Sabtu, 15 Desember 2012

KRI Sultan Hasanuddin-366 Sukses Jalankan Mandat UNSCR

Setelah 6 (enam) bulan sukses mengemban United Nations Security Council Resolution (UNSCR) Nomor 1701, pada tanggal 12 Desember 2012, KRI Sultan Hasanuddin-366 bertolak dari pelabuhan Beirut, Lebanon  menuju Tanah Air. Kesuksesan dan kebanggaan dirasakan oleh seluruh prajurit KRI Sultan Hasanuddin-366 karena telah berhasil melaksanakan misi perdamaian dunia setelah bergabung dengan Maritime Task Force/United Nations Interim Force In Lebanon (MTF/UNIFIL) di bawah bendera PBB sejak bulan Juni silam. 

Keberangkatan KRI Sultan Hasanuddin-366 dilepas oleh Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Lebanon Bapak Dimas Samodra Rum, MTF Commander Rear Admiral Wagner Lopes de Moraes ZAMITH, Atase Pertahanan RI di Kairo Kolonel (Mar) Ipung Purwadi, Komandan Kontingen Garuda Kolonel ADM Darmawan Bhakti, Pejabat MTF, perwakilan Kontingen Garuda dari Naqoura dan Indobatt serta Staf KBRI. Sebelum pemberangkatan, para prajurit KRI Sultan Hasanuddin-366 menerima pengarahan dan ucapan selamat atas keberhasilan dalam misi perdamaian ini dari Dubes RI LBBP, di geladak Hely.

Masa penugasan KRI Sultan Hasanuddin-366 dalam MTF/UNIFIL secara resmi berakhir (Out of Change Operations) pada tanggal 9 Desember 2012 pukul 15.00 local time, hal ini ditandai dengan penurunan bendera PBB dan penghapusan tulisan UN pada lambung kapal. Banyak prestasi yang ditorehkan KRI Sultan Hasanuddin-366 selama 19 kali ontask, antara lain telah berhasil melaksanakan hailing  sebanyak  686 kontak kapal permukaan dan melaksanakan monitor military air activity sebanyak 135 kontak pesawat militer. Selain itu bertindak sebagai MIO Commander sebanyak 13 kali, sebagai Anti Air Warfare Coordinator sebanyak 21 kali dan sebagai Hello Element Control sebanyak 18 kali.

Pengakuan keberhasilan yang dicapai oleh KRI Sultan Hasanuddin-366 dalam menjalankan misi perdamaian di wilayah perairan Lebanon ini ditunjukkan dalam bentuk penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah Lebanon melalui Lebanesse Armed Force Navy (LAF-Navy). Penghargaan itu berupa Valour Medale yang diserahkan langsung oleh Commander in Chief of LAF-Navy Colonel Joseph Gadban kepada Komandan KRI Sultan Hasanuddin-366 selaku Komandan Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-D/UNIFIL 2012 Letkol Laut (P) Dato Rusman SN, di Markas LAF-Navy yang dihadiri para Perwira Senior LAF-Navy.

Selain menerima penghargaan dari LAF-Navy, KRI Sultan Hasanuddin-366 juga menerima penghargaan berupa Certificate of Appreciation dari PBB yang diserahkan oleh Force Commander and Head of Mission of the UNIFIL  Major General Paolo Serra yang diterima oleh Komandan KRI Sultan Hasanuddin-366 di Markas UNIFIL, Naqoura tanggal 26 Nopember lalu dan Certificate of Appreciation dari MTF Commander. Selain itu KRI Sultan Hasanuddin-366 juga mendapatkan Outstanding Performance Evaluation dari MTF Commander atas dedikasi dan kontribusinya dalam turut mewujudkan Mandat PBB 1701 dan 2604.

TNI

☆ Cerita Seorang Tentara Pelajar: Dari Tiwul, Corned Beef, Sampai New York

“Sekolah setinggi-tingginya. Posisikan diri jadi intelektual, bukan tukang jotos. Kehidupan generasi sekarang sudah lebih mudah, maka jangan sampai terlena. Belajarlah betul-betul. Kejayaan suatu negara tergantung dari warganya.”

Muhadi sebagai Prajurit
PERBUKITAN TIRTOMOYO, Wonogiri, akhir tahun 1948. Lima belas orang pemuda tanggung berseragam tentara menerabas semak belukar. Mereka mendapat instruksi untuk menyisir hutan, mencari bekas-bekas persenjataan tentara Jepang yang konon ditimbun di bawah tanah dan disembunyikan di dalam sumur.

Muhadi, kala itu 16 tahun, mengendap-ngendap sambil memegang karabennya erat-erat. Sunyi senyap. Hutan itu bekas arena pembantaian pejabat pamong praja, polisi, dan ulama, dalam pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pertama, 4 Oktober 1948. Ia setengah berharap melihat sisa-sisa tengkorak atau tulang belulang manusia, yang untungnya sudah tak ada.

Namun, demikian juga dengan persenjataan sisa tentara Jepang. Semua raib.

Para anggota Tentara Pelajar Kompi I Detasemen II Brigade 17 itu berniat kembali ke Solo kota. Apa daya, ada kabar Belanda sudah masuk. Tak ada jalan lain kecuali bertahan di Wonogiri. Muhadi mengenang masa-masa itu dengan kegelian tersendiri, khususnya soal makanan. Sebagai anak kota yang terbiasa makan nasi, pertama kali makan tiwul—sejenis singkong yang diparut dan dikeringkan—campur kuah sayur, ia sama sekali tidak doyan.

“Saya sempat berpikir, ini makanan untuk kuda,” Muhadi terkekeh. “Tapi rakyat baik sekali pada kami. Mereka sendiri tidak pernah makan nasi.”

Muhadi berusia 13 tahun ketika pertama kali jadi pengungsi dari Semarang ke Salatiga. Tahun 1947, ketika Belanda masuk ke Salatiga, ia mengungsi lagi ke Solo, kali ini bersama pamannya. Tapi, saat Agresi Militer Belanda II terjadi, ia tak mau lagi ikut mengungsi. Ada rasa malu bila terus-terusan lari dari Belanda.

“Jadi, waktu teman-teman mengajak bergabung dengan Tentara Pelajar, saya langsung mau,” ia mengenang. “Waktu itu rasanya gagah jadi tentara. Lagipula masak teman-teman berjuang, saya tidur-tiduran di rumah. Malu.”

