Rabu, 08 Februari 2012

DH 115 Vampire AURI

Kedatangan DH 115 Vampire menandai era pesawat jet di AURI. Di awal kedatangannya, Vampire ditempatkan di Kesatuan Pancar Gas Skadron Xl. Sayangnya pesawat ini tak lama memperkuat AURI karena mengalami kesulitan suku cadang. Kemudian hari Skadron ini menjadi rumah bagi jet tempur Soviet.

ukan secara kebetulan kalau Skadron Udara 11 yang diresmikan 1 Juni 1957 mempu­nyai makna khusus bagi Angkatan Udara Republik Indonesia. Pada masa itu kekuatan AURI berdasar Skep Kasau Nomor 28A/11/KS/1951 tertanggal 23 April baru terdiri dari lima skadron dengan sistem penomoran angka Romawi. Kedatangan delapan unit jet DH (De Haviland) 115 Vam­pire dari Inggris merupakan awal dari kelahiran skadron ini. Pesawat ini terlebih dulu ditempatkan di kesatuan khusus, yakni Kesatuan Pancar Gas (KPG).

Akan tetapi kesatuan yang diresmikan 20 Februari 1956 ini tidak berumur panjang. Setahun berikutnya, pada 20 Maret 1957, KSAU memantapkannya menjadi Skadron XI menyusul kedatan­gan pesawat tempur MiG. KPG DH 115 pun dilebur ke dalam skadron ini. Angka sebelas tak lain umur AURI ketika skadron jet tempur pertama kali dibentuk. Untuk itulah makna angka ini menjadi penting, terlebih karena sejak kelahiran Skadron 11, AURI mulai menata sistem penomo­ran skadron udaranya. Sebagai komandan skadron pertama Lettu Udara Leo Watimena.

Selain mengoperasikan DH 115 Vampire, skadron 11 ini juga merawat 30 MiG 15 UTI dan sejumlah MiG 17 Fresco. Pada awal berdirinya, MiG ­19 Farmer dan pembom IL-28 juga pernah dititipkan / digabung untuk sementara, karena skadronnya belum terbentuk. MiG 19 selanjutnya ditempatkan ke Skadron 12, sementara IL 28 di Skadron 21.

Selain perwira AURI seperti Leo Wattimena, sejumlah kadet penerbang ALRI yang tengah mengikuti pendidikan terbang di Inggris juga sempat mengecap pengalaman terbang di Vampire seperti Lmd REBO Tjokrodiredjo dan AHK Hamami. Ketika Skadron 11 mulai operasional, kedua penerbang ini sempat diperbantukan ke AURI untuk mengawaki skadron seka­ligus untuk memelihara kemam­puan kedua penerbang (ben).

Pesawat DH-115 merupakan pesawat sumbangan pemerintah Inggris kepada pemerintah RI, dan diserahterimakan pada tahun 1955. Sebagai home basenya adalah Pangkalan Udara Andir – Bandung (sekarang Lanud Husein S.).

Beberapa personel Angkatan Udara dikirimkan ke Inggris untuk belajar dan mengawaki pesawat Vampire. Di bawah pimpinan Kapten Udara Rusmin, para penerbang kita belajar bagaimana untk menerbangkan Vampire. Sedangkan mereka yang dikirim ke Inggris untuk belajar mengoperasikan pesawat Vampire adalah sebagai berikut Letnan Udara Sumitro, Letnan Udara Ignatius Dewanto, Letnan Udara Loely Wardiman, Letnan Udara Rusman, dan Letnan Udara Musidjan. Sedangkan rombongan personel teknisi dipimpin oleh Letnan Udara Satu Kamarudin.

Beberapa kejadian penting pernah dialami para penerbang saat menerbangkan pesawat Vampire ini. Misalnya pesawat dengan nomor registrasi J-702 pernah keluar landasan sewaktu latihan rutin. Pesawat J-707 mendarat darurat di sawah tanpa roda. Selain kecelakaan, ternyata masih banyak kejadian lain yang menjadi kenangan para penerbang dan ground crew pesawat Vampire. Diantaranya adalah pengalaman sewaktu pesawat Vampire terbang formasi dengan 7 pesawat pada suatu upacara kebesaran di tahun 1956. Hal tersebut merupakan pengalaman dan kenangan tersendiri bagi para personel, baik pada saat masih berbentuk KPG ataupun Skadron Udara 11.

Pesawat jet adalah hal baru bagi bangsa kita saat itu, sehingga dalam menangani pesawat Vampire diperlukan adaptasi yang baik. Bila sebelumnya Angkatan Udara hanya mengelola pesawat piston, sekarang sudah mulai mengelola pesawat jet tempur. Leo Wattimena menjabat komandan skadron sampai tahun 1961. Sampai tahun tersebut, Skadron Udara 11 masih berada di Pangkalan Udara Andir. Kekuatan total pesawat adalah 16 pesawat DH 115 Vampire.

