 Oktober 1965 Sidang Pengadilan Tinggi (Hight Court) yan dipimpin oleh Hakim J. Chua memutuskan bahwa Usman dan Harun telah melakukan sabotase dan mengakibatkan meninggalnya tiga orang sipil. Dengan dalih ini, kedua tertuduh dijatuhi hukuman mati.

Pada tanggal 6 Juni 1966 Usman dan Harun mengajukan naik banding ke Federal Court of Malaysia dengan Hakim yang mengadilinya: Chong Yiu, Tan Ah Tah dan J.J. Amrose. Pada tanggal 5 Oktober 1966 Federal Court of Malaysia menolak perkara naik banding Usman dan Harun. Kemudian pada tanggal 17 Februari 1967 perkara tersebut diajukan lagi ke Privy Council di London. Dalam kasus ini Pemerintah Indonesia menyediakan empat Sarjana Hukum sebagai pembela yaitu Mr. Barga dari Singapura, Noel Benyamin dari Malayasia, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja SH dari Indonesia, dan Letkol (L) Gani Djemat SH Atase ALRI di Singapura. Usaha penyelamatan jiwa kedua pemuda Indonesia itu gagal. Surat penolakan datang pada tanggal 21 Mei 1968.

Setelah usaha naik banding mengenai perkara Usman dan Harun ke Badan Tertinggi yang berlaku di Singapura itu gagal, maka usaha terakhir adalah untuk mendapat grasi dari Presiden Singapura Yusuf bin Ishak. Permohonan ini diajukan pada tanggal 1 Juni 1968. Bersamaan dengan itu usaha penyelamatan kedua prajurit oleh Pemerintah Indonesia makin ditingkatkan. Kedutaan RI di Singapura diperintahkan untuk mempergunakan segala upaya yang mungkin dapat dijalankan guna memperoleh pengampunan. Setidak-tidaknya memperingan kedua sukarelawan Indonesia tersebut. Pada tanggal 4 Mei 1968 Menteri Luar Negeri Adam Malik berusaha melalui Menteri Luar Negeri Singapura membantu usaha yang dilakukan KBRI. Ternyata usaha inipun mengalami kegagalan. Pada tanggal 9 Oktober 1968 Menlu Singapura menyatakan bahwa permohonan grasi atas hukuman mati Usman dan Harun ditolak oleh Presiden Singapura.

Pemerintah Indonesia dalam saat-saat terakhir hidup Usman dan Harun terus berusaha mencari jalan. Pada tanggal 15 Oktober 1968 Presiden Suharto mengirim utusan pribadi, Brigjen TNI Tjokropanolo ke Singapura untuk menyelamatkan kedua patriot Indonesia. Pada saat itu PM Malaysia Tengku Abdulrahman juga meminta kepada Pemerintah Singapura agar mengabulkan permintaan Pemerintah Indonesia. Namun Pemerintah Singapura tetap pada pendiriannya tidak mengabulkannya. Bahkan demi untuk menjaga prinsip-prinsip tertib hukum, Singapura tetap akan melaksanakan hukuman mati terhadap dua orang KKO, Usman dan Harun, yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 1968 pukul 06.00 pagi waktu Singapura.

Permintan terakhir Presiden Suharto agar pelaksanaan hukuman terhadap kedua mereka ini dapat ditunda satu minggu untuk mempertemukan kedua terhukum dengan orang tuanya dan sanak farmilinya. Permintaan ini juga ditolak oleh Pemerintah Singapura tetap pada keputusannya, melaksanakan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun.

  • Pesan terakhir.

Waktu berjalan terus dan sampailah pada pelaksanaan hukuman, dimana Pemerintah Singapura telah memutuskan dan menentukan bahwa pelaksanaan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun tanggal 17 Oktober 1968, tepat pukul 06.00 pagi, Dunia merasa terharu memikirkan nasib kedua patriot Indonesia yang gagah perkasa, tabah dan menyerahkan semua itu kepada pencipta - Nya.

Seluruh rakyat Indonesia ikut merasakan nasib kedua patriot ini. Demikian juga dengan Pemerintah Indonesia, para pemimpin terus berusaha untuk menyelesaikan masalah ini. Sebab merupakan masalah nasional yang menyangkut perlindungan dan pembelaan warga negaranya. Satu malam sebelum pelaksanaan hukuman, hari Rabu sore tanggal 16 Oktober 1968, Brigjen TNI Tjokropranolo sebagai utusan pribadi Presiden Suharto datang ke penjara Changi. Dengan diantar Kuasa Usaha Republik Indonesia di Singapura Kolonel A. Ramli dan didampingi Atase Angkatan Laut Letkol (G) Gani Djemat SH, dapat berhadapan dengan Usman dan Harun di balik terali besi yang menyeramkan pada pukul 16.00. Tempat inilah yang telah dirasakan oleh Usman dan Harun selama dalam penjara dan di tempat ini pula hidupnya berakhir.

