Sabtu, 19 Juni 2021

[Global] Rudal Anti Kapal Nasional Atmaca Berhasil Capai Target Dalam Tes Akhir

Presiden Turki Erdogan membagikan video yang memperlihatkan uji coba penembakan rudal anti-kapal produksi Turki Atmaca https://i2.wp.com/rayhaber.com/wp-content/uploads/2021/02/atmaca-milli-gemisavar-fuzemiz-hedefini-basari-ile-imha-etti.jpg?resize=678%2C381&ssl=1Rudal anti-kapal nasional elang kami berhasil menghancurkan targetnya [rayhaber]

Rudal maritim pertama Turki yang diproduksi dalam negeri berhasil mencapai sasarannya dalam uji tembak terakhirnya, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Jumat.

Selamat kepada Angkatan Bersenjata dan Angkatan Laut kami,” kata Erdogan di Twitter, yang juga memposting video berdurasi 58 detik yang menunjukkan uji coba penembakan rudal Atmaca.

Dalam pengujian tersebut, sebuah rudal Atmaca yang keluar dari jalur peluncur mencapai target permukaan yang sebenarnya.

Menteri Pertahanan Nasional Hulusi Akar dan panglima militer juga hadir dalam acara uji coba bersejarah di provinsi Sinop di Laut Hitam.

Kepala produsen roket Roketsan Murat Ikinci mengatakan bahwa dengan Atmaca, Turki memperoleh kemampuan untuk memproduksi dan menggunakan rudal anti-kapalnya sendiri.

Ikinci menambahkan bahwa rudal tersebut mulai beroperasi di kapal militer Turki pada akhir tahun ini.

Ini adalah titik balik yang sangat penting bagi Angkatan Bersenjata Turki,” kata Ikinci kepada Anadolu Agency.

Roketsan menyebut Atmaca sebagai rudal anti-kapal serangan presisi tinggi, jarak jauh, darat-ke-darat, presisi yang dapat diintegrasikan dengan kapal patroli, fregat, dan korvet dan diharapkan dapat menggantikan Harpoon buatan AS.

Senjata ini menawarkan jangkauan lebih dari 200 kilometer, dapat memberikan ancaman bagi target jauh di luar jangkauan visual.

Rudal ini juga menyediakan pembaruan target, serangan ulang, dan kemampuan membatalkan misi melalui tautan data modern.

 
AA  

Pelanggaran Ruang Udara oleh Pesawat Militer Asing di Indonesia Meningkat

Panglima Komando Pertahanan Udara Wilayah Nasional (Pangkohanudnas) Marsda TNI Novyan Samyoga mengatakan terjadi sebanyak 498 pelanggaran ruang udara oleh pesawat militer asing hingga 17 Mei 2021Ilustrasi pesawat TNI AU [TNI AU]

Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengatakan pelanggaran yang dilakukan oleh pesawat militer negara asing di wilayah Indonesia meningkat dalam setahun terakhir.

Meski tidak menyebut rinci mengenai data pelanggaran itu, Fadjar mengatakan pelanggaran tersebut dilakukan oleh pesawat militer asing di bekas Military Training Area (MTA) 2 yang berada di utara Pulau Bintan dan wilayah udara di atas Alur Laut Kedaulatan Indonesia (ALKI).

"Aktivitas penerbangan militer asing mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama dikaitkan eskalasi sengketa klaim sepihak di Laut China Selatan," jelas Fadjar dalam seminar yang digelar Sesko AU secara virtual pada Rabu.

Sementara itu, Panglima Komando Pertahanan Udara Wilayah Nasional (Pangkohanudnas) Marsda TNI Novyan Samyoga mencatat ada sekitar 498 pelanggaran yang terjadi sejak awal tahun ini.

"Sampai dengan 17 Mei tercatat 498 kali pelanggaran, jadi mungkin sampai hingga hari ini mencapai 600an pelanggaran," jelas Novyan Samyoga.

Menurut dia, ada beberapa hal yang menjadi kendala Komando Pertahanan Udara Wilayah Nasional untuk menindak pelanggaran tersebut.

Pertama, kata dia, keterbatasan alat utama sistem persenjataan dan luasnya wilayah udara Indonesia.

"Dengan luas wilayah Indonesia tidak diimbangi dengan alutsista yang cukup," kata dia.

Kendala lainnya ialah tidak adanya aturan hukum terkait dengan pengelolaan wilayah.

  AA  

Indonesia Resmikan Pangkalan Militer Maluku Cegah Pelanggaran Kedaulatan Wilayah

Dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan mampu disandari kapal perang fregat Ilustrasi Pembangunan dermaga Lanal Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku [Dharapos]

TNI Angkatan Laut mulai mengoperasikan Dermaga Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Saumlaki di Kepulauan Tanimbar, Maluku.

Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono mengatakan beroperasinya Lanal Saumlaki yang berbatasan dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI III) itu untuk mencegah pelanggaran kedaulatan wilayah.

Yudo mengatakan pembangunan dermaga dengan Panjang 141 meter ini merupakan kerja sama antara TNI Angkatan Laut dengan dua perusahaan swasta yang dimulai sejak tanggal 17 Januari 2019 lalu.

Lanal Saumlaki, jelas dia, dilengkapi dengan berbagai fasilitas kapal perang Indonesia (KRI), di antaranya fasilitas aliran listrik darat serta air tawar untuk mendukung kemampuan operasi dan mampu disandari KRI kelas fregat.

"Sehingga diperlukan sarana pertahanan yang memadai yang didukung oleh industri pertahanan sehingga dapat memberikan kontribusi positif," kata Yudo saat meresmikan Lanal Saumlaki dalam keterangan resminya yang diterima Anadolu pada Jumat.

Seusai peresmian Dermaga, Kasal beserta rombongan melaksanakan peninjauan ke KRI Madidihang-855 yang dioperasikan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) XI Merauke.

  ★ AA  

KRI Cakra - 401 Jalani Pengujian Sea Acceptance Test (SAT)

Telah menjalani overhaul di galangan kapal PAL Ujicoba KRI Cakra 401 [PAL] ⚓️

Sebagaimana diketahui, PT PAL Indonesia (Persero) mendapakan kontrak untuk melaksanakan overhaul KRI Cakra-401.

KRI Cakra–401 merupakan kapal selam tipe 209/1300-tipe kapal selam buatan HDW Jerman yang menggunakan sistem diesel elektrik yang mampu melesat hingga kecepatan 21,5 knot. Kapal selam dengan kapasitas 34 pelaut ini termasuk armada satuan kapal selam TNI AL.

Saat ini KRI Cakra–401 sedang persiapan melaksanakan pengujian Sea Acceptance Test (SAT) setelah sebelumnya sukses melaksanakan pengujian Harbour Acceptance Test (HAT).

Beberapa waktu lalu, KRI Cakra-401 telah sukses melewati tahapan pengujian Propulsion Test, First Trimming & Diving.

  ⚓️ PAL Indonesia  

Jumat, 18 Juni 2021

[Global] Angkatan Laut Iran Terima Fregat Kelas Jamaran Keempat

⚓️ Buatan Lokal Fregat kelas Jamaran keempat Iran buatan lokal

Angkatan Laut Iran terima fregat kelas Jamaran keempat buatan lokal. Pada hari Senin (14/6), Angkatan Laut Iran dilaporkan telah menerima dua kapal perang baru. Fregat Dena dan penyapu ranjau Shahin. Kedua kapal perang buatan dalam negeri tersebut telah bergabung secara resmi dengan armada angkatan laut Iran.

Dena adalah fregat kelas Jamaran keempat. Menurut Kepala Organisasi Industri Kelautan Kementerian Pertahanan Iran, Laksamana Muda Amir Rastegari, sistem persenjataan Dena dibuat oleh Iran Electronics Industries.

Dikatakan lebih lanjut bahwa sistem pengendalian tembakan dapat melacak 40 target dan dapat menyerang lebih dari lima target secara bersamaan.

Selain dilengkapi dengan berbagai sistem pertahanan dan serangan yang mampu mendeteksi, melacak, dan mengenai berbagai target udara, permukaan, dan kapal selam – kapal juga memiliki kemampuan ‘anti-jamming’ canggih.

Kapal sepanjang 100 meter dengan dek helikopter ini memang dirancang untuk melakukan perjalanan jarak jauh dan dapat melaju dengan kecepatan 30 knot.

Sedangkan kapal penyapu ranjau Shahin dikatakan juga telah dilengkapi dengan teknologi modern buatan lokal yang diklaim mampu mendeteksi dan menetralkan berbagai jenis ranjau laut.

Kementerian Pertahanan juga menyampaikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir industri pertahanan dalam negeri telah mencapai kemajuan besar dalam pembuatan berbagai peralatan militer asli secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan Angkatan Bersenjata Iran.

Para pemimpin Iran telah berulang kali menegaskan bahwa Iran tidak akan ragu untuk memperkuat kemampuan militernya yang sepenuhnya untuk memperkuat pertahanan. (Agus Setiawan)

  ⚓️
Nusantara News  

The Thunderclap of Fincantieri in Indonesia Strongly Shakes France

⚓️ The slap is enormous for the French export team. Especially since nobody saw it coming. FREMM Bergamini class [marina difesa]

Fincantieri's mega-hit in Indonesia announced a week ago is making waves in France. Waves in depth for the moment even if a few bubbles rise to the surface as the great disappointment on Franco-Italian cooperation expressed by the General Delegate for Armaments (DGA) Joël Barre during his hearing at the National Assembly no open to the press. It must be said that the importance of the contract of 4.1 billion euros (six Italian FREMM frigates and the modernization and sale of two Maestrale frigates), rightly calls out in France at the time when the charge of the Lorient shipyard to Naval Group is not insured for the moment beyond 2028 (after the end of the construction of the five FDI frigates for the French Navy). And this especially since this contract is already in force, according to certain sources from La Tribune.

