Komisi I DPR RI yang dipimpin oleh Mayjen TNI (Purn), Supiadin Aries Saputra melakukan kun-jungan spesifik ke PT Len Industri (Persero) pada hari Rabu (15/4), dalam rangka untuk mengetahui perkembangan bisnis di bidang elektronika pertahanan, khususnya kerja sama antara Len dengan Aselsan dari Turki.
Rombongan yang berjumlah 18 anggota Komisi I di sambut oleh Jajaran Direksi Len beserta manajemen mendiskusikan perkembangan kerjasama Len-Aselsan dalam penggelaran Alkom di daerah Perbatasan RI-Malaysia, serta kendala-kendala yang dihadapi perusahaan.
Dirut Len, Abraham Mose dalam kesempatan ini menyatakan kesiapannya untuk mewujudkan sistem komunikasi militer 3 matra (darat, laut dan udara) yang terpadu.
Dari hasil diskusi tersebut antara lain diharapkan semua peralatan komunikasi militer Indonesia memiliki algoritma enkripsi dan hopping frequency yang diciptakan secara mandiri di dalam negeri, sehingga sistem keamanan komunikasinya benar-benar dapat terjaga.
Selain itu tamu rombongan Komisi I juga melakukan tinjauan ke Ruang Display produk-produk Len untuk secara langsung melihat dan mencoba menggunakan alutsista yang dikembangkan oleh Len.
Secara keseluruhan anggota Komisi I merasa kagum setelah melihat kompetensi yang dimiliki Len, terutama dalam bidang elektronika pertahanan.
Dan mereka berharap Len dapat semakin maju dalam menyediakan alutsista untuk memperkokoh kekuatan militer Indonesia.
⚓️ LEN
Sabtu, 25 April 2015
Ketika Xi Jinping Menempel Ketat Jokowi
Enam bulan pemerintahan Jokowi berjalan, sudah tiga kali bertemu wajah dengan Presiden Cina Xi Jinping. Tentu ini sebuah silaturrahmi yang luar biasa, terjadwal, sekaligus bermakna besar dalam rencana-rencana bisnis strategis kedua negara. Pertemuan ketiga kedua kepala negara adalah di ajang KAA 22-24 April 2015. Dan bisa kita saksikan betapa dekatnya mereka, dan saling menempel meski tetap saja ada kekakuan dari seorang Xi Jinping, ciri khas aura yang memang melekat dari kebanyakan pimpinan tertinggi negeri tirai bambu, Cina.
Kedekatan itu tentu saja menimbulkan kecemburuan pada rival Asia Timurnya Jepang yang juga punya banyak rencana bisnis dan investasi di Indonesia termasuk persaingannya dengan Cina memperebutkan proyek kereta api cepat di Indonesia. Toh pada akhirnya proyek “Shinkansen” itu jatuhnya ke tangan Cina bersamaan dengan penandatanganan MOU di sela-sela KAA. Begitu kekinya Jepang dengan menempelnya Xi Jinping bersama Jokowi dan adanya MOU itu, sampai-sampai konon PM Shinzo Abe tidak jadi ikut Historical Walk di Bandung Jumat tanggal 24 April 2015, langsung pulang tuh.
Kedekatan hubungan diantara petinggi itu itu mestinya bisa menggairahkan Indonesia untuk memoderasi konflik Laut Cina Selatan (LCS) yang semakin hari semakin menjurus pada provokasi dan adu kekuatan. Indonesia harus bisa memainkan perannya untuk mengajak para pihak utamanya Cina ke meja perundingan sekaligus untuk menunjukkan semangat Asia Afrika yang “tulus” itu. Kedekatan dengan Xi Jinping mestinya bisa dimanfaatkan Jokowi untuk omong-omong informal soal LCS. Bukankah kebanyakan penyelesaian konflik selalu diawali dengan omong-omong informal, contohnya perdamaian di Kamboja.
Jokowi, kalau saja dia punya ide dan inisiatif untuk bergegas menggagas upaya dialog antar para pihak pengklaim LCS, tentu jalur “diplomasi infrastruktur” kedua negara akan memantik pola hubungan yang jauh lebih apik. Tidak melulu bisnis dan investasi sebagaimana rencana membangun infrastruktur bernilai US $ 50 milyar yang dijanjikan Cina. Bisa saja kekakuan dan kebekuan pola diplomatik Cina dapat dicairkan dengan dialog-dialog pribadi sebagaimana yang ditunjukkan Jokowi dan Xi Jinping di KAA barusan.
Tetapi jangan lupa Cina tetaplah selalu berhitung ketat dalam soal kerjasama apapun. Kerjasama militer dengan RI untuk memproduksi bersama peluru kendali anti kapal C-705 nyaris tak terdengar suaranya. Padahal ini sudah digadang-gadang sejak pemerintahan sebelumnya. Kita tidak tahu apakah proyek strategis ini jalan di tempat atau berjalan diam-diam atau memang sengaja didiamkan. Bisa saja terlalu banyak persyaratan teknis dan non teknis yang diinginkan Cina, ya karena perhitungan “dimpilnya” itu. Sama dengan Pakistan, janji Cina membangun infrastruktur disana bernilai US $ 40 milyar sepuluh tahun lalu, realisasinya tak semanis janji.
Yang menarik dengan Cina adalah, hubungan bisnis dan investasi termasuk rencana pembangunan infrastruktur bernilai 650 trilyun di Indonesia tidak diimbangi dengan kedekatan hubungan militer utamanya rencana strategis pengadaan alutsista. Indonesia lebih percaya diri jika kedekatan itu ada bersama dengan Paman Sam. Ini bisa dibuktikan dengan pengadaan 24 jet tempur F16 refurbish, pembelian 8 helikopter Apache, pembelian peluru kendali udara ke udara, udara ke darat, konsultasi manajemen pertempuran modern, pelatihan cyber war, latihan bersama antar angkatan dan lain-lain. Bandingkan dengan Cina, kerjasama teknologi peluru kendali C-705 belum menampakkan jalan cerita yang terang.
Boleh jadi jalan yang diambil Indonesia adalah bergaul dengan semua pihak untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan militer sambil bersiasat jika sewaktu-waktu timbul konflik tak terduga. Mendekat ke Cina untuk ikut membangunkan infrastruktur sambil tetap berdagang berbagai komoditi. Tetapi juga mempersiapkan kondisi terburuk jika konflik LCS meletus dengan membangun aliansi pertahanan melawan Cina. Atau bisa jadi kedekatan hubungan dengan Cina menjadi penuntun bagi kita sebagai fasilitator dan mediator konflik LCS.
Yang jelas pembangunan kekuatan militer Indonesia bukan lagi sebuah kemakruhan. Tetapi sudah menjadi wajib hukumnya kalau tidak ingin menyesal di kemudian hari. Situasi kawasan tidak bisa diprediksi, angin cepat berubah dan yang bisa memastikan keyakinan untuk percaya diri dengan semua gangguan cuaca ekstrim tadi adalah kemampuan pertahanan diri.
Hanya saja sepanjang 6 bulan ini belum terlihat rencana rinci mau beli alutsista apa, darimana, untuk matra apa. Semua masih belum jelas selain rencana kedatangan alutsista dari program pemerintah sebelumnya. Kita jadi rindu dengan gaya Purnomo Yusgiantoro yang selalu menggebu-gebu melontarkan pernyataan, setidaknya dia mampu membangunkan spirit berpertahanan bagi anak bangsa.
Tiga kali pertemuan akrab dengan orang nomor satu Cina Xi Jinping tentu akan memberikan kedekatan personal dengan Presiden Indonesia. Kita tidak tahu apakah ada disinggung masalah konflik kawasan dengan Cina. Kedekatan personal jika diimbangi dengan kemampuan diplomasi sebagaimana yang dilakukan oleh Bung Karno dalam menggagas KAA tentu akan semakin mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.
Menlu Ali Alatas adalah diplomat cemerlang dengan segudang prestasi. Salah satunya adalah menggagas pertemuan informal yang dikenal dengan JIM (Jakarta Informal Meeting) untuk mendamaikan pertarungan antar elite di Kamboja. Hasilnya kita bisa saksikan Kamboja yang sekarang, damai dan berkawan baik dengan Vietnam. Begitu berterimakasihnya Kamboja pada kita akhirnya berdampak pada kerjasama militer yang menguntungkan kita karena militer Kamboja “berguru dan berkiblat” pada Kopassus. Sebuah kebanggaan tersendiri. Kalau saja kita bisa mendamaikan konflik LCS, betapa terhormatnya negeri ini.
****
Jagarin Pane / 25042015
⚓️ Analisisalutsista
Kedekatan itu tentu saja menimbulkan kecemburuan pada rival Asia Timurnya Jepang yang juga punya banyak rencana bisnis dan investasi di Indonesia termasuk persaingannya dengan Cina memperebutkan proyek kereta api cepat di Indonesia. Toh pada akhirnya proyek “Shinkansen” itu jatuhnya ke tangan Cina bersamaan dengan penandatanganan MOU di sela-sela KAA. Begitu kekinya Jepang dengan menempelnya Xi Jinping bersama Jokowi dan adanya MOU itu, sampai-sampai konon PM Shinzo Abe tidak jadi ikut Historical Walk di Bandung Jumat tanggal 24 April 2015, langsung pulang tuh.
Kedekatan hubungan diantara petinggi itu itu mestinya bisa menggairahkan Indonesia untuk memoderasi konflik Laut Cina Selatan (LCS) yang semakin hari semakin menjurus pada provokasi dan adu kekuatan. Indonesia harus bisa memainkan perannya untuk mengajak para pihak utamanya Cina ke meja perundingan sekaligus untuk menunjukkan semangat Asia Afrika yang “tulus” itu. Kedekatan dengan Xi Jinping mestinya bisa dimanfaatkan Jokowi untuk omong-omong informal soal LCS. Bukankah kebanyakan penyelesaian konflik selalu diawali dengan omong-omong informal, contohnya perdamaian di Kamboja.
Jokowi, kalau saja dia punya ide dan inisiatif untuk bergegas menggagas upaya dialog antar para pihak pengklaim LCS, tentu jalur “diplomasi infrastruktur” kedua negara akan memantik pola hubungan yang jauh lebih apik. Tidak melulu bisnis dan investasi sebagaimana rencana membangun infrastruktur bernilai US $ 50 milyar yang dijanjikan Cina. Bisa saja kekakuan dan kebekuan pola diplomatik Cina dapat dicairkan dengan dialog-dialog pribadi sebagaimana yang ditunjukkan Jokowi dan Xi Jinping di KAA barusan.
Tetapi jangan lupa Cina tetaplah selalu berhitung ketat dalam soal kerjasama apapun. Kerjasama militer dengan RI untuk memproduksi bersama peluru kendali anti kapal C-705 nyaris tak terdengar suaranya. Padahal ini sudah digadang-gadang sejak pemerintahan sebelumnya. Kita tidak tahu apakah proyek strategis ini jalan di tempat atau berjalan diam-diam atau memang sengaja didiamkan. Bisa saja terlalu banyak persyaratan teknis dan non teknis yang diinginkan Cina, ya karena perhitungan “dimpilnya” itu. Sama dengan Pakistan, janji Cina membangun infrastruktur disana bernilai US $ 40 milyar sepuluh tahun lalu, realisasinya tak semanis janji.