Para utusan merasa kagum karena telah sekian tahun meringkuk dalam penjara dan meninggalkan tanah air, namun dari wajahnya tergambar kecerahan dan kegembiraan, dengan kondisi fisik yang kokoh dan tegap seperti gaya khas seorang prajurit KKO AL yang tertempa. Tidak terlihat rasa takut dan gelisah yang membebani mereka, walaupun sebentar lagi tiang gantungan sudah menunggu.

Keduanya segera mengambil sikap sempurna dan memberikan hormat serta memberikan laporan lengkap, ketika Letkol Gani Djemat SH memperkenalkan Brigjen Tjokropranolo sebagai utusan Presiden Suharto. Sikap yang demikian membuat Brigjen Tjokropranolo hampir tak dapat menguasai diri dan terasa berat untuk menyampaikan pesan. Pertemuan ini membawa suasana haru, sebagai pertemuan Bapak dan Anak yang mengantarkan perpisahan yang tak akan bertemu lagi untuk selamanya. Hanya satu-satunya pesan yang disampaikan adalah bahwa Presiden Suharto telah menyatakan mereka sebagai Pahlawan dan akan dihormati oleh seluruh rakyat Indonesia, kemudian menyampaikan salut atas jasa mereka berdua terhadap Negara. Sebagai manusia beragama, Brigjen Tjokropranolo mengingatkan kembali supaya tetap teguh, tawakal dan berdoa, percayalah bahwa Tuhan selalu bersama kita. Kolonel A. Ramli dalam kesempatan itu pula menyampaikan, bahwa Presiden Suharto mengabulkan permintaan mereka untuk dimakamkan berdampingan di Indonesia.

Sebelum berpisah Usman dan Harun dengan sikap sempurna menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden RI Jenderal Suharto atas usahanya, kepada Jenderal Panggabean, kepada mahasiswa dan pelajar, Sarjana Hukum, dan Rakyat Indonesia yang telah melakukan upaya kepadanya. Pertemuan selesai, Sersan KKO Usman memberikan aba-aba, dan keduanya memberi hormat.

  • Menjalani Hukuman Mati.

Pada saat ketiga pejabat Indonesia meninggalkan penjara Changi, Usman dan Harun kembali masuk penjara, tempat yang tertutup dari keramaian dunia. Usman dan Harun termasuk orang-orang yang teguh terhadap agama. Mereka berdua adalah pemeluk agama Islam yang saleh. Di alam yang sepi itu menambah hati mereka semakin dekat dengan pencipta - Nya. Karena itu empat tahun dapat mereka lalui dengan tenang. Mereka selalu dapat tidur dengan nyenyaknya walaupun pelaksanaan hukuman mati semakin dekat.

Pemerintah dan rakyat Indonesia mengenang kembali perjuangan kedua pemuda ini dan dengan keharuan ikut merasakan akan nasib yang menimpa mereka. Sedangkan Usman dan Harun dengan tenang menghuni penjara Changi yang sepi dan suram itu. Mereka menghuni ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tembok, sedangkan di luar para petugas terus mengawasi dengan ketat. Usman dan Harun yang penuh dengan iman dan taqwa dan semangat juang yang telah ditempa oleh Korpsnya KKO AL menambah modal besar untuk memberikan ketenangan dalam diri mereka yang akan menghadapi maut. Di penjara Changi, pada hari itu udara masih sangat dingin Suasana mencekam, tetapi dalam penjara Changi kelihatan sibuk sekali. Petugas penjara sejak sore sudah berjaga-jaga, dan pada hari itu tampak lebih sibuk lagi.

Di sebuah ruangan kecil dengan terali - terali besi rangkap dua Usman dan Harun benar-benar tidur dengan pulasnya. Meskipun pada hari itu mereka akan menghadapi maut, namun kedua prajurit itu merasa tidak gentar bahkan khawatirpun tidak. Dengan penuh tawakal dan keberanian luar biasa mereka akan menghadapi tali gantungan.

Sikap kukuh dan tabah ini tercermin dalam surat-surat yang mereka tulis pada tanggal 16 Oktober 1968, yang tetap melambangkan ketegaran jiwa dan menerima hukuman dengan gagah berani. Betapa tabahnya mereka menghadapi kematian, hal ini dapat dilihat dari surat-surat mereka yang dikirimkan kepada keluarganya:

Sebagian Surat Usman yang berbunyi sebagai berikut :
Berhubung tuduhan dinda yang bersangkutan maka perlu anak anda menghaturkan berita duka kepangkuan Bunda sekeluarga semua di sini bahwa pelaksanaan hukuman mati ke atas anak anda telah diputuskan pada 17 Oktober 1968, hari Kamis 24 Rajab 1388.