  A lot of questions 
Egyptian Navy's Bernees frigate (FFG 1003) (Egyptian MoD picture)

Within Naval Group, which has not submitted offers, according to corroborating sources, and within the ministry, the announcement of the contract by Fincantieri surprised many and must have been difficult to digest. It also refers Naval Group and the government to its desire to engage in European cooperation at all costs, and particularly in the naval sector with Fincantieri within Naviris, the joint company specializing in surface vessels. The Indonesian contract of the Italian shipyard is therefore a huge slap in the face for France, which today feels betrayed by its partner. Perhaps out of naivety, the France team however gave the stick to be beaten.

Also, several questions arise after this huge French disappointment: why Naval Group did not submit an offer? What role did Naviris play in this offer? Why were the French so surprised by this announcement? Are the Italians reliable partners within Naviris? While the Italians, who have therefore sold six FREMMs to Indonesia, offer this type of frigates in Greece, Egypt and Saudi Arabia, why has France preferred the FDI to the FREMM?

  Naval Group in Indonesia 
Maestrale class frigate [Italian MoD]

In Indonesia, the French naval group has somewhat abandoned the surface ship campaigns launched by the Indonesian navy in favor of the prospect of submarines considered more strategic and, perhaps more affordable. It is a choice that was made several years ago by the former CEO Hervé Guillou, then continued by Pierre Eric Pommellet. Other sources believe that Naval Group was even prevented from submitting an offer due to secret agreements between Naval Group and Fincantieri, which shared the world commercially at the time of the creation of Naviris. In this context, Indonesia as well as the Philippines would have been "reserved" for Italian. This agreement did exist, according to a source familiar with the matter, but was torn apart by the blows of a penknife given by Fincantieri in countries "reserved" for Naval Group (Greece, Saudi Arabia and Egypt).

Was it Fincantieri or Naviris, which brought the Italian offer to Indonesia? The sale of the six Italian FREMMs is, according to our information, a project carried commercially by Fincantieri and carried on the political level by a state-to-state market. On the other hand, there is doubt about the renovation of the Maestrale, which could be carried out within the framework of the joint venture between Fincantieri and Naval Group. In any case, in France nobody saw anything coming. Neither the State, nor the intelligence services, nor Naval Group and nor Thales, whose Dutch subsidiary is nevertheless very present in Indonesia. Fincantieri negotiated to the end quietly in the greatest secrecy with Jakarta, where the announcement of the contract with Fincantieri is also making waves. Question: Weren't the compliance services too zealous in blindfolding and covering the ears of France in Indonesia, and more generally in the world?

  What cooperation with the Italians? 
FDI frigates [naval technology]

France is disappointed by the lack of loyalty of the Italians, who nevertheless legitimately defended their interests. Naviris now seems to be an increasingly empty shell. This company is now refocused on R&D projects, preparation for the mid-life modernization of Horizon frigates and on the European Patrol Corvette (EPC) project. Far from the initial ambitions. In addition, the Italians fire everything for export. According to our information, they have submitted an offer in Greece based on constellation-type FREMMs, in Saudi Arabia (four FREMMs) and in Egypt (two FREMMs). Where France offers FDI frigates or Gowinds. In addition, the Italians offer patrol boats in Ghana to the chagrin of Ocea ...

The success in Indonesia also calls for the choice of the Italian FREMM, which has a displacement of 6,500 tons (against 4,460 tons for the FDI, which is therefore lighter). A warship that pleases the navies ... Moreover, Fincantieri also offers it to Greece, Egypt and Saudi Arabia. The choice of these three countries will therefore validate or not the orientations taken by Naval Group, which had twisted at the time of Hervé Guillou the arm of the French Navy, by privileging the FDI to the detriment of the FREMM. An FDI launched precisely to become the spearhead of Naval Group's export trade policy and also to make the group's design offices work at the time. The momentum is near ... And it will inevitably be accompanied in the wake of social issues, especially in Lorient, which is awaiting a decision from Greece. Success is vital for this site, which will build one of the four frigates in France.

 ⚓️  Latribune  

Kamis, 17 Juni 2021

Berharap PTDI “Sukses” Jualan Pesawat

Bagaikan Pungguk Merindukan BulanN219 produksi PT DI [PTDI]

INDONESIA sebagai sebuah negara yang luas, terletak pada posisi strategis, berpenduduk padat, berbentuk kepulauan dan banyak kawasan berpegunungan membuat perhubungan udara menjadi sebuah kebutuhan yang vital.