Konon waktu itu Leo Wattimena menerbangkan pesawat DH 115 Vampire trainer jet terbang di bawah jembatan sungai Thames semasa belajar di Inggris dan bikin tuan rumah marah bukan kepalang.


Spesifikasi DH 115 Vampire :

  • Awak : 1
  • Mesin : De Haviland Goblin 2 Turbo jet 3.000 lb
  • Berat : 12.390 lb
  • Kecepatan : 548 mph di ketinggian 30.000 kaki
  • Jarak Tempuh : 1220 mil
  • Persenjataan : 2 Cannon 20mm di kedua sayap & bom 2.000 lb



Sumber :

  • sejarahperang

Selasa, 07 Februari 2012

Operasi Trisula

Mengenang Partisipasi Politik Banser 1965
Menumpas Makar PKI 1 Oktober 1965

Oleh Agus Sunyoto *

ksi sepihak yang dilakukan PKI (Partai Komunis Indonesia) berpuncak pada pembunuhan atas Pelda Sudjono di Bandar Betsy. Dengan menggunakan cangkul, linggis, pentungan, dan kampak sekitar 200 orang BTI membantai perwira itu. Pembantaian terhadap anggota militer itu mendapat reaksi keras dari Letjen A Yani. Tokoh-tokoh PKI yang mendalangi kemudian diproses secara hukum. Namun hal itu makin menambah keberanian PKI dalam melakukan aksi sepihak.

PKI yang sudah merasa kuat, kemudian melakukan intervensi ke bidang politik dengan merekayasa suatu "kebulatan tekad" dari organisasise-aspirasi mereka. Tanggal 6 Januari 1965, organisasi se-aspirasi PKI seperti SB/SS Pegawai Negeri, Lekra, Gerwani, Wanita Indonesia, Pemuda Indonesia, Germindo, Pemuda Demokrat, Pemuda Rakyat, BTI dan sebagainya mengadakan pertemuan umum di Semarang guna menggalang "kebulatan tekad" untuk menuntut pembubaran Badan Pendukung Soekarno (BPS) dan mendukung sikap Indonesia keluar dari PBB (Pusjarah ABRI, 1995,IV-A:107-108).

Keberanian PKI dalam melakukan aksi sepihak, ditunjukkan dalam aksi yang lebih berani yakni menduduki kantor kecamatan Kepung, Kediri. Camat Samadikun dan Mantri Polisi Musin, melarikan diri dan meminta perlindungan Ketua Ansor Kepung yaitu Abdul Wahid. Untuk sementara, kantor kecamatan dipindah ke rumah Abdul Wahid. Dan sehari kemudian, sekitar 1000 orang Banser melakukan serangan ke kantor kecamatan untuk merebutnya dari kekuasaan PKI. Hanya dengan bantuan Gerwani, ratusan PKI yang menguasai kantor itu bisa lolos dari sergapan Banser.

PKI juga telah mulai berani membunuh tokoh PNI. Ceritanya, di desa Senowo, Kenocng, Kediri, tokoh PNI bernama Paisun diculik PKI desa Botorejo dan Biro. Keluarganya lapor kepada Ansor. Waktu dicari, mayat Paisun ditemukan di WC dengan dubur ditusuk bambu tembus ke dada. Banser dibantu warga PNI menyerang para penculik. Tokoh-tokoh PKI dari Botorejo dan Biro dibantai. Malah dalang PKI bernama Djamadi, dibantai sekalian karena menjadi penunjuk jalan PKI. Juni 1965, Naim seorang pendekar PKI desa Pagedangan, Turen, malang menantang Banser sambil membanting Al-Qur'an. Naim dibunuh Samad. Mayatnya dibenamkan di sungai.
KUDETA 1 OKTOBER 1965
Tanggal 1 Oktober 1965 mulai pukul 03.30 sampai 05.00, gerakan makar PKI yang dipimpin oleh Letkol Untung menculik para Jenderal AD yang difitnah sebagai anggota Dewan Jenderal. Letjen Ahmad Yani, Brigjen DI Panjaitan, Mayjen Soetoyo, Mayjen Soeprapto, Brigjen S. Parman, dan Mayjen Haryono MT mereka culik dan bunuh (Puspen AD, 1965: 9-10).
Sekalipun aksi itu terjadi 1 Oktober 1965, PKI menamakan aksinya itu dengan nama "Gerakan 30 September". Tanggal 1 Oktober itu juga, Letkol Untung menyatakan bahwa kekuasaan berada di tangan Dewan Revolusi.
Untung juga menyatakan kabinet demisioner. Pangkat para jenderal diturunkan sampai setingkat letnan kolonel, dan prajurit yang mendukung Dewan Revolusi dinaikkan pangkat satu sampai dua tingkat.