Sebagian isi surat dari Harun sebagai berikut :
Bersama ini adindamu menyampaikan berita yang sangat mengharukan seisi kaum keluarga di sana itu ialah pada 14-10-1968 jam 10.00 pagi waktu Singapura rayuan adinda tetap akan menerima hukuman gantungan sampai mati.

  • MENGHADAPI TIANG GANTUNGAN

Pukul 05.00 subuh kedua tawanan itu dibangunkan oleh petugas penjara, kemudian disuruh sembahyang menurut agamanya masing-masing. Sebenarnya tanpa diperintah ataupun dibangunkan Usman dan Harun setiap waktu tidak pernah melupakan kewajibannya untuk bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena sejak kecil kedua pemuda itu sudah diajar masalah keagamaan dengan matang.

Setelah melakukan sembahyang Usman dan Harun dengan tangan diborgol dibawa oleh petugas ke kamar kesehatan untuk dibius. Dalam keadaan terbius dan tidak sadar masing-masing urat nadinya dipotong oleh dokter tersebut, sehingga mereka berdua lumpuh sama sekali. Dalam keadaan, lumpuh dan tangan tetap diborgol, Usman dan Harun dibawa petugas menuju ke tiang gantungan. Tepat pukul 06.00 pagi hari Kamis tanggal 17 Oktober 1968 tali gantungan di kalungkan ke leher Usman dan Harun.

Pada waktu itu pula seluruh rakyat Indonesia yang mengetahui bahwa kedua prajurit Indonesia digantung batang lehernya tanpa mengingat segi-segi kemanusiaan menundukkan kepala sebagai tanda berkabung. Kemudian mereka menengadah berdoa kepada Illahi semoga arwah kedua prajurit Indonesia itu mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya. Mereka telah terjerat di ujung tali gantungan di negeri orang, Jauh dari sanak keluarga, negara dan bangsanya. Mereka pergi untuk selama-lamanya demi kejayaan Negara, Bangsa dan Tanah Air tercinta.

Eksekusi telah selesai, Usman dan Harun telah terbujur, terpisah nyawa dari jasadnya. Kemudian pejabat penjara Changi keluar menyampaikan berita kepada para wartawan yang telah menanti dan tekun mengikuti peristiwa ini, bahwa hukuman telah dilaksanakan. Dengan sekejap itu pula tersiar berita ke seluruh penjuru dunia menghiasi lembaran mass media sebagai pengumuman terhadap dunia atas terlaksananya hukuman gantungan terhadap Usman dan Harun.

Bendera merah putih telah dikibarkan setengah tiang sebagai tanda berkabung. Sedangkan masyarakat Indonesia yang berada di Singapura berbondong-bondong datang membanjiri Kantor Perwakilan Indonesia dengan membawa karangan bunga sebagai tanda kehormatan terakhir terhadap kedua prajuritnya.

Begitu mendapat berita pelaksanaan eksekusi, Pemerintah Indonesia mengirim Dr. Ghafur dengan empat pegawai Kedutaan Besar RI ke penjara Changi untuk menerima kedua jenazah ini dan untuk dibawa ke Gedung Kedutaan Besar RI untuk disemayamkan. Akan tetapi kedua jenazah belum boleh dikeluarkan dari penjara sebelum dimasukkan ke dalam peti dan menunggu perintah selanjutnya dari Pemerintah Singapura. Pemerintah Indonesia mendatangkan lima Ulama untuk mengurus kedua jenazah di dalam penjara Changi. Setelah jenazah dimasukkan ke dalam peti, Pemerintah Singapura tidak mengizinkan Bendera Merah Putih yang dikirimkan Pemerintah Indonesia untuk di selubungkan pada peti jenazah kedua Pahlawan tersebut pada saat masih di dalam penjara. Pukul 10.30 kedua jenazah baru diizinkan dibawa ke Kedutaan Besar RI

  • Mendapat penghormatan terakhir dan Anugerah dari Pemerintah

Setelah mendapatkan penghormatan terakhir dari masya rakat Indonesia di KBRI, pukul 14.00 jenazah diberangkatkan ke lapangan terbang dimana telah menunggu pesawat TNI-AU. yang akan membawa ke Tanah Air. Pada hari itu Presiden Suharto sedang berada di Pontianak meninjau daerah Kalimantan Barat yang masih mendapat gangguan dari gerombolan PGRS dan Paraku. Waktu Presiden diberitahukan bahwa Pemerintah Singapura telah melaksanakan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun, maka Presiden Suharto menyatakan kedua prajurit KKO-AL itu sebagai Pahlawan Nasional.