Ia belajar membongkar-pasang senjata dengan cepat. Teknik menembak pun segera dikuasainya. Tetap saja, sewaktu pertama kali menembaki tentara Belanda, Muhadi merasa grogi. Ia ingat betul, suatu sore, mereka bersembunyi di sebuah bukit daerah Wonogiri Selatan, menunggu truk tentara Belanda lewat. Tembakan para Tentara Pelajar (satu orang dapat jatah satu sabuk peluru yang isinya lebih kurang 35 butir), disambut dengan berondongan senjata oleh tentara Belanda. Persenjataan mereka memang jauh, lebih canggih.

Meski ngeri, Muhadi dan kawan-kawan bertahan sampai sekitar pukul enam sore. Karena hari sudah gelap, tentara Belanda mundur, meninggalkan perbekalan dan amunisi mereka. Tentara Pelajar ramai-ramai membongkarnya dengan gembira. Warga kampung dipanggil, dan untuk pertama kalinya dalam hidup, mereka melihat dengan mata kepala sendiri makanan kaleng bernama corned beef.

“Sejak saat itu kami dan warga kampung makan enak,” kata Muhadi. “Ada juga pakaian untuk ganti, yang sangat berguna karena kami waktu itu hanya punya satu kemeja dan satu celana. Istilahnya thokji mbiji, kathok siji klambi siji (Jawa: celana satu baju satu-pen.). Saat mandi di kali, ya, kami telanjang saja beramai-ramai.”

Pada hari ketiga, bertepatan dengan tandasnya corned beef kalengan, tentara Belanda kembali dan menyerang kampung habis-habisan. Muhadi lupa apa nama kampungnya, yang jelas letaknya dekat perkampungan yang sekarang menjadi Kecamatan Baturetno, Wonogiri Selatan, perbatasan Pacitan, Jawa Timur. Para anggota Tentara Pelajar bertahan sebisanya menghadapi Belanda yang mengamuk.
Seorang kawan Muhadi gugur di sini. 

Muhadi dan rekan satu regu Tentara Pelajar
Muhadi dan rekan satu regu Tentara Pelajar
PENUGASAN KEDUA regu Muhadi adalah di Solo Kota. Mereka bermarkas di daerah Banyuanyar, dekat Stadion Manahan. Saat Serangan Umum Surakarta (7-10 Agustus 1949) berlangsung, regu pelajar Muhadi tidak diberi tugas di garda depan. Menurut dia, saat itu tugas Tentara Pelajar lebih ke memprovokasi lawan. Tapi, mereka ikut meruntuhkan Jembatan Nusukan, yang dijaga tentara Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL). “Ambon-Ambon baret hijau yang jago menembak,” cetus Muhadi. Mereka bertahan dari ba’da Isya sampai sekitar pukul dua belas malam.

Setelah gencatan senjata, Tentara Pelajar diberi tugas patroli. Suatu kali, regu Muhadi yang sedang berpatroli tanpa sengaja bertemu dengan tentara Belanda yang sama-sama sedang patroli. Tentara Pelajar berdebar-debar. Kalau sampai bentrok, celakalah, sebab perbekalan senjata tak seimbang. Apa akal? Teman Muhadi yang piawai berbahasa Belanda dan cukup bernyali, maju ke depan.

“Berapa kekuatanmu?” Salah seorang tentara Belanda bertanya.

“Satu kompi!” Jawaban terdengar cukup yakin.

Ternyata, tentara Belanda percaya. Mereka mundur. Padahal, saat itu kekuatan Tentara Pelajar dan tentara Belanda kurang lebih sama-sama 15 orang. Dalam perang, Muhadi belajar, tak penting berapa usia dan persenjataanmu, asal urat nyali setebal baja.

Ia juga belajar tentang kesetiaan. Suatu kali, di Kaliyoso, Muhadi melihat wajah familiar di antara tentara Belanda yang sedang berpatroli: seorang kawan dari Siliwangi. Dengan kepala tertunduk, sang kawan berkata bahwa ia terpaksa bergabung dengan penjajah karena tekanan ekonomi.

“Jadi, jangan kira dalam tentara Belanda tidak ada orang kita,” kata Muhadi. “Tapi saya maklum saja. Waktu itu pendidikan susah, masih banyak orang buta huruf. Kemiskinan dan kebodohan membuat Belanda gampang merekrut mereka. Pelarian dari Jakarta Raya banyak yang bergabung di HAMOT.”

HAMOT adalah singkatan dari Hare Majesteits Ongeregelde Troepen, gerombolan “bandit” (dalam istilah sejarawan Australia, Robert Cribb, di buku Gangster and Revolutionaries. The Jakarta People’s Militia and The Indonesian Revolution 1945-1949, tahun 1991) asal Indonesia yang bekerja untuk pemerintahan Belanda pasca Proklamasi 1945.

Tiga hari sebelum pengakuan kedaulatan, tepatnya 24 Desember 1949, Muhadi dan kawan-kawan dipindahkan ke Semarang naik truk Belanda. Tugas Tentara Pelajar adalah mengambil alih kota-kota yang sebelumnya dikuasai Belanda. Bagi Muhadi, ini seperti pulang kampung. Ia mengitari kota Semarang dengan perasaan senang habis menang perang.

Ia mengambil potret dirinya yang berseragam di studio Yonathan, dekat Pasar Johar, milik seorang warga Tionghoa peranakan. Waktu itu pangkat Muhadi Prajurit I, dengan gaji 60 perak. Ia sudah bisa beli kemeja Arrow seharga 16 perak. “Wah, zaman dulu kalau sudah pakai kemeja Arrow, rasanya well-dressed sekali,” ia tergelak. Karena jasa-jasanya sebagai Tentara Pelajar, mulai tahun 1983 Muhadi mendapat pensiun sebesar Rp 450.000, yang jumlahnya tak pernah berubah sampai sekarang (“Untuk bayar telepon saja tidak cukup!”).

Tahun 1950, Muhadi kembali bersekolah. Mula-mula di Hogere Burger School (HBS) di daerah Siranda, lalu pindah ke Bodjong, yang sekarang bernama SMUN 3 Semarang. Mula-mula ia canggung dengan perubahan dari bedil ke buku. Tak semua kawannya mau kembali ke bangku sekolah. Banyak yang gagal. Maka itu, ketika ditanya pesan apa yang hendak ia titipkan untuk generasi muda agar bisa menghadapi Indonesia 70 tahun ke depan, Muhadi menjawab mantap.