Yang menarik dengan Cina adalah, hubungan bisnis dan investasi termasuk rencana pembangunan infrastruktur bernilai 650 trilyun di Indonesia tidak diimbangi dengan kedekatan hubungan militer utamanya rencana strategis pengadaan alutsista. Indonesia lebih percaya diri jika kedekatan itu ada bersama dengan Paman Sam. Ini bisa dibuktikan dengan pengadaan 24 jet tempur F16 refurbish, pembelian 8 helikopter Apache, pembelian peluru kendali udara ke udara, udara ke darat, konsultasi manajemen pertempuran modern, pelatihan cyber war, latihan bersama antar angkatan dan lain-lain. Bandingkan dengan Cina, kerjasama teknologi peluru kendali C-705 belum menampakkan jalan cerita yang terang.
Boleh jadi jalan yang diambil Indonesia adalah bergaul dengan semua pihak untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan militer sambil bersiasat jika sewaktu-waktu timbul konflik tak terduga. Mendekat ke Cina untuk ikut membangunkan infrastruktur sambil tetap berdagang berbagai komoditi. Tetapi juga mempersiapkan kondisi terburuk jika konflik LCS meletus dengan membangun aliansi pertahanan melawan Cina. Atau bisa jadi kedekatan hubungan dengan Cina menjadi penuntun bagi kita sebagai fasilitator dan mediator konflik LCS.
Yang jelas pembangunan kekuatan militer Indonesia bukan lagi sebuah kemakruhan. Tetapi sudah menjadi wajib hukumnya kalau tidak ingin menyesal di kemudian hari. Situasi kawasan tidak bisa diprediksi, angin cepat berubah dan yang bisa memastikan keyakinan untuk percaya diri dengan semua gangguan cuaca ekstrim tadi adalah kemampuan pertahanan diri.
Hanya saja sepanjang 6 bulan ini belum terlihat rencana rinci mau beli alutsista apa, darimana, untuk matra apa. Semua masih belum jelas selain rencana kedatangan alutsista dari program pemerintah sebelumnya. Kita jadi rindu dengan gaya Purnomo Yusgiantoro yang selalu menggebu-gebu melontarkan pernyataan, setidaknya dia mampu membangunkan spirit berpertahanan bagi anak bangsa.
Tiga kali pertemuan akrab dengan orang nomor satu Cina Xi Jinping tentu akan memberikan kedekatan personal dengan Presiden Indonesia. Kita tidak tahu apakah ada disinggung masalah konflik kawasan dengan Cina. Kedekatan personal jika diimbangi dengan kemampuan diplomasi sebagaimana yang dilakukan oleh Bung Karno dalam menggagas KAA tentu akan semakin mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.
Menlu Ali Alatas adalah diplomat cemerlang dengan segudang prestasi. Salah satunya adalah menggagas pertemuan informal yang dikenal dengan JIM (Jakarta Informal Meeting) untuk mendamaikan pertarungan antar elite di Kamboja. Hasilnya kita bisa saksikan Kamboja yang sekarang, damai dan berkawan baik dengan Vietnam. Begitu berterimakasihnya Kamboja pada kita akhirnya berdampak pada kerjasama militer yang menguntungkan kita karena militer Kamboja “berguru dan berkiblat” pada Kopassus. Sebuah kebanggaan tersendiri. Kalau saja kita bisa mendamaikan konflik LCS, betapa terhormatnya negeri ini.
****
Jagarin Pane / 25042015
⚓️ Analisisalutsista
Latihan Operasi Garuda di Jember
Jalannya latihan Operasi Garuda di bandara Notohadinegoro, Jember (Kabarjatim, antarajatim) □
Pasukan TNI AU Pangkalan Udara Abdurrahman Saleh Malang menggelar latihan "Operasi Garuda Perkasa" di Bandara Notohadinegoro Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis.
Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Abdurrahman Saleh Marsekal Pertama TNI Sungkono mengatakan latihan tersebut dilakukan untuk mempersiapkan pasukan atas tugas yang diberikan negara kepada para prajurit.
"Kita gunakan Bandara Notohadinegoro di Jember agar anggota bisa melakukan skenario gerakan sayap kanan bersenjata yang bergerak di Jawa Timur bagian selatan dan gangguan dapat diantisipasi," tuturnya di Jember.
Latihan yang digelar di bandara Jember tersebut dipilih pasukan Lanud Abdurrahman Saleh karena merupakan salah satu objek vital yang perlu diantisipasi, apabila ada masalah di bandara yang berada di Desa Wirowongso, Kecamatan Ajung itu.
"Latihan yang diberi nama Latihan Operasi Garuda Perkasa itu melibatkan seluruh anggota Lanud Abdurrahman Saleh yang terdiri dari Batalyon Komando 464 Paskhas dan Detasemen Matra, dengan total anggota sekitar 1.300 personel," paparnya.Latihan tersebut dilengkapi dengan satu unit pesawat intai C-212-Casa, 2 unit pesawat angkut berat C-130 Hercules dan 4 unit pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano.
Latihan yang baru pertama kali dilaksanakan di Kabupaten Jember itu melakukan simulasi operasi perebutan dan pengendalian Bandar Udara Notohadinegoro Jember.
Operasi diawali dengan penerjunan pasukan Pengendali Tempur (Dalpur) yang akan menyiapkan "dropping zone", kemudian disusul manuver-manuver tempur dari pesawat Super Tucano yang melakukan simulasi serangan udara.
Diakhiri dengan penerjunan puluhan pasukan dari Skadron Udara 32 dan penerjunan ini dilakukan dari pesawat Hercules yang terbang rendah sekitar 1000 kaki dari permukaan tanah.
Latihan Pasukan Lanud Abdurrahman Saleh yang pertama kali di Jember itu menarik perhatian warga, sehingga ratusan warga beramai-ramai menonton atraksi latihan prajurit TNI AU tersebut.
⚓️ antara
Pasukan TNI AU Pangkalan Udara Abdurrahman Saleh Malang menggelar latihan "Operasi Garuda Perkasa" di Bandara Notohadinegoro Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis.
Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Abdurrahman Saleh Marsekal Pertama TNI Sungkono mengatakan latihan tersebut dilakukan untuk mempersiapkan pasukan atas tugas yang diberikan negara kepada para prajurit.
"Kita gunakan Bandara Notohadinegoro di Jember agar anggota bisa melakukan skenario gerakan sayap kanan bersenjata yang bergerak di Jawa Timur bagian selatan dan gangguan dapat diantisipasi," tuturnya di Jember.
Latihan yang digelar di bandara Jember tersebut dipilih pasukan Lanud Abdurrahman Saleh karena merupakan salah satu objek vital yang perlu diantisipasi, apabila ada masalah di bandara yang berada di Desa Wirowongso, Kecamatan Ajung itu.
"Latihan yang diberi nama Latihan Operasi Garuda Perkasa itu melibatkan seluruh anggota Lanud Abdurrahman Saleh yang terdiri dari Batalyon Komando 464 Paskhas dan Detasemen Matra, dengan total anggota sekitar 1.300 personel," paparnya.Latihan tersebut dilengkapi dengan satu unit pesawat intai C-212-Casa, 2 unit pesawat angkut berat C-130 Hercules dan 4 unit pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano.
Latihan yang baru pertama kali dilaksanakan di Kabupaten Jember itu melakukan simulasi operasi perebutan dan pengendalian Bandar Udara Notohadinegoro Jember.
Operasi diawali dengan penerjunan pasukan Pengendali Tempur (Dalpur) yang akan menyiapkan "dropping zone", kemudian disusul manuver-manuver tempur dari pesawat Super Tucano yang melakukan simulasi serangan udara.
Diakhiri dengan penerjunan puluhan pasukan dari Skadron Udara 32 dan penerjunan ini dilakukan dari pesawat Hercules yang terbang rendah sekitar 1000 kaki dari permukaan tanah.
Latihan Pasukan Lanud Abdurrahman Saleh yang pertama kali di Jember itu menarik perhatian warga, sehingga ratusan warga beramai-ramai menonton atraksi latihan prajurit TNI AU tersebut.
⚓️ antara
Batalyon Howitzer-1 Marinir Melaksanakan Latihan Menembak Ujicoba Munisi Serbia 105 mm
Ujicoba munisi 105mm buatan Serbia (Marinir) □
Dispen Kormar (Situbondo). Komandan Batalyon Howitzer-1 Mar Mayor Marinir Fentje R Manusiwa memimpin uji coba amunisi Serbia di Pusat Latihan Tempur Korps Marinir Baluran, Karangtekok, Situbondo, Kamis (23/4/2015).
Uji coba dengan menggunakan dua pucuk Meriam Howitzer 105 mm tersebut juga dihadiri Kolonel Cpl Saiful Rachman dari Alpal TNI, Kolonel Laut (E) Sugianto,ST.Mm dari Kasubdislitbang Dislitbangal, Kolonel Laut (E) I.R Avando Bastari dari Alpal Slogal, Ka Arsenal Dissenlekal Kolonel Laut (E) Kawahab, ST., Sekdis Selekal Kolonel Laut (E) Budi Kalimantoro, Kalabinsen dislitbangal Kolonel Laut (E) Endarto Pantja Irianto,ST.MT dari, Komandan Resimen Artileri-1 Marinir Kolonel Marinir F.Simanjorang, Pandya 4 Alpal Slog TNI Letkol Cpl Budihartoi, Kasi Amo Subditsmat Mayor Laut (E) Edi Sujatmiko dan Pabanda Senmo III Alpal Slog TNI Mayor Cpl Dendy Sawaluddin Akbar, SE.
Maksud dan tujuan kegiatan uji coba dengan munisi Serbia tersebut yaitu sebagai gambaran kelayakan Amunisi tentang jarak jangkau maksimal tembakan, kesempurnaan pembakaran serbuk isian dan penyesuaian label tembak dari Prancis.
⚓️ Marinir
Dispen Kormar (Situbondo). Komandan Batalyon Howitzer-1 Mar Mayor Marinir Fentje R Manusiwa memimpin uji coba amunisi Serbia di Pusat Latihan Tempur Korps Marinir Baluran, Karangtekok, Situbondo, Kamis (23/4/2015).
Uji coba dengan menggunakan dua pucuk Meriam Howitzer 105 mm tersebut juga dihadiri Kolonel Cpl Saiful Rachman dari Alpal TNI, Kolonel Laut (E) Sugianto,ST.Mm dari Kasubdislitbang Dislitbangal, Kolonel Laut (E) I.R Avando Bastari dari Alpal Slogal, Ka Arsenal Dissenlekal Kolonel Laut (E) Kawahab, ST., Sekdis Selekal Kolonel Laut (E) Budi Kalimantoro, Kalabinsen dislitbangal Kolonel Laut (E) Endarto Pantja Irianto,ST.MT dari, Komandan Resimen Artileri-1 Marinir Kolonel Marinir F.Simanjorang, Pandya 4 Alpal Slog TNI Letkol Cpl Budihartoi, Kasi Amo Subditsmat Mayor Laut (E) Edi Sujatmiko dan Pabanda Senmo III Alpal Slog TNI Mayor Cpl Dendy Sawaluddin Akbar, SE.