Aksi sepihak Letkol Untung yang menculik para jenderal dan membentuk Dewan Revolusi serta mendemisioner kabinet, jelas merupakan upaya kudeta. Sebab dalam Dewan Revolusi itu tidak terdapat nama Presiden Soekarno. Kabinet yang didemisioner pun adalah kabinet Soekarno. Dan jenderal-jenderal yang diculik pun adalah jenderal-jenderal yang setia pada Soekarno. Bahkan Jenderal A.H. Nasution, adalah jenderal yang pernah ditugasi Soekarno untuk menumpas PKI dalam pemberontakan di Madiun 1948.

Menghadapi aksi sepihak Letkol Untung, tanggal 1 Oktober 1965 itu juga, PBNU mengeluarkan pernyataan sikap untuk mengutuk gerakan tersebut.
Pada 2 Oktober 1965, pimpinan muda NU, Subchan Z.E., membentuk Komando Aksi Pengganyangan Kontra Revolusi Gerakan 30 September disingkat KAP GESTAPU yang mengutuk dan mengganyang aksi kudeta 1 oktober 1965 itu.

Tanggal 2 Oktober itu pula Mayjen Sutjipto, Ketua Gabungan V KOTI, mengundang wakil-wakil ormas dan orpol yang setia pada Pancasila ke Mabes KOTI di Jl Merdeka Barat. Rapat kemudian memutuskan untuk secara bulat berdiri di belakang Jenderal Soeharto dan Angkatan Darat (O.G. Roeder, 1987: 48-49). Sementara di Kediri, tanggal 2 Oktober 1965 sudah tersebar pamflet-pamflet yang menyatakan bahwa dalang di balik peristiwa 1 Oktober 1965 adalah PKI.
BENTROK BANSER VS PKI
10 Oktober 1965, sekalipun PKI menyatakan bahwa peristiwa 1 Oktober yang dinamai 'Gerakan 30 September' itu adalah persoalan intern AD dan PKI tidak tahu-menahu, anggota Banser di kabupaten Malang mulai menurunkan papan nama PKI beserta ormas-ormasnya. Hari itu juga, tokoh - tokoh PKI di daerah Turen mulai diserang Banser dan dibunuh. Di antara tokoh PKI yang terbunuh saat itu adalah Suwoto, Bowo, dan Kasiadi. Palis, kawan akrab Bowo, karena takut dibunuh Banser malah bunuh diri di kuburan desa Pagedangan.

11 Oktober 1965, Banser beserta santri dari berbagai pesantren di Tulungagung menyerang PKI di kawasan Pabrik Gula Mojopanggung. Sekitar 3 ribu orang PKI yang sudah bersiaga dengan senjata panah, kelewang, tombak, pedang, clurit, air keras, dan lubang-lubang di dalam rumah, berhasil dilumpuhkan. Tanpa melakukan perlawanan berarti, pasukan PKI itu ditangkapi Banser dan disembelih. Para anggota Banser dan santri yang usianya sekitar 13 - 16 tahun itu, berhasil melumpuhkan para jagoan PKI.

Pada 12 Oktober 1965, sekitar 3 ribu orang anggota Banser mengadakan apel di alun-alun Kediri. Setelah apel usai, mereka bergerak menurunkan papan nama PKI beserta ormas-ormasnya di sepanjang jalan yang mereka lewati. Di markas PKI di desa Burengan, telah siaga sekitar 5 ribu orang PKI dengan bermacam- macam senjata. Iring-iringan Banser yang dipimpin Bintoro, Ubaid dan Nur Rohim itu kemudian dihadang oleh PKI. Terjadi bentrokan berdarah dalam bentuk tawuran massal. Sekitar 100 orang PKI di sekitar markas itu tewas. Sementara, di pihak Banser tidak satupun jatuh korban. Dalam peristiwa itu, Banser mendapat pujian dari Letkol Soemarsono, komandan Brigif 6 Kediri karena kemenangan mutlak Banser dalam tawuran massal itu.

Pada 13 Oktober 1965, sekitar 10 ribu orang PKI di kecamatan Kepung, Kediri, melakukan unjuk kekuatan dalam upacara pemakaman mayat Sikat tokoh PKI setempat yang tewas dalam peristiwa di Burengan. Mereka menyatakan akan membalas kematian para pimpinan mereka. Dan sore hari, dua orang santri dari pondok Kencong yang pulang ke desanya di Dermo, Plosoklaten, dicegat di tengah jalan. Seorang dibunuh. Tubuhdicincang. Seorang dikubur hidup-hidup.