“Sekolah setinggi-tingginya. Posisikan diri jadi intelektual, bukan tukang jotos. Kehidupan generasi sekarang sudah lebih mudah, maka jangan sampai terlena. Belajarlah betul-betul. Kejayaan suatu negara tergantung dari warganya.”


Muhadi menikahi Sumarti Sastrowardoyo, adik penyair Subagio Sastrowardoyo, dan tinggal di New York, Amerika Serikat, selama 21 tahun. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana dan master jurusan ilmu sosial di New York University. Kini, pasangan Muhadi dan Sumarti menghabiskan masa tua mereka di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan. ***

Penulis, Muhadi, dan Sumarti Sastrowardoyo
Andina adalah jurnalis dan mahasiswa pascasarjana Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia. Surat menyurat via andinadwifatma@gmail.com

Radio Australia

Southeast Asia Splashes Out on Defence, Mostly Maritime

By John O'Callaghan

Singapore - Indonesia is buying submarines from South Korea and coastal radar systems from China and the United States. Vietnam is getting submarines and combat jets from Russia, while Singapore - the world's fifth-largest weapons importer - is adding to its sophisticated arsenal.

Wary of China and flush with economic success, Southeast Asia is ramping up spending on military hardware to protect the shipping lanes, ports and maritime boundaries that are vital to the flow of exports and energy.

Territorial disputes in the South China Sea, fuelled by the promise of rich oil and gas deposits, have prompted Vietnam, Malaysia, the Philippines and Brunei to try to offset China's growing naval power.

Even for those away from that fray, maritime security has been a major focus for Indonesia, Thailand and Singapore.

"Economic development is pushing them to spend money on defence to protect their investments, sea lanes and exclusive economic zones," said James Hardy, Asia Pacific editor of IHS Jane's Defence Weekly. "The biggest trend is in coastal and maritime surveillance and patrol."

As Southeast Asia's economies boomed, defence spending grew 42 percent in real terms from 2002 to 2011, data from the Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) shows.

High on the list are warships, patrol boats, radar systems and combat planes, along with submarines and anti-ship missiles that are particularly effective in denying access to sea lanes.

"Submarines are a big thing," said Tim Huxley, executive director for Asia at the International Institute for Strategic Studies. "They can do immense damage without being seen, without being anticipated, and they can do that anywhere in the region."

For decades, much of Southeast Asia spent little on weapons other than guns and small tanks. Most threats were internal and the umbrella of U.S. protection was deemed enough to ward off any potential aggression from overseas.

With China's growing muscle and more funds available, the shopping lists are getting more sophisticated. Most countries in the region are littoral, so the emphasis is on sea and air-based defence.

Malaysia has two Scorpene submarines and Vietnam is buying six Kilo-class submarines from Russia. Thailand also plans to buy submarines and its Gripen warplanes from Sweden's Saab AB will eventually be fitted with Saab's RBS-15F anti-ship missiles, IISS says.

Singapore has invested in F-15SG combat jets from Boeing Co in the United States and two Archer-class submarines from Sweden to supplement the four Challenger submarines and powerful surface navy and air force it already has.

Indonesia, a vast nation of islands with key sea lanes and 54,700 km (34,000 miles) of coastline, has two submarines now and ordered three new ones from South Korea. It is also working with Chinese firms on manufacturing C-705 and C-802 anti-ship missiles after test-firing a Russian-built Yakhont anti-ship missile in 2011.

"STRATEGIC UNCERTAINTY"

While it is not an arms race, analysts say, the build-up is being driven by events in the South China Sea, long-standing squabbles between neighbours and a desire to modernise while governments have the money.

Piracy, illegal fishing, smuggling, terrorism and disaster relief also play their parts, along with keeping the influential military happy in places such as Thailand and Indonesia.

There is a "general sense of strategic uncertainty in the region" given China's rise and doubts about the U.S. ability to sustain a military presence in Asia, said Ian Storey, a senior fellow at the Institute of Southeast Asian Studies.

"Southeast Asian countries will never be able to match China's defence modernisation," he said, citing Vietnam's push for a deterrent. "If the Chinese did attack the Vietnamese, at least the Vietnamese could inflict some serious damage."

SIPRI says Indonesia, Vietnam, Cambodia and Thailand took the lead in boosting their defence budgets by between 66 and 82 percent from 2002 to 2011.

But the region's biggest spender with the best-equipped military is Singapore, a tiny island that is home to the world's second-busiest container port, a global financial centre and a major hub for oil, gas and petrochemicals.

The wealthy city-state, along with Malaysia and Indonesia, sits on the Strait of Malacca that links the Pacific and Indian oceans. A teeming shipping route, the strait is also a narrow "choke point" with huge strategic implications for the energy, raw materials and finished goods flowing east and west.

At $ 9.66 billion, Singapore's 2011 defence budget dwarfed Thailand's $ 5.52 billion, Indonesia's $ 5.42 billion, Malaysia's $ 4.54 billion and Vietnam's $ 2.66 billion, IISS says.

The situation is far less intense than in North Asia where China, Japan, the United States, Russia and the two Koreas are involved. But Southeast Asia seems to be following the trend of pursuing military systems that can be used offensively.

"It's an indefinite process," said Huxley at IISS. "Governments are likely to go on devoting resources - that are increasing in real terms - to defence and military modernisation."

Official data on the amount and purpose of the spending is often opaque - how much goes to boots, bullets and salaries and how much to advanced hardware that can project power?

The defence spending figures also may not tell the full story. Countries such as Vietnam and Indonesia have used credit arrangements or the sale of energy exploration rights in the past to fund arms imports that did not appear in the defence budget, analysts say.

"Vietnam has stopped reporting defence and security budgets as part of its budget reporting, leaving a suspicious gap between total budgeted expenditure and the sum of the reported spending areas," said Samuel Perlo-Freeman, director of SIPRI's Military Expenditure and Arms Production Programme.

BUYING AND BUILDING

With defence budgets in many Western nations under pressure, Asia is attractive for makers of weapons, communications gear and surveillance systems. Lockheed Martin and Boeing's defence division both expect the Asia-Pacific region to contribute about 40 percent of international revenues.