Maksud dan tujuan kegiatan uji coba dengan munisi Serbia tersebut yaitu sebagai gambaran kelayakan Amunisi tentang jarak jangkau maksimal tembakan, kesempurnaan pembakaran serbuk isian dan penyesuaian label tembak dari Prancis.
⚓️ Marinir
[World] Sagem Tawarkan Prancis Mempersenjatai Hercules dengan Rudal
Konsep Sagem menambahkan rudal AASM pada pesawat Hercules [Sagem] ☆
Sagem sedang mempersiapkan penawaran paket upgrade senjata untuk pesawat angkut C-130 Hercules Angkatan Udara Prancis, kata pejabat perusahaan kepada IHS Jane.
Upgrade termasuk mempersenjatai pesawat Hercules dengan memasang sistem SSA-1101 Gerfaut yang memungkinkan C-130 membawa dan menyebarkan delapan rudal Sagem AASM (Armement Air-Sol Modulaire) precision guided munitions (PGM). Sistem SSA-1101 Gerfaut telah dibangun sejak 2012 oleh Sagem, Rafaut, dan AA/ROK.
“Kami dapat menjamin kisaran jarak 30 km untuk AASM yang ditembakkan dari 25.000 ft dan kecepatan 190 kt,” kata seorang pejabat Sagem kepada IHS Jane Rabu 23 April 2015. Perusahaan akan segera membuat penawaran kepada Angkatan Udara Prancis.
Simulasi komputer yang dilakukan pada tahun 2014 menegaskan loading aerodinamis dan kemungkinan untuk menjatuhkan bom seberat 250 kg dari pesawat kargo tersebut, kata Sagem. Empat buah bom PGM bisa ditempatkan di bawah setiap sayap di tempat tangki bahan bakar eksternal. Pesawat akan menggunakan Rafaut AUF-2 adapter – sudah digunakan pada Mirage 2000D – yang memungkinkan dua bom bisa ditembakkan bersama.
Rafaut berencana untuk mengintegrasikan semua sistem elektronik yang diperlukan untuk menembakkan rudal AASM. Sementara itu, Sagem telah mengembangkan perangkat keras yang diperlukan untuk paket modernisasi pesawat Mirage F1 milik Maroko, dengan kemampuan menembak AASM. “Menggunakan mereka pada C-130 tidak akan menjadi masalah,” kata pejabat Sagem.
SSA-1101’s mission system interface ini akan dipasang di kargo atau dalam kokpit C-130, dengan link langsung ke AUF-2 adapter dan AASM. [IHS Janes]
Sagem sedang mempersiapkan penawaran paket upgrade senjata untuk pesawat angkut C-130 Hercules Angkatan Udara Prancis, kata pejabat perusahaan kepada IHS Jane.
Upgrade termasuk mempersenjatai pesawat Hercules dengan memasang sistem SSA-1101 Gerfaut yang memungkinkan C-130 membawa dan menyebarkan delapan rudal Sagem AASM (Armement Air-Sol Modulaire) precision guided munitions (PGM). Sistem SSA-1101 Gerfaut telah dibangun sejak 2012 oleh Sagem, Rafaut, dan AA/ROK.
“Kami dapat menjamin kisaran jarak 30 km untuk AASM yang ditembakkan dari 25.000 ft dan kecepatan 190 kt,” kata seorang pejabat Sagem kepada IHS Jane Rabu 23 April 2015. Perusahaan akan segera membuat penawaran kepada Angkatan Udara Prancis.
Simulasi komputer yang dilakukan pada tahun 2014 menegaskan loading aerodinamis dan kemungkinan untuk menjatuhkan bom seberat 250 kg dari pesawat kargo tersebut, kata Sagem. Empat buah bom PGM bisa ditempatkan di bawah setiap sayap di tempat tangki bahan bakar eksternal. Pesawat akan menggunakan Rafaut AUF-2 adapter – sudah digunakan pada Mirage 2000D – yang memungkinkan dua bom bisa ditembakkan bersama.
Rafaut berencana untuk mengintegrasikan semua sistem elektronik yang diperlukan untuk menembakkan rudal AASM. Sementara itu, Sagem telah mengembangkan perangkat keras yang diperlukan untuk paket modernisasi pesawat Mirage F1 milik Maroko, dengan kemampuan menembak AASM. “Menggunakan mereka pada C-130 tidak akan menjadi masalah,” kata pejabat Sagem.
SSA-1101’s mission system interface ini akan dipasang di kargo atau dalam kokpit C-130, dengan link langsung ke AUF-2 adapter dan AASM. [IHS Janes]
★ Garuda Militer
[World] Destroyer China Bisa Kalahkan Su-22 Vietnam
Destroyer China Type 052D. (jeffhead)
Kapal perusak rudal China Jenis 052D memiliki kemampuan untuk mencegat dan menembak jatuh pembom tempur Su-22 Angkatan Udara Vietnam jika konflik antara kedua negara pecah. Demikian laporan Jaringan Militer Sina yang berbasis di Beijing yang dikutip Want China Times Kamis 23 April 2015.
Uni Soviet menjual 180 jet tempur MiG-21bis, 40 Su-22M3 dan enam Su-22U kepada Vietnam pada akhir tahun 1979 untuk menggantikan pesawat serang A-37 dan jet tempur F-5E yang disita Vietnam dari Angkatan Udara Vietnam Selatan pada akhir Perang Vietnam. Kemudian, Vietnam menerima tambahan 32 Su-22M4 dan empat pesawat latih Su-22UM3 pada tahun 1988. Mereka pernah dianggap sebagai ancaman paling berbahaya bagi pasukan darat China di wilayah perbatasan antara kedua negara.
Selama Johnson South Reef Skirmish di Laut Cina Selatan pada tahun 1988, Su-22M3 dan Su-22M4 tidak digunakan terhadap kapal Angkatan Laut China, namun angkatan laut China diperintahkan untuk berhati-hati. Menurut Flightglobal, Vietnam saat ini memiliki 38 berbagai jenis pesawat Su-22 yang aktif. Lebih dari 50 dari mereka berada dalam penyimpanan.
Dengan kemampuan menyerang dengan jarak tempuh 500 kilometer, Su-22 Vietnam mampu beroperasi di wilayah pulau Spratly yang disengketakan. Vietnam memiliki total 24 pesawat canggih multiguna Su-30MK2V dari Rusia untuk menggantikan pesawat usang Su-22 dalam beberapa tahun terakhir. Namun jumlah ini tidak cukup bagi Vietnam untuk menonaktifkan semua pesawat Su-22. Dalam konfrontasi masa depan antara Cina dan Vietnam atas Laut Cina Selatan, pesawat serang Su-22 tidak mungkin dapat bertahan hidup dari serangan kapal perusak modern PLA, kata laporan itu. (Want China Times)
Kapal perusak rudal China Jenis 052D memiliki kemampuan untuk mencegat dan menembak jatuh pembom tempur Su-22 Angkatan Udara Vietnam jika konflik antara kedua negara pecah. Demikian laporan Jaringan Militer Sina yang berbasis di Beijing yang dikutip Want China Times Kamis 23 April 2015.
Uni Soviet menjual 180 jet tempur MiG-21bis, 40 Su-22M3 dan enam Su-22U kepada Vietnam pada akhir tahun 1979 untuk menggantikan pesawat serang A-37 dan jet tempur F-5E yang disita Vietnam dari Angkatan Udara Vietnam Selatan pada akhir Perang Vietnam. Kemudian, Vietnam menerima tambahan 32 Su-22M4 dan empat pesawat latih Su-22UM3 pada tahun 1988. Mereka pernah dianggap sebagai ancaman paling berbahaya bagi pasukan darat China di wilayah perbatasan antara kedua negara.
Selama Johnson South Reef Skirmish di Laut Cina Selatan pada tahun 1988, Su-22M3 dan Su-22M4 tidak digunakan terhadap kapal Angkatan Laut China, namun angkatan laut China diperintahkan untuk berhati-hati. Menurut Flightglobal, Vietnam saat ini memiliki 38 berbagai jenis pesawat Su-22 yang aktif. Lebih dari 50 dari mereka berada dalam penyimpanan.
Dengan kemampuan menyerang dengan jarak tempuh 500 kilometer, Su-22 Vietnam mampu beroperasi di wilayah pulau Spratly yang disengketakan. Vietnam memiliki total 24 pesawat canggih multiguna Su-30MK2V dari Rusia untuk menggantikan pesawat usang Su-22 dalam beberapa tahun terakhir. Namun jumlah ini tidak cukup bagi Vietnam untuk menonaktifkan semua pesawat Su-22. Dalam konfrontasi masa depan antara Cina dan Vietnam atas Laut Cina Selatan, pesawat serang Su-22 tidak mungkin dapat bertahan hidup dari serangan kapal perusak modern PLA, kata laporan itu. (Want China Times)
⚓️ Garuda Militer
[World] Empat Korvet Kedah-Class akan ditingkatkan peran ASW
KD Pahang, Korvet Kedah Class. (IHS Jane's) ☆
Angkatan Laut Kerajaan Malaysia (RMN) berencana untuk meng-upgrade empat kapal korvet Kedah Class (Meko 100 RMN) untuk perang anti-kapal selam (ASW), ungkap seorang pejabat RMN.
RMN saat ini mengoperasikan enam kapal korvet Kedah Class, yang ditugaskan antara Juni 2006 dan Desember 2010. Kapal ini didasarkan pada desain MEKO 100 dan dibangun oleh kontraktor utama lokal Penang Shipbuilding & Konstruksi (sekarang Boustead Naval Shipyard) dalam kemitraan dengan konsorsium angkatan laut Jerman.
Untuk mencapai peningkatan ASW, RMN mengusulkan untuk melengkapi empat kapal dengan peluncur torpedo, dan peralatan pendukung untuk operasi dari sebuah helikopter ASW, kata pejabat RMN di Singapore.
Dua kapal lainnya akan ditingkatkan untuk operasi perang anti-permukaan (ASuW). RMN mengatakan bahwa pihaknya berencana untuk melengkapi kapal dengan helikopter organik dan rudal permukaan-ke-permukaan [SSM] dan rudal permukaan-ke-udara [SAM].
Namun, RMN menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut, tentang sistem sedang dipertimbangkan untuk kedua ASW dan upgrade ASuW. "Kami telah memberikan rekomendasi jenis peralatan yang diperlukan kapal, tetapi persetujuan tergantung pada pendanaan dan persyaratan lainnya dari kantor pusat," kata pejabat itu.
Menurut IHS Jane, kapal Kedah Class saat ini dipersenjatai dengan meriam utama Otobreda 76 mm, satu senjata 30 mm, dan dua senapan mesin 12,7 mm. RMN tidak menyebutkan kapal yang akan ditingkatkan untuk ASW maupun peran ASuW. [IHS Janes]
Angkatan Laut Kerajaan Malaysia (RMN) berencana untuk meng-upgrade empat kapal korvet Kedah Class (Meko 100 RMN) untuk perang anti-kapal selam (ASW), ungkap seorang pejabat RMN.
RMN saat ini mengoperasikan enam kapal korvet Kedah Class, yang ditugaskan antara Juni 2006 dan Desember 2010. Kapal ini didasarkan pada desain MEKO 100 dan dibangun oleh kontraktor utama lokal Penang Shipbuilding & Konstruksi (sekarang Boustead Naval Shipyard) dalam kemitraan dengan konsorsium angkatan laut Jerman.