Kematian dua orang santri yang masih remaja itu, membuat Banser marah. Tapi mereka belum berani menyerbu ke desa Dermo, karena kedudukan PKI di situ sangat kuat. Akhirnya, Banser setempat meminta bantuan Banser dari pondok Tebuireng, Jombang. Dengan kekuatan lima truk, Banser Tebuireng masuk ke desa Dermo. Truk mereka diberi tulisan BTI singkatan dari Banser Tebu Ireng. Rupanya, PKI menduga bahwa BTI itu adalah Barisan Tani Indonesia yang merupakan ormas mereka. Walhasil, bagaikan siasat "kuda Troya", pertahanan PKI di desa Dermo dihancurkan dari dalam.

Pertarungan antara Banser dengan PKI yang berakibat fatal bagi Banser adalah di Banyuwangi. Ceritanya, Banser dari Muncar yang umumnya dari suku Madura dikenal amat bersemangat mengganyang PKI. Itu sebabnya, pada 17 Oktober 1965, di bawah pimpinan Mursyid, dengan kekuatan tiga truk mereka menyerang kubu PKI di Karangasem. Di Karangasem, terjadi bentrok berdarah setelah Banser tertipu dengan makanan beracun. Dalam bentrokan itu 93 orang Banser gugur. Sisanya melarikan diri ke arah Jajag dan ke arah Cluring. Ternyata, Banser yang lari ke Cluring dihadang PKI di desa itu. Sekitar 62 orang Banser dibantai dan dimakamkan di tiga lubang dekat kuburan desa.

Pada 27 Oktober 1965, pemerintah mengeluarkan seruan agar masing-masing ormas tidak saling membunuh dan melakukan aksi kekerasan. Siapa saja yang melakukan penyerangan sepihak, akan diadili sebagai penjahat. Seruan itu dimanfaatkan oleh PKI. Mereka melaporkan anggota Banser yang telah membunuh keluarga mereka. Dan jadilah hari-hari sesudah 27 Oktober itu penangkapan dan pemburuan aparat keamanan terhadap Banser.

PENUMPASAN PKI
Dalam bulan November-Desember, setelah sejumlah pimpinan PKI seperti Brigjen Supardjo, Letkol Untung, Nyono, Nyoto, dan Aidit diberitakan tertangkap, makin terkuaklah bahwa perancang kudeta 1 Oktober 1965 adalah PKI. Saat-saat itulah pihak ABRI khususnya AD mulai melakukan pembersihan dan penumpasan terhadap PKI beserta ormas-ormasnya. Dan tangan kanan yang digunakan oleh pihak militer itu adalah "anak didik" mereka sendiri dalam hal ini adalah Banser yang memiliki jumlah anggota puluhan ribu orang.

Dalam suatu aksi penangkapan dan penumpasan PKI di Kediri, misalnya, pihak AD hanya menurunkan 21 personil. Sedang Banser yang dilibatkan mencapai jumlah 20 ribu orang lebih. Dengan jumlah yang besar itu, diadakan operasi yang disebut "Pagar Betis" yakni wilayah kecamatan Kepung dikepung oleh Banser dalam jarak satu meter tiap orang. Dengan cara pagar betis itulah, PKI tidak dapat lolos. Sekitar 6000 orang PKI tertangkap (kisah lengkap terdapat dalam buku saya berjudul "Banser Berjihad Menumpas PKI" 1996).

Penangkapan besar-besaran juga terjadi di Banyuwangi, Blitar, Malang, Tulungagung, Lumajang dan kesemuanya melibatkan Banser. Mengenai keterlibatan Banser dalam menumpas PKI, itu Komandan Kodim Kediri Mayor Chambali (alm) menyatakan bahwa hal itu merupakan strategi ABRI yang ampuh. Sebab di tubuh Banser tidak tersusupi unsur PKI. Sementara jika dalam penumpasan itu hanya ABRI yang dilibatkan, maka pihak ABRI sendiri belum bisa menentukan siapa lawan dan siapa kawan karena banyaknya anggota ABRI yang dibina PKI.

OPERASI TRISULA
Tahun 1968, ketika PKI sudah dibubarkan dan pengikutnya ditumpas, terjadi aksi-aksi kerusuhan di Blitar Selatan. Aksi - aksi kerusuhan yang berupa perampokan, penganiayaan, penculikan, dan pembunuhan itu selalu mengambil korban warga NU dan PNI. Sejumlah korban yang terbunuh, misalnya, Kiai Maksum dari Plosorejo, Kademangan. Sesudah itu Imam Masjid Dawuhan. Tokoh PNI yang terbunuh adalah Manun dari desa Dawuhan, kemudian Susanto Kepala Sekolah Panggungasri, dan Sastro kepala Jawatan Penerangan Binangun. Puncaknya, 2 orang anggota Banser yang sedang jaga keamanan di gardu di bunuh.