"The maritime environment in the Pacific has everybody's attention," Jeff Kohler, a vice president at Boeing Defence, said at the Singapore Airshow in February.

Vietnam got 97 percent of its major weapons - including frigates, combat planes and Bastion coastal missile systems - from Russia in 2007-11 but is looking to diversify by talking to the Netherlands and the United States, SIPRI says.

The Philippines, which relies on the United States for 90 percent of its weapons, plans $1.8 billion in upgrades over five years as it sees a growing threat from China over the South China Sea squabble.

The focus is on the country's naval and air forces that analyst Sam Bateman sees as "rather deficient".

"The particular requirement of the Philippines is air surveillance," said Bateman, principal research fellow at the Australian National Centre for Ocean Resources and Security.

Anti-submarine capabilities are a priority, a Philippine defence department planner told Reuters.

Thailand, whose military has staged 18 successful or attempted coups since 1932, has built a patrol vessel designed by Britain's BAE Systems. It plans to modernise one frigate and, within five years, buy the first of two new ones.

"We are not saying these will replace submarines but we are hoping that they can be equally valuable to Thailand," defence ministry spokesman Thanathip Sawangsaeng told Reuters.

Singapore buys mostly from the United States, France and Germany but also has its own defence industry, centred on ST Engineering. The state-owned group supplies the Singapore Armed Forces and has many customers abroad.

"Most countries are either interested in or actively pursuing their own domestic arms industry," said Storey.

"It's cheaper than buying from overseas, long-term they're looking at developing their own export markets and, certainly this is true for Indonesia, it insulates them from sanctions from countries like the United States."

(Additional reporting by Neil Chatterjee in JAKARTA, Rosemarie Francisco and Manny Mogato in MANILA and Martin Petty and Amy Sawitta Lefevre in BANGKOK; Editing by Raju Gopalakrishnan)

Reuter

Jumat, 14 Desember 2012

Lanud Abdul Saleh Gelar Latihan Pertahanan Horisontal

http://www.majalahpotretindonesia.com/images/-30f.jpgUNTUK melatih dan meningkatkan kemampuan, ketrampilan personel yang terlibat dalam Satgaspam alutsista Lanud Abd Saleh agar siap operasional dalam melaksanakan tugas pengamanan dan pertahanan horizontal maka Lanud Abd Saleh mengadakan Latihan Pertahanan Horisontal semester II yang dilaksanakan di  Lanud Abd Saleh (13/12).

Sebelum kegiatan latihan Pertahanan Pangkalan dimulai, Kepala Seksi Pertahanan Pangkalan Mayor Psk Subiasto memberikan arahan kepada personel Lanud Abd Saleh  beserta Insub yang terlibat dalam pelaksanaan latihan, mengenai bagaimana prosedur dalam menghadapi serangan dari musuh.

Diskenariokan dalam Latihan bahwa, situasi wilayah Malang Raya kurang kondusif disebabkan untuk pengusulan dari buruh tentang upah minimum tidak terpenuhi sehingga membuat kerusuhan di wilayah Malang Raya. Untuk mengantisipasi kerusuhan melebar masuk ke Lanud Abd Saleh, maka Pimpinan memerintahkan membentuk dan menyiapkan Satuan Tugas Pengamanan dan Pertahanan Pangkalan (Satgaspamhanlan).

Setelah ada informasi dari Intelpam tentang rencana perusuh yang akan mengancam Lanud Abd Saleh, maka Komandan Lanud Abd Saleh memerintahkan Komandan Satgaspamhanlan untuk melaksanakan pengamanan pertahanan Lanud Abd Saleh. Dan Satgaspam memerintahkan Komandan Kompi untuk menggelar pasukannya sesuai sektor yang telah ditentukan dan mengadakan patrol pengamanan.

Satgaspam akan ditarik setelah dinyatakan aman dan dapat perintah penarikan dari Komandan Lanud Abd Saleh, selanjutnya diadakan konsolidasi pengecekan baik personel maupun materiil dan hasilnya dilaporkan kepada Komandan Lanud Abd selanjutnya menunggu instruksi.

Latihan Pertahanan Pangkalan horizontal yang  melibatkan 252 orang  anggota Lanud Abd Saleh dan Insub mempunyai sasaran latihan, memelihara dan meningkatkan ketrampilan taktik dan teknik patroli dalam pelaksanaan pertahanan pangkalan dan mengetahui betul kondisi geografis Lanud Abd Saleh yang harus dipertahankan, bila suatu saat dihadapkan pada suatu kondisi nyata dimana operasi pertahanan horizontal harus digelar dan pencegahan, penangkalan serta pendeteksian dini terhadap pihak-pihak yang ingin mengganggu kelancaran operasional Lanud Abd Saleh.

Latihan dilaksanakan selama 4 hari  mulai tanggal 11 sampai dengan 14 Desember 2012 dengan materi pelajaran teori dan praktek pengamanan dan pertahanan horizontal selama 2 hari dilanjutkan dengan gelar pengamanan dan pertahanan horizontal, patrol dan menembak dan terakhir evaluasi pelaksanaan teori dan praktek pertahanan horizontal selama 2 hari.(pentak abdul saleh)

MPI

KSAU Resmikan Lapangan Terbang Rumpin

http://www.majalahpotretindonesia.com/images/-30i.jpgKEPALA Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Imam, Sufaat S.IP meresmikan Lapangan Terbang Rumpin, yang ditetapkan sebagai Detasemen Angkatan Udara di bawah Komando Pangkalan Udara Atang Sanjaya Semplak Bogor, untuk mendukung operasi penerbangan TNI Angkatan Udara di Kabupaten Bogor, Jumat (14/12).

KSAU menjelaskan, lapangan terbang Rumpin selain berfungsi sebagai (air strip) dan pangkalan udara cadangan (alternate air base) serta landasan udara cadangan (alternate field) bagi pesawat latih dan pesawat militer/sipil yang membutuhkan landasan darurat dalam penerbangan, selain itu memiliki nilai strategis sebagai lokasi gelar sistem pertahanan udara melalui Konsep Pertahanan Negara (KPN) yang ditujukan untuk kekuatan pertahanan ibu kota.