Untuk mencapai peningkatan ASW, RMN mengusulkan untuk melengkapi empat kapal dengan peluncur torpedo, dan peralatan pendukung untuk operasi dari sebuah helikopter ASW, kata pejabat RMN di Singapore.
Dua kapal lainnya akan ditingkatkan untuk operasi perang anti-permukaan (ASuW). RMN mengatakan bahwa pihaknya berencana untuk melengkapi kapal dengan helikopter organik dan rudal permukaan-ke-permukaan [SSM] dan rudal permukaan-ke-udara [SAM].
Namun, RMN menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut, tentang sistem sedang dipertimbangkan untuk kedua ASW dan upgrade ASuW. "Kami telah memberikan rekomendasi jenis peralatan yang diperlukan kapal, tetapi persetujuan tergantung pada pendanaan dan persyaratan lainnya dari kantor pusat," kata pejabat itu.
Menurut IHS Jane, kapal Kedah Class saat ini dipersenjatai dengan meriam utama Otobreda 76 mm, satu senjata 30 mm, dan dua senapan mesin 12,7 mm. RMN tidak menyebutkan kapal yang akan ditingkatkan untuk ASW maupun peran ASuW. [IHS Janes]
⚓️ Garuda Militer
[World] Petisi AL Thailand Untuk Kapal Selam
Kepala Angkatan Laut Laksamana Narong Pipattanasai mengamati sisa-sisa kapal selam terakhir Thailand saat berkunjung ke markas divisi kapal selam Angkatan Laut pada 7 Juli 2014 [situs Thai Navy] ♆
Angkatan Laut Kerajaan Thailand telah secara resmi mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk membeli kapal selam untuk divisi kapal selam, yang selama 64 tahun terakhir tidak mempunyai kapal selam.
Laksamana Kraisorn Chansuvanich, komandan angkatan laut Thailand, mengatakan ia berharap kabinet akan memusyawarahkan permintaan segera, karena kapal selam yang dibutuhkan untuk memperkuat angkatan bersenjata Thailand.
"Negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, Indonesia, dan Singapura telah memiliki kapal selam di gudang senjata mereka selama bertahun-tahun," kata Kraisorn. "Sekarang saya di sini, saya pikir itu adalah bagian dari strategi untuk meningkatkan angkatan bersenjata kita. Ini tugas saya untuk mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk dipertimbangkan. Apakah pemerintah akan menyetujui atau tidak terserah mereka."
Dia menambahkan bahwa angkatan laut tidak memaksa darimana kapal selam itu akan diproduksi, selama sesuai dengan kebutuhan Angkatan Laut Thailand. Kraisorn juga mendesak pemerintah untuk menyetujui pembelian kapal selam segera, karena mengakuisisi kapal selam membutuhkan proses yang panjang.
"Bahkan jika pemerintah menyetujui pembelian hari ini, kita tidak akan dapat memperoleh mereka langsung, karena waktu akan diperlukan untuk membangun kapal dan mengirim personil kami untuk menerima pelatihan dan meningkatkan keahlian mereka selama satu sampai dua tahun. Jadi, akan mengambil setidaknya lima atau enam tahun sebelum kapal selam dapat memasukkan layanan kami. Jika kita tidak mulai sekarang, kita harus menunggu untuk waktu yang lama," ungkap Kraisorn menjelaskan.
Menurut Laksamana Kraisorn, sejumlah negara bersedia untuk menjual kapal selam ke Thailand, seperti Korea Selatan, China, Rusia, Jerman, dan Swedia.
Terakhir kapal selam Angkatan Laut Thai yang dinonaktifkan pada tahun 1951 menyusul kudeta oleh petugas Angkatan Laut tahun itu. Angkatan Laut telah gagal untuk menggulingkan pemerintah dua tahun sebelumnya.
Setelah gagal kudeta tahun 1951, pemerintah membonsai pengaruh Angkatan Laut dalam angkatan bersenjata, mengurangi kapal selam, kekuatan laut, maupun pesawat perangnya. Kantor pusat Angkatan Laut di Bangkok juga ditutup selama beberapa tahun. Kekuatan Angkatan Laut dipulihkan pada tahun 1955 atas saran dari militer Amerika Serikat. [khaosodenglish]
Angkatan Laut Kerajaan Thailand telah secara resmi mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk membeli kapal selam untuk divisi kapal selam, yang selama 64 tahun terakhir tidak mempunyai kapal selam.
Laksamana Kraisorn Chansuvanich, komandan angkatan laut Thailand, mengatakan ia berharap kabinet akan memusyawarahkan permintaan segera, karena kapal selam yang dibutuhkan untuk memperkuat angkatan bersenjata Thailand.
"Negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, Indonesia, dan Singapura telah memiliki kapal selam di gudang senjata mereka selama bertahun-tahun," kata Kraisorn. "Sekarang saya di sini, saya pikir itu adalah bagian dari strategi untuk meningkatkan angkatan bersenjata kita. Ini tugas saya untuk mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk dipertimbangkan. Apakah pemerintah akan menyetujui atau tidak terserah mereka."
Dia menambahkan bahwa angkatan laut tidak memaksa darimana kapal selam itu akan diproduksi, selama sesuai dengan kebutuhan Angkatan Laut Thailand. Kraisorn juga mendesak pemerintah untuk menyetujui pembelian kapal selam segera, karena mengakuisisi kapal selam membutuhkan proses yang panjang.
"Bahkan jika pemerintah menyetujui pembelian hari ini, kita tidak akan dapat memperoleh mereka langsung, karena waktu akan diperlukan untuk membangun kapal dan mengirim personil kami untuk menerima pelatihan dan meningkatkan keahlian mereka selama satu sampai dua tahun. Jadi, akan mengambil setidaknya lima atau enam tahun sebelum kapal selam dapat memasukkan layanan kami. Jika kita tidak mulai sekarang, kita harus menunggu untuk waktu yang lama," ungkap Kraisorn menjelaskan.
Menurut Laksamana Kraisorn, sejumlah negara bersedia untuk menjual kapal selam ke Thailand, seperti Korea Selatan, China, Rusia, Jerman, dan Swedia.
Terakhir kapal selam Angkatan Laut Thai yang dinonaktifkan pada tahun 1951 menyusul kudeta oleh petugas Angkatan Laut tahun itu. Angkatan Laut telah gagal untuk menggulingkan pemerintah dua tahun sebelumnya.
Setelah gagal kudeta tahun 1951, pemerintah membonsai pengaruh Angkatan Laut dalam angkatan bersenjata, mengurangi kapal selam, kekuatan laut, maupun pesawat perangnya. Kantor pusat Angkatan Laut di Bangkok juga ditutup selama beberapa tahun. Kekuatan Angkatan Laut dipulihkan pada tahun 1955 atas saran dari militer Amerika Serikat. [khaosodenglish]
♆ Garuda Militer
Label:
Kapal Selam,
World
[World] Rusia Modifikasi Kendaraan Tempur BMP, Tambahkan Meriam Kapal Perang
Militer Rusia telah berulang kali menyebutkan bahwa meriam 30 mm yang mempersenjatai BMP-2 terlalu lemah ketika menghadapi musuh yang bersembunyi di balik beton dan bangunan bertembok tebal, bahkan dalam pertempuran di Afganistan dan Chechnya sekalipun. Sementara, meski ukurannya mengesankan, meriam 100 mm milik BMP-1 tidak terlalu akurat saat digunakan di wilayah pegunungan. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, para insinyur senjata tempur Rusia menempuh dua jalan: evolusioner dan revolusioner. [Sergey Ptichkin, RG] ♔
Metode evolusioner mengantarkan mereka pada pembuatan unit tempur baru Bakhcha-U, pengembangan BMP-3 dan BMD-4, serta modernisasi BMP-2. Modul senjata yang digunakan terdiri dari dua meriam, 100 mm dan 30 mm. Meriam 100 mm mampu meluncurkan misil, yang artinya kini bunker musuh dapat dihancurkan dengan mudah oleh kendaraan tempur Rusia. Inovasi tersebut tak hanya diterapkan oleh militer Rusia, tapi juga oleh sepuluh negara lain. Namun, BMP Rusia memiliki kekurangan yang cukup signifikan: dengan bobot 18 ton, kendaraan ini tak bisa menyediakan keamanan yang memadai bagi para kru kendaraan saat melakukan penembakan.
Pengalaman dalam konflik lokal membuat produsen senjata Rusia sangat sadar adanya kebutuhan akan BMP kelas berat. Para produsen kendaraan tempur Rusia cukup lama tak bisa meninggalkan konsep transportasi mengambang untuk infanteri, dan kemudian, fokus utama pengembangan diletakkan pada pasar luar negeri.
Saat hubungan Rusia dan Prancis agak harmonis setelah peristiwa tahun 2008, kedua negara tersebut merancang kerja sama pengerjaan proyek Atom, yakni pembuatan kendaraan lapis baja beroda kelas berat yang akan digunakan sebagai sarana transportasi pasukan. Perusahaan Rusia Burevestnik ditugaskan membuat modul tempur, sementara Prancis dan anak perusahaan Swedia Volvo, Renault Trucks Defense, ditugaskan untuk merancang bentuk dasar kendaraan tempur infanteri beroda (BMP VBCI). Prototipe kendaraan tersebut ditampilkan dalam pameran senjata Russian Expo Arms 2013. Dengan penampilannya yang futuristik dan dilengkapi meriam kapal perang, prototipe tersebut mengejutkan para pengunjung. Meriam yang sama juga digunakan oleh Burevestnik saat membuat sistem antipesawat Soviet S-60 57 mm, yang diproduksi pada 1940-an dan telah berkali-kali dimodifikasi hingga menjadi A-220M, yang kini digunakan di kapal perang Rusia. [Sergey Ptichkin, RG] ♔
Meriam antipesawat 57 mm, dengan jangkauan 12 ribu meter dan kemampuan tembak sekitar 300 tembakan per menit, segera memperlihatkan kekuatan tempur BMP. S-60 terbilang ketinggalan zaman karena meriam antipesawat itu sudah pernah digunakan dalam Perang Vietnam, namun ketika meriam tersebut digunakan di darat, jelas lain cerita.
Dalam pertempuran di Suriah, S-60 yang sudah usang mendemonstrasikan kemampuannya menghancurkan pasukan musuh, bahkan saat musuh berlindung di balik benteng kuat. Dilengkapi dengan mekanisme modern dan alat pengintai, meriam ini dapat menjadi alternatif yang sangat tepat untuk menggantikan meriam 25 mm yang digunakan dalam kendaraan tempur infanteri Prancis. Namun, pada 8 April 2014, perusahaan Swedia Volvo meminta anak perusahaannya, Renault Trucks Defense, menghentikan proyek kerja sama tersebut karena sanksi yang dikirim Uni Eropa terhadap Rusia.
Pada 22 Februari 2015, Direktur Jenderal Uralvagonzavod (perusahaan induk Burevestnik) Oleg Sienko menyebutkan bahwa pengerjaan kendaraan lapis baja Atom akan diteruskan dengan mitra baru, dan modul baru untuk BMP telah dibuat secara spesifik sesuai pesanan pembeli.