Para pimpinan Ansor Blitar melaporkan kecurigaan mereka kepada Komandan Kodim akan bangkitnya kembali kekuatan PKI di Blitar. Namun laporan itu tak digubris. Akhirnya, mereka menghubungi seorang aktivis Ansor yang menjadi Danrem Madiun yakni Kolonel Kholil Thohir. Oleh Kholil Thohir disiapkan 3 batalyon yaitu 521, 511, dan 527 untuk operasi yang diberi nama sandi "Operasi Blitar Selatan" . Namun operasi berkekuatan 3 batalyon itu tidak mampu mengatasi gerakan gerilya PKI.

Operasi kemudian diambil alih oleh Kodam VIII/ Brawijaya yang menurunkan 5 batalyon yaitu 521, 511, 527, 513, dan 531 dengan Perintah Operasi No.01/2/1968. Namun operasi dari Kodam inipun kurang efektif. Akhirnya, setelah dievaluasi diadakan operasi besar-besaran dengan melibatkan semua unsur yakni kelima batalyon ditambah unsur-unsur lain termasuk 10 ribu orang hansip dan warga masyarakat Blitar Selatan. Surat perintah operasi itu bernomor 02/5/1968. Dan penting dicatat bahwa 10 ribu orang Hansip itu adalah anggota Banser
yang diberi pakaian Hansip.

Dalam operasi terpadu yang diberi nama sandi "Operasi Trisula" itu, sejumlah tokoh PKI berhasil ditewaskan. Di antara mereka itu adalah Ir Surachman dan Oloan Hutapea. Sedang mereka yang tertangkap di antaranya adalah Ruslan Wijayasastra, Tjugito, Rewang, Kapten Kasmidjan, Kapten Sutjiptohadi, Mayor Pratomo, dan beratus-ratus anggota PKI yang lain. Dan salah satu strategi operasi yang paling efektif dalam Operasi Trisula itu adalah "Pagar Betis" yang melibatkan 10.000 orang Banser ditambah warga masyarakat yang kebanyakan juga anggota Banser yang tidak kebagian seragam. Satu ironi mungkin terjadi dalam Operasi Trisula itu, yakni selama operasi itu berlangsung telah ditangkap sejumlah 182 orang anggota Kodam VIII/Brawijaya di antaranya berpangkat perwira yang ikut dalam operasi tersebut (Pusjarah ABRI, 1995, IV-B:101-108).

Berdasar uraian singkat ini, dapat disimpulkan bahwa kelahiran Banser tidak terlepas dari peranan ABRI terutama AD dan Brimob yang ikut membidaninya. Itu sebabnya, keberadaan Banser sebagai paramiliter yang digunakan untuk membantu proses penumpasan PKI oleh ABRI memiliki nilai historis yang kuat, di mana semangat antikomunisme yang terkristalisasi dalam doktrin Banser itu dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu oleh pihak ABRI jika negara dalam keadaan terancam (habis).

Sumber :
  • Jawa Pos
*Artikel ini pernah dimuat di Jawa Post dalam 3 bagian pada 2 September 1996.

Senin, 06 Februari 2012

Cureng

Pesawat Cureng (Foto DispenAU)

esawat yg melegenda di bumi pertiwi zaman kemerdekaan salah satunya adalah pesawat Cureng (aslinya bernama Churen).

Pesawat Cureng ini asli Jepang buatan Nippon Hikoki pada awal 1933, bertenaga 350 HP dan termasuk pesawat latih lanjut.

Sejarah pesawat ini pada tahun 1945-1948 dipergunakan AURI (sekarang TNI AU) sebagai pesawat latih, pesawat pengintai, pesawat pembom ringan, pemotret udara maupun digunakan sebagai pesawat Palang Merah.

Pada 27 oktober 1945 diterbangkan pertama kali oleh penerbang perwira kita Agustinus Adisutjipto di pangkalan udara Maguwo, Yogyakarta dengan menggunakan tanda merah putih , bukti lambang / simbol negara kita.

Tahun 1946 Pesawat Cureng ini dipakai Operasi memperluas jaringan udara dari pangkalan udara Maguwo, Yogyakarta ke daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatra Selatan.

Pada pagi hari, 29 Juli 1947 tiga kadet penerbang AURI masing-masing Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani dan Kadet Sutarjo Sigit dengan menggunakan dua pesawat Cureng dan satu Guntei berhasil melakukan pengeboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di tiga tempat, masing-masing di kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Tanggal tersebut dijadikan menjadi Hari Bakti AURI berserta jatuhnya pesawat DAKOTA VT-CLA yang megakibatkan gugurnya tiga perintis AURI masing-masing Adisutjipto, Abdurahman Saleh dan Adisumarmo. Pesawat Dakota yang jatuh di daerah Ngoto, selatan Yogyakarta itu, bukanlah pesawat militer, melainkan pesawat sipil yang disewa oleh pemerintah Indonesia untuk membawa bantuan obat-obatan Palang Merah Malaya. Penembakan dilakukan oleh dua pesawat militer Belanda jenis Kittyhawk, yang merasa kesal atas pengeboman para kadet AURI pada pagi harinya.