“Kedepan lapangan terbang Rumpin akan dikembangkan sebagai tempat latihan terkait tugas operasional TNI AU antara lain latihan awak pesawat, terjun payung dan manuver darat Paskhas khususnya detasemen Bravo serta tempat pembinaan potensi olahraga dirgantara”, jelas Kasau. Selanjutnya Personel Den Bravo yang ditempatkan di Rumpin siap diberangkatkan lewat Lanud Halim ke seluruh medan penugasan di tanah air.

Lapangan terbang Rumpin merupakan air strip peninggalan Jepang, setelah Perang Dunia Kedua aset tanah Lapangan terbang beserta seluruh fasilitas bersama ratusan lapangan terbang eks Jepang lainnya diserahkan pengelolaannya kepada TNI Angkatan Udara, dan fasilitas yang ada  meliputi landasan air strip, hanggar dan bunker persembunyian Jepang.

Pada perkembangan selanjutnya, lapangan terbang Rumpin mengalami beberapa kali perubahan fungsi penggunaan dan akhirnya tanggal 19 September 2002 TNI Angkatan Udara mengembalikan statusnya sebagai Pos TNI Angkatan Udara untuk mengamankan aset negara serta menegakkan daerah keselamatan penerbangan.

Sejak 11 September 2006, TNI AU telah memperpanjang run way dari panjang 1000 meter menjadi 1238 meter (aspal beton) dan dilengkapi fasilitas seperti Tower Pengendali Lalu Lintas Udara serta Briefing Office sebagai kelengkapan sebuah air field. Landasan ini bisa melayani pendaratan pesawat militer dan sipil sekelas Casa 212 atau Cessna Grand Caravan. Secara bertahap akan diperpanjang dan diperlebar sehingga bisa digunakan oleh pesawat sekelas CN-295 hingga C-130 Hercules.

Selain pembangunan fasilitas penerbangan, TNI AU juga membangun Markas Detasemen Bravo Paskhas yang seluruh personelnya sudah diboyong dari Lanud Sulaeman Bandung ke Rumpin. Sebagai tambahan tempat akan dilengkapi juga dengan sebuah Markas Batalyon Paskhas ditambah pengembangan medan latihan realistis untuk kegiatan latihan perang kota dan hutan sebagai bagian peran Paskhasau dalam OMP maupun OMSP. (red)

Keterangan gambar: Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP didamping para pejabat TNI AU menandatangani prasasti peresmian lapangan terbang Rumpin di Rumpin Kabupaten Bogor, Jumat (14/12).

MPI

★ Remote Control Weapon System Tank AMX-13 APC TNI AD

RCWS AMX-13 dengan SMB Browning 12,7 mm
Dalam sebuah defile, sudah jamak ranpur (kendaraan tempur) baik itu panser dan tank ditampilkan. Efek kehadiran ranpur memang cukup besar, bisa menciptakan daya deteren sekaligus menampilkan show of force yang amat kentara. Dalam tiap defile ranpur lapis baja, terlihat sosok juru tembak pada kubah kanon yang terlihat gagah dan perkasa dengan atribut helmet khusus kavaleri. Hal tersebut tentu sah-sah saja, pasalnya segenap kru ranpur memang sedang dalam posisi memberi hormat pada tamu VIP di podium.

Tapi lain halnya pada pertempuran sesungguhnya, posisi juru tembak dengan kepala dan badan ditonjolkan diatas kubah bisa mengundang maut, apalagi dalam perang kota. Tidak jarang juru tembak (gunner) kanon pada ranpur jenis APC (armoured personnel carrier) jadi sasaran empuk penembak jitu (sniper). Sebagai contoh dalam operasi militer TNI menumpas GAM (Gerakan Aceh Merdeka) beberapa tahun lalu, sampai-sampai panser BTR-40 dibuatkan kubah (copula) khusus untuk melindungi keselamatan juru tembaknya.

Meski TNI AD memiliki beberapa ranpur APC yang lebih modern, seperti tank Stormer, tetap saja urusan keselamatan juru tembak pada SMB (senapan mesin berat) Browning M2HB kaliber 12,7 mm kurang optimal, hanya mengandalkan perisai baja terbatas. Malahan yang lebih rawan lagi juru tembak pada tank APC AMX-13 (AMX-VCI) buatan Perancis. Meski usianya sudah tua, tank ringan AMX-13 (versi kanon dan versi APC) masih tetap digunakan hingga kini secara masif. Untuk jenis AMX-13 VCI (Véhicule de Combat d’Infanterie) kabarnya TNI AD punya 200 unit, dimana tank tersebut dipersenjatai satu pucuk SMB 12,7 mm.

RCWS di AMX-13

RCWS dengan teknologi thermal memungkinkan untuk membidik target dalam kegelapan.

Dalam pengembangan selanjutnya, Litbang Pussenkav TNI AD melakukan terobosan untuk melakukan upgrade sistem senjatan pada AMX-13 VCI. Bila yang tadinya juru tembak ‘kudu’ menonnjolkan kepala saat membidik senjata ke target, maka kini hal tersebut bisa ditinggalkan, keselamatan juru tembak bisa ditingkatkan, ditambah sasaran bisa dibidik secara tepat meski dalam kegelapan malam, dan cuaca berkabut sekalipun. Kok bisa ya?

Jawabannya adalah berkat adopsi RCWS (Remote Control Weapon System). Dengan RCWS, juru tembak cukup memonitor target lewat layar beresolusi 1024×268 pixels. Dengan kendali berupa joystick, secara simultan laras kanon dapat diarahkan menuju target. Bila sasaran di layar sudah terkunci, dengan firing button juru tembak dapat melepaskan tembakan ke sasaran sejauh 1.800 – 2.000 meter. Mau tembakan single, atau full otomatis juga bisa dilakukan dari sini.

Ada beberapa komponen dalam RCWS, dibawah laras senjata ada optronic sensor yang berisi LRF (laser range finder) dan kamera. Optronic sensor ini merupakan elemen vital, maka itu ditempatkan dalam box yang terbuat dari logam anti peluru. Mau tahu kemampuan Optronic sensor ini? Dapat melakukan zooming thermal hingga 36x pembesaran, dapat mengenali target manusia pada jarak 1.500 meter, dan target kendaraan bergerak pada jarak 2.500 meter.

Box Optronic sensor, di dalam box lapis baja ini terdapat beberapa perangkat vital, seperti thermal sight dan tentunya lensa kamera.