Dalam pameran militer di Uni Emirat Arab IDEX 2015, Menteri Industri dan Perdagangan Rusia Denis Manturov mengumumkan saat ini Rusia sedang membuat sistem meriam 57 mm, bekerja sama dengan Uni Emirat Arab. Dasar untuk modul militer Rusia akan dibuat di Uni Emirat Arab, menggunakan sasis Finnish Patria AMV BMP kelas berat dengan konfigurasi roda 8x8, sama seperti VBCI Prancis. Selain itu, meriam 'revolusioner' 57 mm pada kendaraan lapis baja Emirati akan digantikan oleh modul 'evolusioner' Bakhcha, yang cukup dikenal di negara Arab karena mereka telah membeli sejumlah besar BMP-3.
Uralvagonzavod menyebutkan, meriam 57 mm tersebut juga akan digunakan di unit Rusia. Modul tempur baru akan menjadi bagian dari BMP kelas berat Rusia. Namun ia menyebutkan, "Instalasi meriam dengan kaliber lebih kecil pada mesin raksasa tak sesuai dengan persyaraatan taktis dan teknis modern".
Metode evolusioner mengantarkan mereka pada pembuatan unit tempur baru Bakhcha-U, pengembangan BMP-3 dan BMD-4, serta modernisasi BMP-2. Modul senjata yang digunakan terdiri dari dua meriam, 100 mm dan 30 mm. Meriam 100 mm mampu meluncurkan misil, yang artinya kini bunker musuh dapat dihancurkan dengan mudah oleh kendaraan tempur Rusia. Inovasi tersebut tak hanya diterapkan oleh militer Rusia, tapi juga oleh sepuluh negara lain. Namun, BMP Rusia memiliki kekurangan yang cukup signifikan: dengan bobot 18 ton, kendaraan ini tak bisa menyediakan keamanan yang memadai bagi para kru kendaraan saat melakukan penembakan.
Pengalaman dalam konflik lokal membuat produsen senjata Rusia sangat sadar adanya kebutuhan akan BMP kelas berat. Para produsen kendaraan tempur Rusia cukup lama tak bisa meninggalkan konsep transportasi mengambang untuk infanteri, dan kemudian, fokus utama pengembangan diletakkan pada pasar luar negeri.
Saat hubungan Rusia dan Prancis agak harmonis setelah peristiwa tahun 2008, kedua negara tersebut merancang kerja sama pengerjaan proyek Atom, yakni pembuatan kendaraan lapis baja beroda kelas berat yang akan digunakan sebagai sarana transportasi pasukan. Perusahaan Rusia Burevestnik ditugaskan membuat modul tempur, sementara Prancis dan anak perusahaan Swedia Volvo, Renault Trucks Defense, ditugaskan untuk merancang bentuk dasar kendaraan tempur infanteri beroda (BMP VBCI). Prototipe kendaraan tersebut ditampilkan dalam pameran senjata Russian Expo Arms 2013. Dengan penampilannya yang futuristik dan dilengkapi meriam kapal perang, prototipe tersebut mengejutkan para pengunjung. Meriam yang sama juga digunakan oleh Burevestnik saat membuat sistem antipesawat Soviet S-60 57 mm, yang diproduksi pada 1940-an dan telah berkali-kali dimodifikasi hingga menjadi A-220M, yang kini digunakan di kapal perang Rusia. [Sergey Ptichkin, RG] ♔
Meriam antipesawat 57 mm, dengan jangkauan 12 ribu meter dan kemampuan tembak sekitar 300 tembakan per menit, segera memperlihatkan kekuatan tempur BMP. S-60 terbilang ketinggalan zaman karena meriam antipesawat itu sudah pernah digunakan dalam Perang Vietnam, namun ketika meriam tersebut digunakan di darat, jelas lain cerita.
Dalam pertempuran di Suriah, S-60 yang sudah usang mendemonstrasikan kemampuannya menghancurkan pasukan musuh, bahkan saat musuh berlindung di balik benteng kuat. Dilengkapi dengan mekanisme modern dan alat pengintai, meriam ini dapat menjadi alternatif yang sangat tepat untuk menggantikan meriam 25 mm yang digunakan dalam kendaraan tempur infanteri Prancis. Namun, pada 8 April 2014, perusahaan Swedia Volvo meminta anak perusahaannya, Renault Trucks Defense, menghentikan proyek kerja sama tersebut karena sanksi yang dikirim Uni Eropa terhadap Rusia.
Pada 22 Februari 2015, Direktur Jenderal Uralvagonzavod (perusahaan induk Burevestnik) Oleg Sienko menyebutkan bahwa pengerjaan kendaraan lapis baja Atom akan diteruskan dengan mitra baru, dan modul baru untuk BMP telah dibuat secara spesifik sesuai pesanan pembeli.
Dalam pameran militer di Uni Emirat Arab IDEX 2015, Menteri Industri dan Perdagangan Rusia Denis Manturov mengumumkan saat ini Rusia sedang membuat sistem meriam 57 mm, bekerja sama dengan Uni Emirat Arab. Dasar untuk modul militer Rusia akan dibuat di Uni Emirat Arab, menggunakan sasis Finnish Patria AMV BMP kelas berat dengan konfigurasi roda 8x8, sama seperti VBCI Prancis. Selain itu, meriam 'revolusioner' 57 mm pada kendaraan lapis baja Emirati akan digantikan oleh modul 'evolusioner' Bakhcha, yang cukup dikenal di negara Arab karena mereka telah membeli sejumlah besar BMP-3.
Uralvagonzavod menyebutkan, meriam 57 mm tersebut juga akan digunakan di unit Rusia. Modul tempur baru akan menjadi bagian dari BMP kelas berat Rusia. Namun ia menyebutkan, "Instalasi meriam dengan kaliber lebih kecil pada mesin raksasa tak sesuai dengan persyaraatan taktis dan teknis modern".
♔ RBTH
Jumat, 24 April 2015
[World] Israel Diserang Roket dari Gaza
Israel diserang roket dari Gaza, Palestina semalam. (Al Arabiya/AP) ♔
Militan Gaza menembakkan setidaknya satu roket ke Israel selatan, Kamis malam. Serangan itu berlangsung saat Israel memperingati pendirian negara Yahudi itu.
“Peringatan sirene terdengar di komunitas Sderot selatan dan Gevim setelah serangan roket muncul dari Jalur Gaza. Tidak ada kerusakan yang dilaporkan,” bunyi pernyataan militer Israel, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (24/4/2015).
Militer Israel tidak memberikan penjelasan lebih lanjut, termasuk langkah mereka menanggapi serangan roket terbaru dari militan Gaza itu.
Pada musim panas lalu (Juli-Agustus 2014), Israel dan Hamas terlibat perang di Jalur Gaza. Hamas berkali-kali meluncurkan serangan roket ke Israel, yang dibalas dengan serangan pesawat jet tempur.
Perang itu berlangsung hingga 50 hari dengan korban tewas di Gaza sebanyak 2.140 warga Palestina, yang kebanyakan warga sipil. Sedangkan dari pihak Israel, sebanyak 73 orang tewas yang sebagian besar tentara.
Kemudian, pada bulan Desember 2014 pesawat tempur Israel kembali menyerang Gaza sejak gencatan senjata disepakati semua pihak pada 26 Agustus 2014.Diserang Roket, Tank-tank Tempur Israel Gempur Gaza Tank-tank tempur Israel menggempur Gaza setelah diserang roket semalam. (Ilustrasi/Reuters) ♔
Serangan tank-tank tempur Israel menggempur wilayah Jalur Gaza, Palestina. Serangan Israel di Jalur Gaza ini sebagai balasan setelah semalam Israel diserang sebuah roket oleh militan dari Gaza.
Militer Israel pada Jumat (24/4/2015) mengklaim, serangan tank-tank tempur mereka ditargetkan terhadap basis-basis kelompok Hamas. “Serangan telah ditargetkan pada infrastruktur ‘teroris’ di utara Jalur Gaza,” bunyi pernyataan militer Israel, seperti dilansir Al Arabiya.
Israel sebelumnya telah mengkonfirmasi serangan roket dari arah Jalur Gaza semalam yang mengantam Israel selatan. Serangan roket berlangsung saat Israel memperingati pendirian negara Yahudi itu.(mas)
Militan Gaza menembakkan setidaknya satu roket ke Israel selatan, Kamis malam. Serangan itu berlangsung saat Israel memperingati pendirian negara Yahudi itu.
“Peringatan sirene terdengar di komunitas Sderot selatan dan Gevim setelah serangan roket muncul dari Jalur Gaza. Tidak ada kerusakan yang dilaporkan,” bunyi pernyataan militer Israel, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (24/4/2015).
Militer Israel tidak memberikan penjelasan lebih lanjut, termasuk langkah mereka menanggapi serangan roket terbaru dari militan Gaza itu.
Pada musim panas lalu (Juli-Agustus 2014), Israel dan Hamas terlibat perang di Jalur Gaza. Hamas berkali-kali meluncurkan serangan roket ke Israel, yang dibalas dengan serangan pesawat jet tempur.
Perang itu berlangsung hingga 50 hari dengan korban tewas di Gaza sebanyak 2.140 warga Palestina, yang kebanyakan warga sipil. Sedangkan dari pihak Israel, sebanyak 73 orang tewas yang sebagian besar tentara.
Kemudian, pada bulan Desember 2014 pesawat tempur Israel kembali menyerang Gaza sejak gencatan senjata disepakati semua pihak pada 26 Agustus 2014.Diserang Roket, Tank-tank Tempur Israel Gempur Gaza Tank-tank tempur Israel menggempur Gaza setelah diserang roket semalam. (Ilustrasi/Reuters) ♔
Serangan tank-tank tempur Israel menggempur wilayah Jalur Gaza, Palestina. Serangan Israel di Jalur Gaza ini sebagai balasan setelah semalam Israel diserang sebuah roket oleh militan dari Gaza.
Militer Israel pada Jumat (24/4/2015) mengklaim, serangan tank-tank tempur mereka ditargetkan terhadap basis-basis kelompok Hamas. “Serangan telah ditargetkan pada infrastruktur ‘teroris’ di utara Jalur Gaza,” bunyi pernyataan militer Israel, seperti dilansir Al Arabiya.
Israel sebelumnya telah mengkonfirmasi serangan roket dari arah Jalur Gaza semalam yang mengantam Israel selatan. Serangan roket berlangsung saat Israel memperingati pendirian negara Yahudi itu.(mas)
[World] AS Menuduh Rusia Bangun Sistem Pertahanan Udara di Ukraina
AS menuding Rusia membangun sistem pertahanan udara di Ukraina timur. (Reuters) ♔
Pemerintah Amerika Serikat (AS) menuduh Rusia membangun membangun sistem pertahanan udara di Ukraina timur. AS juga menuding Rusia melatih separatis pro-Rusia di Ukraina timur.
Dengan tudingan itu, AS menilai Rusia telah melanggar kesepakatan gencatan senjata yang tercapai di Minsk, Belarusia beberapa waktu lalu. ”Ini adalah jumlah tertinggi dari peralatan pertahanan udara Rusia di (Ukraina) bagian timur sejak Agustus (2014),” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Marie Harf, dalam sebuah pernyataan yang dilansir Reuters, Kamis (23/4/2015).