Tahun 1948 Pesawat Cureng ini dipergunakan untuk Operasi menumpas pemberontakan PKI di daerah Madiun, Pati dan Purwodadi.

Setelah lama dipakai AURI menjaga Udara Bumi Pertiwi ini, Akhirnya Pesawat Cureng peninggalan Kerajaan Jepang setelah meninggalkan Indonesia, di pensiunkan tahun 1977 dan di simpan di museum ABRI Satriamandala, Jakarta.

Berikut Foto Pesawat Cureng :

Pesawat Cureng di Museum ABRI Satriamandala (Foto Ipenk 666)


Sumber :
  • indoflyer

Minggu, 05 Februari 2012

DANIEL MAUKAR : Pilot pesawat tempur MiG 17 yang menyerang Istana kediaman Bung Karno

pakah Tiger mengamuk karena Bung Karno merebut pacarnya! Betulkah? Tiger adalah julukan buat Daantje, si pemuda Minahasa yang ganteng dan gagah berani itu. Dia disebut Tiger, karena itu adalah "call sign"-nya sebagai penerbang. Dengan menggunakan pesawat tempur MiG-17 dilengkapi kanon 23 mm, digempurnya istana Merdeka dan istana Bogor. Juga kilang minyak di Tanjung Priok.

Sidang Mahmil Sam Karundeng dan Daniel Maukar

Dia dikenal sebagai satu-satunya pilot Indonesia dalam sejarah yang berani menyerang istana presiden. Kejadiannya tanggal 9 Maret 1960. Di jamannya dia disebut sebagai pilot pesawat tempur terbaik di tanah air sesudah Leo Wattimena. Masih bujangan, waktu itu pangkatnya Letnan Udara II.

Serangan itu membuat pimpinan AURI malu sekali. Kontan Kepala Staf TNI-AU Soerjadi Soerjadarma mengajukan pengunduran diri yang kabarnya ditolak Soekarno. Bos AURI ini memang merasa tertampar. Bagaimana tidak? Soalnya serangan anak buahnya tadi ditujukan buat Sang Pemimpin Besar Revolusi, Presiden Soekarno.

Walaupun begitu, Soerjadi sebagai pimpinan tidak begitu saja lepas tangan terhadap anak buahnya. Di kemudian hari orangtua Daantje sangat berterimakasih atas peran Soerjadi yang sangat membantu anak mereka dalam proses persidangan sampai dibebaskan. Komentar Soerjadi tentang itu, "Danny itu sudah saya anggap seperti anak sendiri".

Daniel Maukar (berdiri ke3 dari kiri).

Daantje atau Danny, nama lengkapnya Daniel Alexander Maukar. Lahir di Bandung 20 April 1932 dari pasangan Karel Herman Maukar dan Enna Talumepa. Meskipun tumbuh dan tinggal dengan orangtuanya di Menteng Jakarta, namun kultur Kawanua tetap kental dalam keluarga itu.

Kecintaannya pada tanah leluhurnya kemudian membuatnya bersimpati pada gerakan PERMESTA, gerakan separatis di Sulawesi Utara (orang-orang Permesta menolak Permesta dikatakan separatis). Ini juga sedikit banyak mempengaruhi kenekatannya yang akhirnya menghadapkannya pada vonis melakukan makar.

Makar artinya upaya menggulingkan pemerintah secara tidak sah. Daniel Maukar memang punya marga Menado "Maukar", tapi itu artinya bukan "makar". Orang Minahasa tahu, kata "Maukar" artinya "menjaga".

Walaupun demikian, si "Tiger" Daniel Maukar tak mampu "menjaga" luapan darah mudanya, sehingga akhirnya memborbardir istana dengan tembakan. Tak jauh meleset dari meja kerja Bung Karno. Untung saja Bung Karno luput dari serangan itu. Karena sedang berada di gedung DPA yang terletak di samping istana.

Danny sendiri mengaku tidak berniat ingin membunuh Bung Karno. Karena tahu Bung Karno itu idola. Buktinya, serangannya itu dilakukan setelah yakin Bung Karno tidak berada di tempat. Memang sebelumnya dia sempat bertanya pada petugas pangkalan yang baru kembali dari depan istana. Danny bertanya apakah ada bendera kuning berkibar di depan istana. Setelah dijawab tidak, Danny tahu itu artinya Bung Karno sedang tidak berada di istana. Yang menarik, walaupun berani memborbardir istana, tapi Danny dengan tegas menolak perintah menyerang markas AURI dan Lanud Halim Perdana Kusuma. "Itu rumah saya sendiri". Penolakan ini turut memberi andil untuk pembebasannya kemudian, setelah sempat divonis hukuman mati.