Sebagai elemen vital yang berisi aneka sensor, Optronic dirancang tahan terhadap getaran/goncangan, tahan terhadap kelembaban temperature -40 sampai 50 derajat Celcius, tahan terhadap pasir/debu, tahan terhadap air dan hujan, serta mampu menembus kabut dan asap. Untuk kubah (copula) dapat digerakan dengan rotor yang dapat berputar 360 derajat, tingkat elevasi laras -20 sampai 50 derajat, dan azimuth rate < 1 rad – 1 rad per detik.

Dalam operasionalnya, SMB 12,7 mm sudah dilindungi dengan plat baja, sayangnya dalam uji coba model yang digunakan masih menggunakan box amunisi, dimana 1 box terdiri dari 250 peluru, dan bila peluru habis, penggantian serta pemasangan amunisi harus dilakukan secara manual.

Ruang Kendali & Sistem Komputer

Sistem kendali dan komputer RCWS, nampak layar LCD dan joystick.

Dalam ajang Indo Defence 2012, diperlihatkan secara gambang sistem kendali RCWS rancangan Pussenkav. Terdiri dari computer mini portable core i7, RAM 4GB, HDD 500GB. Untuk layarnya berukuran 10.5 inchi dengan resolusi 1024×268 pixels. Untuk jenis kendalinya menggunakan joytick dengan firing button, laser range finder control, thermal sight control switch, camera zoom control switch, dan manual safety overrid. Bila layar kurang jelas, juru tembak juga dapat mengatur tingkat kecerahan layar (brightness), contrast, dan color display adjuster. Rangkaian ini juga diamankan dengan adanya safety fire lock switch.

Untuk tenaganya menggunakan konsumsi listrik sebesar 150 watt, 24 V DC. Untuk gelar operasinya, dilengkapi power backup selama 1 jam.

Kelemahan RCWS


Ada kelebihan tentu juga ada kekurangan, pada rangkaian Optronic memang sudah dilengkapi box berpelindung lapisan anti peluru. Tapi kelemahannya terletak pada lensa kamera. Lensa kamera tidak dapat dibuat dari bahan kaca anti peluru. Sebab untuk menjamin pencitraan yang sempurna, adanya lensa dengan tambahan ketebalan dapat mengganggu output visual pada layar. Maka dari itu, setiap RCWS di ranpur mana pun titik lemahnya adalah pada lensa kamera. Sniper lawan tidak lagi membidik juru tembak, tapi kini yang disasar adalah lensa kamera.

Selain dijajal pada SMB 12,7 mm, RCWS juga cocok diterapkan pada senapan mesin dengan kaliber yang lebih kecil, semisal untuk GPMP FN MAG kaliber 7,62 mm. Hal ini cocok dipasangkan pada jenis ranpur beroda ban sekelas BTR-40, Panhard VBL atau Pakci. Hanya sayannya, sampai saat ini belum ada ranpur TNI AD yang di upgrade senjatanya menggunakan RCWS. Pihak Litbang Pussenkav sendiri terus melakukan uji coba dan penyempurnaan. Semoga saja kelak hasil jerih payah ini dapat diadopsi secara resmi di etalase ranpur TNI AD. (Haryo Adjie Nogo Seno)

RCWS DeFNder To Defend Anoa

http://arc.web.id/images/stories/defnder%201.jpg
Kualitas Panser Anoa 6x6 produksi Pindad sejauh ini sudah lumayan baik. Akan tetapi, berbagai penyempurnaan terus dilakukan, baik oleh PT.Pindad sendiri maupun 'user'nya yaitu TNI Angkatan Darat. 

Salah satu penyempurnaan yang dilakukan adalah mengawinkan Sistem Senjata Remot (RCWS) ke Panser Anoa. Dan seperti diketahui, PT.Pindad sendiri saat ini sedang menyeleksi berbagai tipe RCWS produk luar.

Salah satu kandidat kuat adalah RCWS DeFNder lansiran raksasa senjata FN Herstal. Bahkan sistem senjata DeFNder ini telah diujicoba  beberapa bulan lalu, serta disaksikan pejabat TNI-AD dari berbagai satuan seperti Dislitbangad, Batalyon mekanis serta Batalyon Kavaleri.

Dalam uji coba tersebut, digunakan Anoa 'pinjaman' batalyon mekanis TNI-AD. Untuk memasang DeFNder ini mudah saja ternyata, dan tidak memerlukan modifikasi khusus. Hanya saja, jika nantinya benar-benar dibeli, jalur kabel dari sistem senjata ke pengendali perlu diperhatikan dan dirapihkan.


Tipe RCWS yang diuji coba adalah DeFNder medium yang cocok dipasangkan dengan Senapan Mesin Berat type M2HB atau M3 kaliber 12,7mm. Jika cocok dengan SMB kaliber 12,7mm, maka menggabungkan sistem senjata kaliber lain seperti 7,62 atau AGL 40mm bukan hal yang sulit. Hasil uji tembak pun berlangsung dengan baik dan tepat mengenai target.

 

 

Uji coba juga berlangsung secara intensif dengan berbagai kondisi termasuk penembakan di malam hari. Istimewanya DeFNder adalah berbagai modul pembidikan bisa dipasang dan dilepas sesuai kebutuhan. Untuk penembakan malam, tentu yang sangat dibutuhkan adalah pembidik infra merah. Dan lihatlah bidikan DeFNder ditengah malam gelap. Hasil tangkapan kameranya sungguh terlihat jelas.


Bukan hanya uji tembak, uji ketahanan pun dilakukan. RCWS DeFNder dilepas dan disimulasikan terkena hujan, angin dan pasir. Namun, DeFNder bisa lolos uji itu dengan baik.Dan sebagai ganjaran dari semua uji coba yang berlangsung sukses, Dislitbang TNI AD mengeluarkan sertifikat lolos uji. Apakah Anoa nantinya akan bersenjatakan DeFNder?? kita lihat saja nanti.

 

 


ARC

Kamis, 13 Desember 2012

KSAU Aktifkan Kembali ACMI Lanud Roesmin Nurjadin

http://www.majalahpotretindonesia.com/images/-29e.jpgKEPALA Staf Angkatan Udara, Marsekal TNI Imam Sufaat SIP, secara resmi mengaktifkan kembali pengoperasian Air Combat Maneuvering Instrumentation/ACMI Lanud Roesmin Nurjadin. Peresmiannya ditandai dengan penandatangan prasasti dan pembukaan kain selubung papan nama ACMI, Kamis (13/12).