Menurutnya, pelatihan yang dilakukan Rusia terhadap separatis pro-Rusia di Ukraina timur semakin kompleks. ”Tidak meninggalkan keraguan, bahwa Rusia terlibat,” lanjut Harf, mengacu para keterlibatan Rusia dalam konflik di Ukraina timur.
”Pelatihan ini juga telah memasukkan UAV (pesawat tak berawak) Rusia, jelas ini tanda keterlibatan Rusia,” ujar Harf.
Harf melanjutkan, Rusia juga menempatkan pasukannya di sepanjang perbatasan Ukraina. ”Setelah mempertahankan kehadiran (pasukan) di sepanjang perbatasan secara relatif stabil, Rusia mengirimkan unit tambahan,” imbuh Harf mengacu pada tambahan unit pasukan Rusia di pebatasan Ukraina.
Rusia belum menanggapi tuduhan terbaru dari AS ini. Namun, Moskow sudah berkali-kali membantah bahwa mereka terlibat dalam konflik di Ukraina timur dengan memberi dukungan kepada separatis.Tuding Rudal Rusia Dikerahkan ke Ukraina, AS Salah Foto AS menuding rudal Rusia dikerahkan di Ukraina timur, namun bukti foto dalam tudingan itu salah. (Russia Today/Twitter) ♔
Duta Besar Amerika Serikat untuk Ukraina, Geoffrey Pyatt, menuding bahwa, militer Rusia terus memperluas kehadirannya di Ukraina timur. Sebagai bukti, Pyatt mem-posting foto sistem pertahanan rudal BUK-M2 Rusia yang dia klaim diambil dari wilayah di Ukraina timur.
Tapi, setelah diselidiki ternyata klaim itu salah. Foto yang dia unggah di akun Twitter-nya itu ternyata foto yang diambil di sebuah pertunjukan militer Angkatan Udara di dekat Moskow, Rusia, dua tahun lalu.
”Ini adalah konsentrasi tertinggi tentang sistem pertahanan udara Rusia di Ukraina timur sejak Agustus (2014),” bunyi tweet Dubes AS itu sembari menampilkan foto sistem pertahanan rudal BUK-M2. Akibat posting-an foto itu Pyatt dikritik para pengguna Twitter yang dianggap sengaja menggunakan foto palsu untuk menuduh Rusia.
Menanggapi ulah Dubes AS untuk Ukraina itu, Kementerian Pertahanan Rusia mengibaratkan klaim diplomat AS itu seperti “menatap bola kristal”.
”Kami telah gagal untuk memahami bagaimana orang-bercak-bercak hitam kasar di foto diterbitkan oleh Duta Besar AS untuk Ukraina, Geoffrey Pyatt, pada akun Twitter-nya yang tak bisa membuktikan apa-apa,” sindir juru bicara kementerian itu, Mayor Jenderal Igor Konashenkov, seperti dilansir Russia Today, Jumat (24/4/2015).(mas)
Pemerintah Amerika Serikat (AS) menuduh Rusia membangun membangun sistem pertahanan udara di Ukraina timur. AS juga menuding Rusia melatih separatis pro-Rusia di Ukraina timur.
Dengan tudingan itu, AS menilai Rusia telah melanggar kesepakatan gencatan senjata yang tercapai di Minsk, Belarusia beberapa waktu lalu. ”Ini adalah jumlah tertinggi dari peralatan pertahanan udara Rusia di (Ukraina) bagian timur sejak Agustus (2014),” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Marie Harf, dalam sebuah pernyataan yang dilansir Reuters, Kamis (23/4/2015).
Menurutnya, pelatihan yang dilakukan Rusia terhadap separatis pro-Rusia di Ukraina timur semakin kompleks. ”Tidak meninggalkan keraguan, bahwa Rusia terlibat,” lanjut Harf, mengacu para keterlibatan Rusia dalam konflik di Ukraina timur.
”Pelatihan ini juga telah memasukkan UAV (pesawat tak berawak) Rusia, jelas ini tanda keterlibatan Rusia,” ujar Harf.
Harf melanjutkan, Rusia juga menempatkan pasukannya di sepanjang perbatasan Ukraina. ”Setelah mempertahankan kehadiran (pasukan) di sepanjang perbatasan secara relatif stabil, Rusia mengirimkan unit tambahan,” imbuh Harf mengacu pada tambahan unit pasukan Rusia di pebatasan Ukraina.
Rusia belum menanggapi tuduhan terbaru dari AS ini. Namun, Moskow sudah berkali-kali membantah bahwa mereka terlibat dalam konflik di Ukraina timur dengan memberi dukungan kepada separatis.Tuding Rudal Rusia Dikerahkan ke Ukraina, AS Salah Foto AS menuding rudal Rusia dikerahkan di Ukraina timur, namun bukti foto dalam tudingan itu salah. (Russia Today/Twitter) ♔
Duta Besar Amerika Serikat untuk Ukraina, Geoffrey Pyatt, menuding bahwa, militer Rusia terus memperluas kehadirannya di Ukraina timur. Sebagai bukti, Pyatt mem-posting foto sistem pertahanan rudal BUK-M2 Rusia yang dia klaim diambil dari wilayah di Ukraina timur.
Tapi, setelah diselidiki ternyata klaim itu salah. Foto yang dia unggah di akun Twitter-nya itu ternyata foto yang diambil di sebuah pertunjukan militer Angkatan Udara di dekat Moskow, Rusia, dua tahun lalu.
”Ini adalah konsentrasi tertinggi tentang sistem pertahanan udara Rusia di Ukraina timur sejak Agustus (2014),” bunyi tweet Dubes AS itu sembari menampilkan foto sistem pertahanan rudal BUK-M2. Akibat posting-an foto itu Pyatt dikritik para pengguna Twitter yang dianggap sengaja menggunakan foto palsu untuk menuduh Rusia.
Menanggapi ulah Dubes AS untuk Ukraina itu, Kementerian Pertahanan Rusia mengibaratkan klaim diplomat AS itu seperti “menatap bola kristal”.
”Kami telah gagal untuk memahami bagaimana orang-bercak-bercak hitam kasar di foto diterbitkan oleh Duta Besar AS untuk Ukraina, Geoffrey Pyatt, pada akun Twitter-nya yang tak bisa membuktikan apa-apa,” sindir juru bicara kementerian itu, Mayor Jenderal Igor Konashenkov, seperti dilansir Russia Today, Jumat (24/4/2015).(mas)
[World] Drone AS Justru Bunuh 2 Sandera al-Qaeda
Drone Predator [google] ♔
Kegagalan misi militer Amerika Serikat (AS) untuk menyelamatkan dua sandera al-Qaeda di Pakistan terungkap. Alih-alih menyelamatkan dua sandera, drone AS justru membunuh dua sandera asal AS dan Italia tersebut.
Presiden Barack Obama, kemarin, dengan emosional mengakui keteledoran militer AS pada Januari lalu yang sejatinya telah dirahasiakan. Obama meminta maaf atas kesalahan militer AS.
Namun, para pejabat AS menyalahkan intelijen Pakistan karena informasi yang diberikan tidak akurat. Insiden itu menjadi bukti terjadinya krisis intelijen. Dua sandera al-Qaeda yang justru tewas diserang drone AS itu adalah dokter asal AS bernama Warren Weinstein dan pekerja bantuan asal Italia yang bernama Giovanni Lo Porto.
"Saya amat menyesali apa yang terjadi. Atas nama pemerintah Amerika Serikat, saya menyampaikan permintaan maaf yang terdalam untuk keluarga (korban),” kata Obama di Gedung Putih.
Beberapa mantan pejabat AS, seperti dikutip Reuters, Jumat (24/4/2015), mengatakan keteledoran militer AS itu terjadi karena terlalu sedikit informan AS di zona bahaya seperti Pakistan dan Yaman. ”Anda tidak bisa melakukan operasi intelijen tanpa informan,” kata seorang mantan pejabat senior intelijen AS, yang menolak diidentifikasi.(mas)Obama katakan bertanggung-jawab penuh atas tewasnya sandera Presiden AS Barack Obama (REUTERS/Kevin Lamarque) ♔
Presiden AS Barack Obama pada Kamis (23/4) mengatakan ia "bertanggung-jawab penuh" atas operasi kontra-teror pada Januari terhadap Al-Qaida sehingga secara tak sengaja menewaskan dua sandara.
"Sebagai presiden dan panglima tertinggi, saya memikul tanggung-jawab penuh buat semua operasi kontra-teror kami, termasuk operasi yang secara tak sengaja merenggut nyawa Warren (Weinstein) dan Gionanni (Lo Porto). Saya sangat menyesalkan apa yang terjadi," kata Obama kepada wartawan, sebagaimana dikutip Xinhua.
Pada Kamis pagi, satu pernyataan Gedung Putih mengatakan operasi kontra-teror AS pada Januari menewaskan dua sandera, yang ditawan oleh Al-Qaida di wilayah perbatasan Afghanistan dan Pakistan.
Menurut pernyataan tersebut, Weinstein adalah warga negara Amerika yang ditawan oleh Al-Qaida sejak 2011, dan Lo Porto adalah warga negara Italia yang telah ditawan oleh Al-Qaida sejak 2012.
"Penilaian awal kami menunjukkan operasi ini sepenuhnya sejalan dengan garis panduan yang menjadi landasan kami melancarkan upaya kontra-teror di wilayah itu, yang telah menjadi pusat perhatian kami selama bertahun-tahun, sebab itu adalah rumah pemimpin Al-Qaida, dan berdasarkan informasi intelijen yang telah kami peroleh pada saat itu, termasuk ratusan jam pengawasan," kata Obama.
Meskipun menegaskan bahwa informasi intelijen mengenai tempat tersebut sebagai kompleks Al-Qaida tepat, Obama mengakui Angkatan Darat AS melakukan kesalahan dengan menduga bahwa "tak ada warga sipil di sana".
"Apa yang tidak kami ketahui, secara tragis, adalah Al-Qaida menyembunyikan keberadaan Warren dan Giovanni di kompleks yang sama," katanya. Ia menambahkan ia sudah menginstruksikan kajian penuh mengenai peristiwa tersebut.
Menurut pernyataan Gedung Putih, Ahmed Farouq --warga negara Amerika yang menjadi pemimpin Al-Qaida-- tewas dalam operasi yang sama yang menewaskan Weinstein dan Lo Porto. Satu operasi kontra teror serupa dan terpisah yang dilaporkan AS juga menewaskan Adam Gadahn, warga negara Amerika yang menjadi anggota penting Al-Qaida.(T.C003)
Kegagalan misi militer Amerika Serikat (AS) untuk menyelamatkan dua sandera al-Qaeda di Pakistan terungkap. Alih-alih menyelamatkan dua sandera, drone AS justru membunuh dua sandera asal AS dan Italia tersebut.
Presiden Barack Obama, kemarin, dengan emosional mengakui keteledoran militer AS pada Januari lalu yang sejatinya telah dirahasiakan. Obama meminta maaf atas kesalahan militer AS.
Namun, para pejabat AS menyalahkan intelijen Pakistan karena informasi yang diberikan tidak akurat. Insiden itu menjadi bukti terjadinya krisis intelijen. Dua sandera al-Qaeda yang justru tewas diserang drone AS itu adalah dokter asal AS bernama Warren Weinstein dan pekerja bantuan asal Italia yang bernama Giovanni Lo Porto.