Sampai sekarang orang masih dibuat penasaran tentang apa sebetulnya motif di balik kenekatan Daniel 'Tiger" Maukar. Tidak banyak referensi yang mengungkap tentang itu. Mungkin satu-satunya tulisan lengkap tentang makar itu, ditulis oleh Jan S. Doward dalam buku Last Tiger Out: The True Story of Dan Maukar, Ace Pilot in The Indonesian Air Force.

Ketika masih kecil, saya sering mendengar rumor orang-orang dewasa tentang mengapa Danny ngamuk dengan pesawat jet-nya. Berani cari gara-gara dengan Bung Karno? Wah!Terdengar selentingan, pacar Danny direbut Bung Karno. Gadis Menado cantik pacar Danny yang kabarnya kerja di istana itu, namanya Molly Mambo konon digoda Bung Karno. Molly juga bekerja sebagai guru Bahasa Inggris, di samping mengajar senam.

Tapi rumor itu dibantah Daniel Maukar dalam wawancaranya yang dimuat di Majalah Angkasa. "Itu bohong!", tegasnya. Lalu kenapa bisa berhembus kabar bahwa serangannya itu gara-gara pacarnya diganggu Bung Karno? Danny mengutip dugaan, gosip itu mungkin sengaja disebarkan CIA. Karena orang gampang percaya pada gosip yang mengaitkan Bung Karno dengan wanita. Soalnya siapapun tahu reputasi Bung Karno tentang wanita.

Diduga issue itu sengaja disebarkan untuk mengaburkan peranan CIA yang sesungguhnya di balik kekacauan politik di masa itu. Ada bukti-bukti tentang "tangan CIA" di belakang gerakan-gerakan separatisme di Indonesia ketika itu, termasuk gerakan Permesta Sulawesi Utara.

Dalam pengakuannya Daniel Maukar mengungkapkan, dia merasakan adanya pendekatan yang sistematis dari orang-orang Permesta terhadap dirinya. Namun waktu itu belum disadarinya.

Diakuinya dia mulai termakan hasutan tentang kisah ketimpangan pembangunan di Sulawesi Utara. Ini tidak adil. Padahal Sulawesi Utara sudah banyak diperas untuk pembangunan negara. Di antaranya melalui hasil kopra. Provokasi itu semakin diperuncing dengan kisah tentang Soekarno yang mulai main mata dengan komunis.

Itu membuat para pejuang Minahasa di Permesta merasa dikhianati. Padahal tidak sedikit pejuang Minahasa yang ikut mempertaruhkan nyawa berjuang merebut kemerdekaan. Sebagai catatan, umumnya para pemberontak separatisme di berbagai daerah ketika itu (termasuk Permesta), adalah pejuang gagah berani di masa perjuangan mengusir Belanda.

Gejolak darah muda Danny mulai terbakar dengan semua kisah provokatif tadi. Rasa cinta pada tanah leluhurnya bangkit untuk memprotes ketidakadilan itu. Idealisme-nya sebagai pemuda Minahasa yang peduli akan nasib kampung halamannya membuat Permesta semakin bergairah untuk mendekati ke Danny.

Bisa jadi, kehandalan Danny sebagai pilot pesawat tempur MiG-17 plus darah Kawanua-nya, membuat Permesta melirik potensinya.
Danny memang sangat mahir bermanuver tajam dengan jet MiG-17. Bahkan dalam keadaan mati mesin, dia masih bisa mendarat dengan selamat.

Begitulah. Danny penerbang tempur handal. Pihak lain butuh kehandalannya. Maka provokasi pun semakin dilancarkan, yang bikin darah muda Danny semakin mendidih. Mungkin dengan cara begini Danny bisa direkrut. Beberapa kalangan menganalisis bahwa provokasi di masa itu adalah cara CIA memecah-belah. Soalnya Amerika takut kalau Indonesia semakin akrab ke Rusia, sang musuh bebuyutan AS (Era Perang Dingin).

Amerika dan Rusia memang bersaing sengit untuk merangkul Indonesia yang kaya sumber daya alam. Sehingga taktik memecah belah jadi cara ampuh untuk mengail di air keruh. Taktik divide et impera. Bikin dua bersaudara berduel. Setelah keduanya lemah, pihak luar masuk untuk menguasai. Bukankah lebih gampang menaklukkan dua kelompok yang sudah babak belur tak berdaya?

Kembali ke cerita tentang Molly tadi. Apa betul Molly Mambo itu pacarnya Danny? "Ya, memang betul kami sempat bertunangan, tapi kami tidak berjodoh sampai ke pernikahan", kata Danny. Lalu ditambahkannya dengan serius, "Walau begitu, penyerangan ke istana itu tidak ada sangkut pautnya dengan Molly. Sungguh. Tapi biarpun saya sudah berkali-kali bilang begini, masih banyak juga yang bilang saya bohong". Dikatakannya, dia merasa geli bahwa orang-orang percaya dengan rumor itu. Termasuk teman-teman kuliah Molly di IKIP Jakarta.