Pada pukul 14.35 pesawat TNI-AU yang khusus dikirim dari Jakarta meninggalkan lapangan terbang Changi membawa kedua jenazah yang telah diselimuti oleh dua buah bendera Merah Putih yang dibawa dari Jakarta. Pada hari itu juga, tanggal 17 Oktober 1968 kedua Pahlawan Usman dan Harun telah tiba di Tanah Air. Puluhan ribu, bahkan ratusan ribu rakyat Indonesia menjemput kedatangannya dengan penuh haru dan cucuran air mata. Sepanjang jalan antara Kemayoran, Merdeka Barat penuh berjejal manusia yang ingin melihat kedatangan kedua Pahlawannya, Pahlawan yang membela kejayaan Negara, Bangsa dan Tanah Air.

Setibanya di lapangan terbang Kemayoran kedua jenazah Pahlawan itu diterima oleh Panglima Angkatan Laut Laksamana TNI R. Muljadi dan seterusnya disemayamkan di Aula Hankam Jalan Merdeka Barat sebelum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Pada upacara penyerahan kedua jenazah Pahlawan ini menimbulkan suasana yang mengharukan. Di samping kesedihan yang meliputi wajah masyarakat yang menghadiri upacara tersebut, di dalam hati mereka tersimpan kemarahan yang tak terhingga atas perlakuan negara tetangga yang sebelumnya telah mereka anggap sebagai sahabat baik. Pada barisan paling depan terdiri dari barisan Korps Musik KKO-AL yang memperdengarkan musik sedih lagu gugur bunga, kemudian disusul dengan barisan karangan bunga. 

Suasana Ketika Tibanya Kedua Jenazah Pahlawan Indonesia

Kedua peti jenazah tertutup dengan bendera Merah Putih yang ditaburi bunga di atasnya. Kedua peti ini didasarkan kepada Inspektur Upacara Laksamana TNI R. Mulyadi yang kemudian diserahkan kepada Kas Hankam Letjen TNI Kartakusumah di Aula Hankam. Di belakang peti turut mengiringi Brigjen TNI Tjokropranolo dan Kuasa Usaha RI untuk Singapura Letkol M. Ramli yang langsung mengantar jenazah Usman dan Harun dari Singapura. Suasana tambah mengharukan dalam upacara ini karena baik Brigjen Tjokropranolo maupun Laksamana R. Muljadi kelihatan meneteskan air mata.

Upacara Pelepasan Jenazah Usman dan Harun di Mabes DepHankam, Jakarta 1968

Malam harinya, setelah disemayamkan di Aula Hankam mendapat penghormatan terakhir dari pejabat-pejabat Pemerintah, baik militer maupun sipil, Jenderal TNI Nasution kelihatan bersama pengunjung melakukan sembahyang dan beliau menunggui jenazah Usman dan Harun sampai larut malam.

Tepat pukul 13.00 siang, sesudah sembahyang Jum'at, kedua jenazah diberangkatkan dari Aula Hankam menuju ke tempat peristirahatan yang terakhir. Jalan yang dilalui iringan ini dimulai Jalan Merdeka Barat, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Gatot Subroto, Jalan Pasar Minggu dan akhirnya sampai Kalibata. Sepanjang jalan yang dilalui antara Merdeka Barat dan Kalibata, puluhan ribu rakyat berjejal menundukkan kepala sebagai penghormatan terakhir diberikan kepada kedua Pahlawannya. Turut mengiringi dan mengantar kedua jenazah ini, pihak kedua keluarga, para Menteri Kabinet Pembangunan.

Laksamana R. Muljadi, Letjen Kartakusumah, Perwira-perwin Tinggi ABRI, Korps Diplomatik, Ormas dan Orpol, dan tidak ketinggalan para pemuda dan pelajar serta masyarakat. Upacara pemakaman ini berjalan dengan penuh khidmat dan mengharukan. Bertindak sebagai Inspektur Upacara adalah Letjen Sarbini. Atas nama Pemerintah Letjen Sarbini menyerahkan kedua jasad Pahlawan ini kepada Ibu Pertiwi dan dengan diiringi doa semoga arwahnya dapat diberikan tempat yang layak sesuai dengan amal bhaktinya.

Dengan didahului tembakan salvo oleh pasukan khusus dari keempat angkatan, peti jenazah diturunkan dengan perlahan-lahan ke liang lahat. Suasana bertambah haru setelah diperdengarkan lagu Gugur Bunga.

Kuburan Kedua Pahlawan Dwikora, Usman & Harun

Pengorbanan dan jasa yang disumbangkan oleh Usman dan Harun terhadap Negara dan Bangsa maka Pemerintah telah menaikkan pangkat mereka satu tingkat lebih tinggi yaitu Usmar alias Janatin bin Haji Muhammad Ali menjadi Sersan Anumerta KKO dan Harun alias Tohir bin Mandar menjadi Kopral Anumerta KKO.

Sebagai penghargaan Pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Sakti dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional.

Copyright by : Korps Marinir 





Sumber :  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...