"Saya amat menyesali apa yang terjadi. Atas nama pemerintah Amerika Serikat, saya menyampaikan permintaan maaf yang terdalam untuk keluarga (korban),” kata Obama di Gedung Putih.
Beberapa mantan pejabat AS, seperti dikutip Reuters, Jumat (24/4/2015), mengatakan keteledoran militer AS itu terjadi karena terlalu sedikit informan AS di zona bahaya seperti Pakistan dan Yaman. ”Anda tidak bisa melakukan operasi intelijen tanpa informan,” kata seorang mantan pejabat senior intelijen AS, yang menolak diidentifikasi.(mas)Obama katakan bertanggung-jawab penuh atas tewasnya sandera Presiden AS Barack Obama (REUTERS/Kevin Lamarque) ♔
Presiden AS Barack Obama pada Kamis (23/4) mengatakan ia "bertanggung-jawab penuh" atas operasi kontra-teror pada Januari terhadap Al-Qaida sehingga secara tak sengaja menewaskan dua sandara.
"Sebagai presiden dan panglima tertinggi, saya memikul tanggung-jawab penuh buat semua operasi kontra-teror kami, termasuk operasi yang secara tak sengaja merenggut nyawa Warren (Weinstein) dan Gionanni (Lo Porto). Saya sangat menyesalkan apa yang terjadi," kata Obama kepada wartawan, sebagaimana dikutip Xinhua.
Pada Kamis pagi, satu pernyataan Gedung Putih mengatakan operasi kontra-teror AS pada Januari menewaskan dua sandera, yang ditawan oleh Al-Qaida di wilayah perbatasan Afghanistan dan Pakistan.
Menurut pernyataan tersebut, Weinstein adalah warga negara Amerika yang ditawan oleh Al-Qaida sejak 2011, dan Lo Porto adalah warga negara Italia yang telah ditawan oleh Al-Qaida sejak 2012.
"Penilaian awal kami menunjukkan operasi ini sepenuhnya sejalan dengan garis panduan yang menjadi landasan kami melancarkan upaya kontra-teror di wilayah itu, yang telah menjadi pusat perhatian kami selama bertahun-tahun, sebab itu adalah rumah pemimpin Al-Qaida, dan berdasarkan informasi intelijen yang telah kami peroleh pada saat itu, termasuk ratusan jam pengawasan," kata Obama.
Meskipun menegaskan bahwa informasi intelijen mengenai tempat tersebut sebagai kompleks Al-Qaida tepat, Obama mengakui Angkatan Darat AS melakukan kesalahan dengan menduga bahwa "tak ada warga sipil di sana".
"Apa yang tidak kami ketahui, secara tragis, adalah Al-Qaida menyembunyikan keberadaan Warren dan Giovanni di kompleks yang sama," katanya. Ia menambahkan ia sudah menginstruksikan kajian penuh mengenai peristiwa tersebut.
Menurut pernyataan Gedung Putih, Ahmed Farouq --warga negara Amerika yang menjadi pemimpin Al-Qaida-- tewas dalam operasi yang sama yang menewaskan Weinstein dan Lo Porto. Satu operasi kontra teror serupa dan terpisah yang dilaporkan AS juga menewaskan Adam Gadahn, warga negara Amerika yang menjadi anggota penting Al-Qaida.(T.C003)
Empat F-16 C/D Dilengkapi Drag Chute Akan Tiba
F-16 A/B yang sudah dilengkapi drag chute (ipenk) ♔
Mabes TNI AU memastikan pesawat tempur F-16 hibah dari Amerika Serikat yang akan diterima Indonesia secara bertahap mulai Mei mendatang. Empat unit dilengkapi dengan drag chute atau parasut yang berada di belakang pesawat segera tiba.
”Pengiriman berikutnya itu sudah dilengkapi alat yang namanya drag chute ya. Jadi sudah ada perubahan spesifikasi. Kalau sebelumnya kan tidak ada drag chute, nanti sudah ada drag chute,” ujar Kadispenau Marsekal Pertama Dwi Badarmanto seusai pisah sambut di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, kemarin.
Menurut Dwi, pengiriman empat pesawat rencananya dilakukan pada Mei atau Juni dari total pemesanan 24 unit. Seluruh pesawat tersebut nantinya akan ditempatkan di Blok 25 Pekanbaru, Riau guna menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia. Terkait hasil investigasi, Dwi mengaku proses masih berjalan dan tim masih bekerja.
Apalagi, proses investigasi itu melibatkan banyak pihak seperti orang-orang yang punya pengetahuan dan pemahaman serta lembaga-lembaga terkait untuk terlibat dalam investigasi. ”Ini kan baru dimulai investigasinya. Benar-benar baru dimulai, jadi tunggu sajalah. Hasil investigasi pasti di-publish. Ini baru proses,” ucapnya.
Pengamat militer M Muradi menilai, pengadaan drag chute merupakan kualifikasi standar pesawat tempur. Kalau tidak dilengkapi dengan alat tersebut maka ada yang bermasalah. ”Sebenarnya hibah bisa berhenti kalau ada kejadian luar biasa. Selesaikan saja program hibah selanjutnya beli baru kita punya uang banyak, itu kan membahayakan karena barang rekondisi,” katanya.
Apalagi, pesawat hibah tersebut sebelumnya sudah digunakan oleh negara pembuatnya selama 30 tahun, dengan kultur dan cuaca berbeda. ”Kalau beli hibah, murah awalnya tapi lebih banyak biaya maintenance. Apa pun kejadiannya, ini menjadi cermin program pengadaan hibah,” ucapnya.
Muradi menambahkan, pada 2017 program hibah telah berakhir dan tidak perlu diperpanjang lagi. Apalagi, pada tahun itu, anggaran militer menjadi 1,5% dari gross domestic product atau sekitar Rp 160-170 juta/tahun.
Mabes TNI AU memastikan pesawat tempur F-16 hibah dari Amerika Serikat yang akan diterima Indonesia secara bertahap mulai Mei mendatang. Empat unit dilengkapi dengan drag chute atau parasut yang berada di belakang pesawat segera tiba.
”Pengiriman berikutnya itu sudah dilengkapi alat yang namanya drag chute ya. Jadi sudah ada perubahan spesifikasi. Kalau sebelumnya kan tidak ada drag chute, nanti sudah ada drag chute,” ujar Kadispenau Marsekal Pertama Dwi Badarmanto seusai pisah sambut di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, kemarin.
Menurut Dwi, pengiriman empat pesawat rencananya dilakukan pada Mei atau Juni dari total pemesanan 24 unit. Seluruh pesawat tersebut nantinya akan ditempatkan di Blok 25 Pekanbaru, Riau guna menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia. Terkait hasil investigasi, Dwi mengaku proses masih berjalan dan tim masih bekerja.
Apalagi, proses investigasi itu melibatkan banyak pihak seperti orang-orang yang punya pengetahuan dan pemahaman serta lembaga-lembaga terkait untuk terlibat dalam investigasi. ”Ini kan baru dimulai investigasinya. Benar-benar baru dimulai, jadi tunggu sajalah. Hasil investigasi pasti di-publish. Ini baru proses,” ucapnya.
Pengamat militer M Muradi menilai, pengadaan drag chute merupakan kualifikasi standar pesawat tempur. Kalau tidak dilengkapi dengan alat tersebut maka ada yang bermasalah. ”Sebenarnya hibah bisa berhenti kalau ada kejadian luar biasa. Selesaikan saja program hibah selanjutnya beli baru kita punya uang banyak, itu kan membahayakan karena barang rekondisi,” katanya.
Apalagi, pesawat hibah tersebut sebelumnya sudah digunakan oleh negara pembuatnya selama 30 tahun, dengan kultur dan cuaca berbeda. ”Kalau beli hibah, murah awalnya tapi lebih banyak biaya maintenance. Apa pun kejadiannya, ini menjadi cermin program pengadaan hibah,” ucapnya.
Muradi menambahkan, pada 2017 program hibah telah berakhir dan tidak perlu diperpanjang lagi. Apalagi, pada tahun itu, anggaran militer menjadi 1,5% dari gross domestic product atau sekitar Rp 160-170 juta/tahun.
Supremasi Pertahanan Udara vis-a-vis Hibah F16
F16 52ID TNI AU ♔
Untuk memahami strategi pertahanan negara, selain persepsi dan skala ancaman, perlu juga dijabarkan apa saja konsep mendasar yang menjadi landasan dalam merancang sistem pertahanan negara.
Konsep utama dan paling penting adalah pemahaman akan perang. Untuk perang udara yang menjadi salah satu ikon kekuatan utama perang masa depan, kekuatan pertahanan udara akan terletak juga pada kemampuan pengendalian udara yang mencakup: Supremasi udara (air supremacy) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat superioritas suatu angkatan udara di mana lawan tidak mampu mengintervensi secara efektif.
Keunggulan udara (air superiority) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat dominasi oleh suatu angkatan udara untuk dapat melakukan operasi darat, laut, dan udara tanpa dapat dicegah. Terakhir, keadaan udara yang menguntungkan (favorable air situation) di mana situasi pertahanan udara masih sangat terbatas oleh ruang dan waktu sehingga dimungkinkan terjadi intervensi udara oleh musuh.
Operasi pertahanan udara (hanud) terbagi atas hanud aktif dan pasif. Hanud aktif mencakup langkah-langkah seperti penggunaan pesawat, senjata langsung, dan tidak langsung pertahanan udara dan peperangan elektronik. Kegiatan dalam operasi ini meliputi deteksi (elektronis dan visual), identifikasi (elektronis, korelasi, dan visual), dan penindakan (pesawat tempur sergap, rudal jarak sedang, dan rudal taktis) terhadap ancaman kekuatan musuh.
Hanud pasif mencakup semua tindakan selain pertahanan udara aktif, yang diambil untuk meminimalkan efektivitas tindakan musuh dan ancaman rudal. Termasuk antara lain kamuflase, persembunyian, penipuan, pemulihan, deteksi, sistem peringatan, serta penggunaan konstruksi pelindung. Dalam konteks ini, skala ancaman menjadi logika utama bagi pembangunan postur pertahanan udara yang sesuai dengan kondisi terkini untuk mengidentifikasi strategi penangkalan yang efektif dimana di dalamnya organisasi TNI, personel, dan kapabilitas alutsista berada.
Ketiga komponen mendasar dalam postur pertahanan inilah yang akan menentukan sejauh mana negara siap melindungi segenap wilayahnya. Komponen alutsista dalam konteks ini menjadi faktor utama bagi kedua komponen lainnya. Karena itu, persoalan alutsista bukanlah persoalan yang mudah. Isu seputar transparansi anggaran hanyalah porsi kecil dari kompleksitas pengadaan alutsista. Ketika anggaran selalu menjadi fokus utama, masalah perencanaan kebutuhan alutsista yang sebetulnya menjadi sumber dari permasalahan sering menjadi terabaikan.
Rencana Hibah
Mencermati rencana beli hibah F16 C/D yang diriuhkan, kita harus mengaitkan pada perimbangan kekuatan udara kawasan. Dengan skenario hibah nanti akan ada beberapa jenis pesawat di kawasan di antaranya:
(1) F-16 C/D hibah yang dibekali radar APG-68(v) dengan kemampuan mencari 80 mil laut;
(2) F-16 D+ Block 52 yang dibekali APG-68(v)9 dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(3) JAS-39 Gripen yang dibekali radar PS-05/A dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(4) SU-30 MKI yang dibekali NIIP N011M Bars dengan kemampuan mencari 173 mil laut.