Pada kesempatan tersebut Kasau menyampaikan pentingnya pengaktifan kembali ACMI Lanud Rsn guna meningkatkan kemampuan penerbang TNI Angkatan Udara, terutama dalam melaksanakan pertempuran di udara. Selain mampu memantau secara langsung pergerakan pesawat, ACMI secara Real Time juga mampu menyajikan data tentang posisi, kecepatan dan akurasi penembakan yang dilakukan oleh pesawat tempur saat melaksanakan pertempuran udara, baik pada saat melaksanakan roketing, bombing maupun penembakan dari udara ke udara dan dari udara ke darat. Lebih lanjut Kasau juga menyampaikan bahwa pengoperasian ACMI merupakan  langkah strategis bagi TNI Angkatan Udara dalam melaksanakan tugas kedepan.

Sementara itu Danlanud Rsn pada sambutannya menyampaikan bahwa fasilitas ACMI merupakan fasilitas latihan yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan tempur penerbang Skadron Udara 12.

Pada awalnya ACMI yang diresmikan Kasau merupakan fasilitas latihan yang dulunya bekerjasama dengan RSAF, seiring dengan kebijakan Mabes TNI kerjasama tersebut direvisi dan tidak dilanjutkan lagi pada tahun 2003. Mengingat pentingnya fasilitas ACMI bagi penerbang tempur dalam melaksankan pertempuran udara maka, Mabesau mengaktifkan kembali sarana dan prasarana latihan ini.

"Ini merupakan langkah maju dan menunjukkan kepada negara lain bahwa kita mampu mengoperasikan sendiri fasilitas ACMI secara mandiri”, demikian disampaikan Danlanud.

Lebih lanjut Danlanud juga menyampaikan bahwa seluruh peralatan ACMI sudah di renovasi sesuai kebutuhan latihan, demikian juga dengan sarana dan prasarana pendukung lainnya. Setelah melalui proses renovasi, ACMI Lanud Rsn juga telah dilaksankan uji coba dengan menggunakan pesawat Hawk 100/200 dengan hasil baik.

Usai meresmikan pengaktifan kembali ACMI Lanud Rsn, Kasau yang didampingi oleh Aslog Kasau, Pangkoopsau I, Pangkoopsau II beserta pejabat mabesau lainnya meninjau secara langsung ruangan BCDS ACMI yang berfungsi memantau seluruh pergerakan pesawat saat melaksanakan pertempuran di udara termasuk saat melaksanakan roketing, bombing maupun melihat akurasi dari hasil penembakan tersebut.(pentak roesmin nurjadin)

MPI

TNI Berangkatkan Tim Parachuting ke Australia

http://www.majalahpotretindonesia.com/images/-29d.jpgWAKIL Asisten Personel (Waaspers) Panglima TNI Brigjen TNI Tarwin selaku Wakil Ketua Komite Olahraga Militer Indonesia (KOMI), melepas keberangkatan 17 atlet dan official Terjun Payung (Parachuting) TNI untuk mengikuti kejuaraan Australian Defence Parachuting Championship di HMAS Albatros, Nowra, New South Wales, Australia, di Mabes TNI Cilangkap, Rabu (12/12/2012). Kejuaraan Terjun Payung Asia Pasifik akan berlangsung tanggal 15-26 Desember 2012.

Kadispenum Puspen TNI
Kolonel Cpl Ir. Minulyo Suprapto, M.Sc., M.Si, M.A.

MPI

Kontingen TNI Garuda XXIII-F/UNIFIL Lebanon Diganti

banon-subLebanon - Komandan Sektor Timur UNIFIL (United Nations Interim Force In Lebanon) Brigjen Teodoro Banos Alonso, beberapa waktu lalu memimpin upacara serah terima jabatan Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Batalyon Infanteri Mekanis (Yonifmek) TNI Kontingen Garuda (Konga) XXIII-F/UNIFIL atau lebih dikenal dengan sebutan Indobatt (Indonesian Battalyon) Letkol Inf Suharto Sudarsono kepada Mayor Inf Lucky Avianto selaku Dansatgas Konga XXIII-G/UNIFIL (Indobatt).

Pelaksanaan serah terima (transfer of authority/TOA) dilaksanakan di Markas Indobatt POSN 7-1, Adshit al Qusayr, Lebanon Selatan.

Komandan Sektor Timur dalam amanatnya, antara lain mengucapkan banyak terima kasih kepada Letkol Inf Suharto Sudarsono beserta seluruh anggota Konga XXIII-F/UNIFIL yang telah banyak berkontribusi dalam misi perdamaian di wilayah Lebanon Selatan, serta ucapan selamat datang kepada Mayor Inf Lucky Avianto beserta anggotanya yang akan melanjutkan misi perdamaian di wilayah Lebanon Selatan, dengan harapan Konga XXIII-G/UNIFIL dapat meneruskan misi perdamaian ini dengan lebih baik lagi hingga akhir penugasan nanti selama 1 tahun.

Dengan telah diserahkannya otoritas kendali operasional satgas, Konga XXIII-G/UNIFIL (Indobatt) akan bertugas mengontrol wilayah tanggung jawabnya (area of responsibility/AOR) di Lebanon Selatan seluas kurang lebih 112 km², antara lain Adshit al Qusayr, Al Qantarah, Ghanduriyah, Az Ziqqiyah, Deir Siriane, El Adeisse, Rabbat Talame, Markaba, Tallusah dan Houla.

Upacara serah terima otoritas kendali operasional Satgas dihadiri antara lain oleh Duta Besar Indonesia untuk Lebanon Bapak H.E Dimas Samudra Rum, Komandan LAF (Lebanon Armed Forces) wilayah selatan Brigjen George, Atase Pertahanan untuk Indonesia di Lebanon Kolonel Mar Ipung, Komandan Kontingen Indonesia Kolonel Inf Karmin Suharna, para Komandan Satgas dari negara-negara yang juga tergabung dalam misi perdamaian dunia di Lebanon/UNIFIL, Tokoh Masyarakat di beberapa desa wilayah Lebanon Selatan, dan para Pemuka Agama.