Sebelum melancarkan serangan itu, di Bandung dia sempat memberi kecupan mesra pada Molly yang ikut mengantarnya ke Lanud Hussein Sastra Negara. Lalu dari Bandung, dengan pesawat MiG-17 itu dia melesat ke Jakarta memulai misi rahasianya. Serangan itu akhirnya gagal karena tidak adanya koordinasi yang baik. Setelah kehabisan bahan bakar, pesawatnya mendarat darurat di persawahan Garut, Jawa Barat. Para ahli penerbangan sendiri heran, bagaimana dia bisa melakukan pendaratan darurat belly landing dengan begitu baik. Dan anehnya...selamat! Setelah mendarat itu, rencananya dia akan bergabung dengan pasukan Darul Islam. Tapi belum sempat, TNI sudah keburu menangkapnya. Danny terlihat sangat tenang ketika ditangkap.

Di balik serangan itu juga, diketahui keterlibatan Sam Karundeng, seorang tokoh Permesta. Serangan Danny diduga tercetus atas perintah Sam Karundeng. Daniel Maukar mengakui bahwa dia kecewa dengan cara Soekarno memberantas gerakan Permesta, yang di matanya mereka itu adalah pejuang-pejuang berjasa bagi negara. Permesta hanya ingin pembenahan otonomi,
separatis bukanlah tujuan.

Penyerangannya ke istana adalah ekspresi kekecewaannya sekaligus untuk "memperingatkan" Bung Karno. Daniel Maukar divonis hukuman mati. Tapi berkat lobby beberapa pihak, Presiden Soekarno mengampuninya. Akhirnya tahun 1968 di era Suharto, Daniel Maukar pun menghirup udara bebas di luar tahanan.

konon MiG 17 AURI no 1162 ini yg dipakai Danny Maukar

Ada cerita menarik di balik mendekamnya Danny di tahanan. Aktris Rima Melati yang nama aslinya Marjolein (Lientje) Tambayong, suatu hari menjenguk mantan pilot itu di LP Cipinang. Dia memang kadang menjenguk bersama Vivi Maukar. Sebagai dua gadis Kawanua di tanah rantau, Rima memang bersahabat baik dengan Vivi, adik Danny.

Dari seringnya menjenguk, Rima Melati mengaku kepincut dengan si Danny. Lalu Rima Melati (nama ini pemberian Bung Karno), yang memang akrab dengan Presiden pertama itu, memohon keringanan hukuman buat Danny. Bung Karno tanya, "Dia sudah menyesal nggak?". Bung Karno bilang dia bisa membebaskan Maukar asal ada surat pernyataan penyesalan dari yang bersangkutan. Maksudnya agar Bung Karno punya dasar tertulis untuk mengeluarkan putusan grasi. Saran Bung Karno ini disampaikan ke Daniel Maukar. Tapi dasar Tiger. Tetap sekokoh pesawat tempurnya. Danny tak pernah mau membuat surat penyesalan itu. "Saya jadi benci dia", kata Rima.

Bung Karno tahu, idealisme perjuangan Danny sebagai anak muda telah ditunggangi oleh beberapa kepentingan di baliknya. Dan Bung Karno sangat paham bahwa Danny tidak pernah berniat ingin membunuhnya. Di balik segala kontroversi tentang Daniel Maukar, tak sedikit perwira AURI yang diam-diam menyimpan kebanggaan pada pemuda ini.

Setelah mendapat pengampunan dari Soekarno, lepas dari penjara Danny harus melupakan karir penerbangan, tapi mendapat pensiun penuh. Lolos dari hukuman mati, dinilainya sebagai mukjizat. Karena itu Danny mengakui jadi lebih menghargai hidupnya. Sebagai tanda syukur, selepas dari penjara diabdikannya seluruh hidupnya untuk bekerja di ladang Tuhan sebagai pendeta. Pekerjaan kerohanian itu terus ditekuninya hingga tutup usia tahun 2007, dalam usia 72 tahun di Jakarta.

Hanya satu hal yang dibutuhkan untuk membuat hidup berubah haluan 180 derajat. Yaitu nekat. Hasilnya ditentukan oleh bagaimana cara melakukan kenekatan itu. Dengan jet MiG-17, tujuan Danny melesat cepat bak mustang. Begitu cepatnya, sehingga ketika mendarat di sawah, secepat itu juga Danny sadar bahwa dirinya telah tersesat.

Tersesat? Bukan hanya Danny. Itu bisa saja dialami oleh setiap orang. Tapi tidak setiap orang seberuntung Danny yang bisa membenahi hidupnya untuk tidak terus tinggal dalam kesesatan.


Sumber :
  • Walentina Waluyanti, Nederland, 28 Januari 2010
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...