Jarak jangkau radar pesawat hibah kelak, jika dihadapkan terhadap pesawat negara kawasan, hanya akan mampu menangkap target di jarak 80 mil laut. Padahal, pesawat negara kawasan seperti F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI sudah mampu menangkap target sejak di jarak 160 Nm – 173Nm. Ditambah dengan teknologi IFF (Identification Friend or Foe) yang dimilikinya barisan pesawat kawasan telah memiliki interrogator sehingga apa yang tertampil di radar akan langsung terbaca sebagai lawan atau kawan.
Keadaan ini menjadi lebih rumit di masa perang jika suatu hari tanpa terduga negara kita dihadapkan pada serangan udara. Jika kita asumsikan pesawat-pesawat musuh adalah F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI, selain sudah menangkap target sejak di 160-173 mil laut, mereka dapat mengaktifkan kemampuan ECCM/ anti jamming, melaksanakan mekanisme notching. Hal ini akan dilakukan pesawat musuh untuk mencegah radar pesawat hibah menangkap posisi mereka hingga bisa lepas dari jarak tembak efektif misil Amraam atau R27RI di 40-45 mil laut.
Permasalahan lain, 24 pesawat hibah kita yang terdiri atas double seater dan single seater rata-rata sudah mencapai usia 6.500 jam terbang sehingga yang akan tersisa hanya +1500 jam terbang. Mengingat time line delivery pesawat hibah kita pada 2014,ini akan menjadikan pesawat hibah hanya dapat digunakan +10 jam/bulan agar bisa digunakan hingga 2024, saat pesawat tersebut siap digantikan oleh pesawat tempur KFX kerja sama kita dengan Korea.
Jumlah penggunaan jam tersebut sulit diwujudkan karena fungsi pesawat tempur kita memiliki tugas rangkap, baik sebagai pesawat latih, pesawat pengamanan, maupun sebagai pesawat pertahanan udara. Artinya, usia pesawat hibah akan lebih pendek dari 10 tahun dan akan terdapat jeda kekosongan kekuatan pertahanan udara kita antara usainya waktu penggunaan pesawat hibah dan datangnya pesawat KFX.
Kemampuan untuk mengidentifikasi sisi kelemahan pertahanan udara kita terhadap ancaman merupakan langkah awal yang strategis dalam membangun kekuatan sistem pertahanan dan postur. Mengingat persoalan kepentingan nasional tidak mengenal istilah KNM (Kepentingan Nasional Minimum), penetapan Minimum Essential Force (MEF) haruslah turun dari logika pembangunan pertahanan negara yang didasarkan pada identifikasi ancaman terhadap kepentingan nasional yang harus tetap terjaga.
Karena itu, ukuran akan perubahan geopolitik kawasan, spektrum ancaman, kuantitas alutsista yang berkualitas, dan perimbangan kekuatan relatif menjadi hal terpenting yang harus digaris bawahi. Bukankah lebih baik kita memiliki lebih sedikit pesawat tempur yang memiliki kualitas perimbangan daya tempur relatif terhadap kekuatan udara kawasan dibandingkan mengedepankan kuantitas dengan segala keterbatasannya?
Polemik pembelian alutsista TNI dapat dihindari dengan berpedoman pada grand strategy pertahanan, program pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang bagi kebutuhan satuan skuadron, kebijakan serta politik anggaran yang tepat dan tidak selalu memutuskan pembelian alutsista dengan orientasi keterbatasan, serta fluktuasi dan alokasi anggaran. Dalam mewujudkan kepentingan nasional, supremasi udara dan cita-cita TNI AU akan The First Class Air Force, pepatah telah mengatakan: Nervi Belli Pecunia Infinita, anggaran tak terbatas merupakan kekuatan perang itu sendiri.
(CONNIE RAHAKUNDINI BAKRIE/Direktur Defense and Security Studies-Indonesia Maritime Institute,Dosen FISIP Universitas Indonesia)
Untuk memahami strategi pertahanan negara, selain persepsi dan skala ancaman, perlu juga dijabarkan apa saja konsep mendasar yang menjadi landasan dalam merancang sistem pertahanan negara.
Konsep utama dan paling penting adalah pemahaman akan perang. Untuk perang udara yang menjadi salah satu ikon kekuatan utama perang masa depan, kekuatan pertahanan udara akan terletak juga pada kemampuan pengendalian udara yang mencakup: Supremasi udara (air supremacy) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat superioritas suatu angkatan udara di mana lawan tidak mampu mengintervensi secara efektif.
Keunggulan udara (air superiority) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat dominasi oleh suatu angkatan udara untuk dapat melakukan operasi darat, laut, dan udara tanpa dapat dicegah. Terakhir, keadaan udara yang menguntungkan (favorable air situation) di mana situasi pertahanan udara masih sangat terbatas oleh ruang dan waktu sehingga dimungkinkan terjadi intervensi udara oleh musuh.
Operasi pertahanan udara (hanud) terbagi atas hanud aktif dan pasif. Hanud aktif mencakup langkah-langkah seperti penggunaan pesawat, senjata langsung, dan tidak langsung pertahanan udara dan peperangan elektronik. Kegiatan dalam operasi ini meliputi deteksi (elektronis dan visual), identifikasi (elektronis, korelasi, dan visual), dan penindakan (pesawat tempur sergap, rudal jarak sedang, dan rudal taktis) terhadap ancaman kekuatan musuh.
Hanud pasif mencakup semua tindakan selain pertahanan udara aktif, yang diambil untuk meminimalkan efektivitas tindakan musuh dan ancaman rudal. Termasuk antara lain kamuflase, persembunyian, penipuan, pemulihan, deteksi, sistem peringatan, serta penggunaan konstruksi pelindung. Dalam konteks ini, skala ancaman menjadi logika utama bagi pembangunan postur pertahanan udara yang sesuai dengan kondisi terkini untuk mengidentifikasi strategi penangkalan yang efektif dimana di dalamnya organisasi TNI, personel, dan kapabilitas alutsista berada.
Ketiga komponen mendasar dalam postur pertahanan inilah yang akan menentukan sejauh mana negara siap melindungi segenap wilayahnya. Komponen alutsista dalam konteks ini menjadi faktor utama bagi kedua komponen lainnya. Karena itu, persoalan alutsista bukanlah persoalan yang mudah. Isu seputar transparansi anggaran hanyalah porsi kecil dari kompleksitas pengadaan alutsista. Ketika anggaran selalu menjadi fokus utama, masalah perencanaan kebutuhan alutsista yang sebetulnya menjadi sumber dari permasalahan sering menjadi terabaikan.
Rencana Hibah
Mencermati rencana beli hibah F16 C/D yang diriuhkan, kita harus mengaitkan pada perimbangan kekuatan udara kawasan. Dengan skenario hibah nanti akan ada beberapa jenis pesawat di kawasan di antaranya:
(1) F-16 C/D hibah yang dibekali radar APG-68(v) dengan kemampuan mencari 80 mil laut;
(2) F-16 D+ Block 52 yang dibekali APG-68(v)9 dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(3) JAS-39 Gripen yang dibekali radar PS-05/A dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(4) SU-30 MKI yang dibekali NIIP N011M Bars dengan kemampuan mencari 173 mil laut.
Jarak jangkau radar pesawat hibah kelak, jika dihadapkan terhadap pesawat negara kawasan, hanya akan mampu menangkap target di jarak 80 mil laut. Padahal, pesawat negara kawasan seperti F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI sudah mampu menangkap target sejak di jarak 160 Nm – 173Nm. Ditambah dengan teknologi IFF (Identification Friend or Foe) yang dimilikinya barisan pesawat kawasan telah memiliki interrogator sehingga apa yang tertampil di radar akan langsung terbaca sebagai lawan atau kawan.
Keadaan ini menjadi lebih rumit di masa perang jika suatu hari tanpa terduga negara kita dihadapkan pada serangan udara. Jika kita asumsikan pesawat-pesawat musuh adalah F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI, selain sudah menangkap target sejak di 160-173 mil laut, mereka dapat mengaktifkan kemampuan ECCM/ anti jamming, melaksanakan mekanisme notching. Hal ini akan dilakukan pesawat musuh untuk mencegah radar pesawat hibah menangkap posisi mereka hingga bisa lepas dari jarak tembak efektif misil Amraam atau R27RI di 40-45 mil laut.
Permasalahan lain, 24 pesawat hibah kita yang terdiri atas double seater dan single seater rata-rata sudah mencapai usia 6.500 jam terbang sehingga yang akan tersisa hanya +1500 jam terbang. Mengingat time line delivery pesawat hibah kita pada 2014,ini akan menjadikan pesawat hibah hanya dapat digunakan +10 jam/bulan agar bisa digunakan hingga 2024, saat pesawat tersebut siap digantikan oleh pesawat tempur KFX kerja sama kita dengan Korea.
Jumlah penggunaan jam tersebut sulit diwujudkan karena fungsi pesawat tempur kita memiliki tugas rangkap, baik sebagai pesawat latih, pesawat pengamanan, maupun sebagai pesawat pertahanan udara. Artinya, usia pesawat hibah akan lebih pendek dari 10 tahun dan akan terdapat jeda kekosongan kekuatan pertahanan udara kita antara usainya waktu penggunaan pesawat hibah dan datangnya pesawat KFX.
Kemampuan untuk mengidentifikasi sisi kelemahan pertahanan udara kita terhadap ancaman merupakan langkah awal yang strategis dalam membangun kekuatan sistem pertahanan dan postur. Mengingat persoalan kepentingan nasional tidak mengenal istilah KNM (Kepentingan Nasional Minimum), penetapan Minimum Essential Force (MEF) haruslah turun dari logika pembangunan pertahanan negara yang didasarkan pada identifikasi ancaman terhadap kepentingan nasional yang harus tetap terjaga.
Karena itu, ukuran akan perubahan geopolitik kawasan, spektrum ancaman, kuantitas alutsista yang berkualitas, dan perimbangan kekuatan relatif menjadi hal terpenting yang harus digaris bawahi. Bukankah lebih baik kita memiliki lebih sedikit pesawat tempur yang memiliki kualitas perimbangan daya tempur relatif terhadap kekuatan udara kawasan dibandingkan mengedepankan kuantitas dengan segala keterbatasannya?
Polemik pembelian alutsista TNI dapat dihindari dengan berpedoman pada grand strategy pertahanan, program pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang bagi kebutuhan satuan skuadron, kebijakan serta politik anggaran yang tepat dan tidak selalu memutuskan pembelian alutsista dengan orientasi keterbatasan, serta fluktuasi dan alokasi anggaran. Dalam mewujudkan kepentingan nasional, supremasi udara dan cita-cita TNI AU akan The First Class Air Force, pepatah telah mengatakan: Nervi Belli Pecunia Infinita, anggaran tak terbatas merupakan kekuatan perang itu sendiri.
(CONNIE RAHAKUNDINI BAKRIE/Direktur Defense and Security Studies-Indonesia Maritime Institute,Dosen FISIP Universitas Indonesia)
♔ TNI AU
Langganan:
Postingan (Atom)