★ Viper Class

VIPER Class merupakan kapal patroli cepat TNI AL buatan putra-putra Indonesia. Seluruh kapal dibuat oleh Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (fasharkan) TNI AL yang mempunyai panjang 39-40 meter. Merupakan jenis kapal Patrol Craft (PC-40) hasil karya dan modifikasi prajurit terbaik matra laut.

Latihan airsoftgun di KRI Viper 820 (Foto SAC)
TNI AL membutuhkan banyak kapal untuk patroli maupun angkutan untuk menjaga keamanan dalam negeri. Karena anggaran yang terbatas, maka diusahakan untuk membuat kapal patroli sendiri melalui Dislitbang TNI AL, yang mendesain kapal kecil ukuran PC 36 dan PC 40 dengan biaya yang relatif murah.

Akhirnya prototipe kapal pertama berhasil dibuat sekitar tahun 2000an dan menjadi desain yang mumpuni untuk dibuat massal dengan memaksimalkan Fasharkan TNI AL diseluruh nusantara berserta mitra kerjanya. Bahannya pun dipilih yang ringan dan ekonomis dari bahan Fiberglass yang terbukti cukup bagus.

Dari kapal Patroli PC 36 jenis Boa Class, TNI AL merasa cukup puas dan memulai dengan ukuran yang lebih besar PC 40, maka kapalpun dibuat diberbagai fasilitas Angkatan Laut di nusantara.

Dari tipe PC 40 meter ini TNI AL membuat beberapa jenis yang serupa tapi ada perbedaan kecil secara detail sampai dengan desain yang berbeda tapi ukurannya sekitar 40 meter. Bersama dengan Galangan kapal dalam negeri, TNI AL mencoba terus untuk produksi kapal patroli untuk memenuhi kebutuhan dalam menjaga kedaulatan NKRI. Desainnya terus berubah dengan serapan teknologi dari luar, design by design pun dicoba untuk di produksi.

Salah satu kapal dengan kapal ukuran 40 meter yang dikenal adalah tipe Tarihu Class, Krait Class maupun yang terakhir dan menjadi andalan TNI AL yaitu Clurit Class. Tipe terakhir pun fungsinya setingkat lebih baik karena di persenjatai dengan CIWS maupun rudal anti kapal yang rencananya buatan Cina. Dan masuk dalam satuan kapal cepat (Satkat). Rencananya TNI AL akan memesan 6 unit kapal jenis ini pada PT Palindo, Batam. Melihat kebutuhan akan banyaknya kapal, Clurit Class cocok untuk diperbanyak dan di tempatkan di semua pangkalan TNI AL untuk menjadi kekuatan dasar pangkalan sebelum kapal lainnya membantu.

Kembali ke kapal jenis Viper Class ini akhirnya tahun 2005-2006 dibuat beberapa unit di fasharkan TNI AL dan banyak berguna dalam menjaga perairan Indonesia. Selain sebagai kapal patroli pantai, kapal ini juga digunakan sebagai kapal SAR dalam mencari korban kecelakaan di laut maupun penindakan penyelundupan di perairan Indonesia.

Kapal kelas ini digerakkan oleh tiga mesin pokok masing – masing berkekuatan 1100 HP, mampu melaju hingga 29 knot. Dengan kecepatan jelajah 15 knot, kapal ini bisa berlayar hingga lima hari dengan 20 orang ABK. Bagian haluannya dilengkapi dengan dudukan senjata untuk kanon mitraliur laras ganda 25 mm dan senjata mesin berat (SMB) 12,7 mm pada buritan buatan Rusia. Kapal bercat doreng ini dilengkapi dengan ruang pusat informasi tempur, ruang komunikasi dan gudang amunisi. Kapal ini berfungsi untuk antikapal permukaan dan antiserangan udara terbatas.

Kapal patroli PC-40 Kelas Viper

#  Nama kapal                 Buatan                                Tahun       Bertugas sejak
1  KRI Viper 820              Fasharkan TNI AL Jakarta                   19 Oktober 2006.
2  KRI Piton 821              Fasharkan TNI AL Mentigi   2005        19 Oktober 2006.
3  KRI Weling 822            Fasharkan TNI AL Mentigi   2005        19 Oktober 2006.
4  KRI Matacora 823       Fasharkan TNI AL Mentigi    2006        14 Maret 2008.
5  KRI Tedung Selar 824 Fasharkan TNI AL Jakarta                     14 Maret 2008.
6  KRI Boiga 825             Fasharkan TNI AL Manokwari         1 Agustus 2007 (terbakar 2010)

 Spesifikasi Umum
Jenis: Type PC-40 patrol boat
Berat: 100 tons
Panjang: 40 m (131 ft 3 in)
Lebar: 7.3 m (23 ft 11 in)
Kecepatan: 29 knots (54 km/h; 33 mph)
Jelajah: 4 days
Persenjataan:
  • 25 mm (1 in) machine guns
  • 12.7 mm (0.50 in) machine guns
Berikut Foto Kapal Viper Class :

 KRI Viper 820 

KRI Viper 820 (Foto Formil Kaskus


 KRI Piton 821 

KRI Piton 821 merupakan kapal patroli TNI AL yang bertugas di daerah Papua dan berpangkalan di Lantamal X TNI AL.


KRI Piton 821 (Foto Havitdema)

 KRI Weling 822  


KRI Weling 822 (Foto Berita HanKam)


 KRI Matacora 823  


KRI Matacora 823 (Foto Armabar)

 KRI Tedung Selar 824  

KRI Tedung Selar 824


 KRI Bolga 825

Nama Boiga diambil dari nama latin ular Tiung Cincin, yakni Boiga Dendrophilia. Ular ini salah satu jenis ular ganas yang hidup di kawasan hutan bakau di semua kepulauan di Indonesia.

Menurut Berita Antara tanggal 26 juli 2010 kapal ini terbakar di Dermaga Ujung, Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur. Hampir 50 persen terbakar dan bagian kapal sudah miring tenggelam ke laut yakni bagian buritan dan lambung kiri dari kapal itu, sehingga menyisakan sisi kanan saja. Beruntung tidak ada korban jiwa. Akhirnya TNI AL memutuskan untuk mengkandas kapal ini di Lokasi kejadian.

(semua data dan foto dari berbagai sumber)

 Garuda Militer 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...