Tidak terlalu mengada-ada, Indonesia memang seharusnya memiliki pabrik pesawat terbang. Tidak perlu sebesar atau sekelas Airbus dan atau Boeing, akan tetapi cukuplah sebuah pabrik yang dapat menghasilkan pesawat terbang sekelas N-219.

Pesawat terbang sekelas N-219 adalah pesawat paling dibutuhkan bagi angkutan udara nusantara.

Industri Penerbangan nasional termasuk pabrik pesawat terbang menjadi faktor yang sangat amat penting memperoleh perhatian, karena kemampuannya yang ampuh dalam memutar roda ekonomi.

Walau “hanya” sekelas N-219, sebuah aircraft manufacture membutuhkan pemikiran serius dan cerdas dari orang-orang yang berkompeten dibidangnya. Memerlukan orang orang yang memiliki “integrated way of thinking”.

Tidak hanya itu, sebuah pabrik pesawat terbang memerlukan pengelolaan dan manajemen yang multi disiplin dan terpadu secara nasional untuk dapat eksis.

Harus diakui bahwa memang dunia penerbangan yang relatif masih “muda” usia belum banyak memiliki “ahli" di tingkat global, apalagi di Indonesia. Ahli di bidang penerbangan masih “langka”.

Semangat juang dan spirit tinggi dari Bung Karno, Nurtanio, Wiweko, Jum Soemarsono, dan BJ Habibie sebenarnya telah meletakkan visi kedirgantaraan yang kuat menuju kepada Indonesia sebagai negara maju dibidang industri dirgantara, khususnya mampu membuat pesawat terbang sendiri.

Sayangnya, hingga sekarang ini kita belum sanggup memadukan banyak potensi yang telah dimiliki itu untuk membangun industri penerbangan yang “world class”.

Sebenarnya, perjalanan LIPNUR, IPTN, dan PTDI untuk menuju ke sana sudah bergulir. Hanya sayangnya belum bernasib baik untuk dapat mengalir mengikuti arus perjalanan dalam mencapai sukses. Nasib yang seharusnya sangat wajar diharapkan dari peran pemerintah yang lebih besar lagi kepada Industri Penerbangan Nasional.

Sekadar contoh saja, ketika pesawat terbang CN-235 disalurkan untuk digunakan dalam salah satu skadron angkut di Angkatan Udara dan sejumlah lainnya diberdayakan penggunaannya oleh maskapai penerbangan perintis milik pemerintah, dengan serta merta telah membuka pasar internasional.

Sejumlah negara turut memesan produk Indonesia itu karena merasa “terjamin” dengan kualitas CN-235 yang diputuskan oleh pemerintah RI untuk digunakan oleh Angkatan Udaranya dan maskapai penerbangan milik pemerintah.

Ini adalah salah satu saja tentang cara bagaimana pemerintah dapat berperan serta membuka pasar bagi penjualan pesawat terbang produksi dalam negeri. Peran cerdas yang jauh sekali untuk dapat disebut sebagai metoda “injak kaki”.

Sekarang ini model seperti itu sangat layak dilakukan dalam bentuk yang sedikit berbeda yaitu mempertemukan kebutuhan Pemerintah Daerah akan pesawat terbang dengan produsen N-219 yaitu PTDI.

Selama ini kebutuhan pesawat terbang bagi angkutan udara di banyak pemerintahan daerah terpaksa dilakukan menggunakan jasa “orang lain”, karena tidak tersedia jalan untuk mempertemukan produsen (PTDI) dengan konsumen (Pemda).

CN236 Patmar TNI AL produksi PT DI [PTDI]

Sayang sekali anggaran pemda jadi terserap oleh pihak lain karena tuntutan kebutuhan angkutan udara di daerah yang tidak dapat menunggu.

Ini adalah salah satu saja dari sekian banyak cara dan atau metoda, bahwa peran pemerintah pusat dapat menggulirkan jalan mulus menuju suksesnya sebuah aircraft manufacture nasional, dan sekaligus melancarkan lajunya pembangunan daerah sebagai bagian utuh dari pembangunan nasional.

Sekali lagi metoda atau cara seperti ini sangat jauh dari sebuah metoda yang dapat disebut sebagai cara “injak kaki”. Sebuah metoda yang tidak masuk dalam kategori “mengemis dana” dari pemerintah pusat.

Negara maju sekalipun, yang memiliki pabrik pesawat terbang kelas dunia, pada dasarnya menggunakan terlebih dahulu hasil produksi pabrik pesawat terbangnya, dalam upaya membantu usaha membuka pasar global sebagai salah satu langkah promosi.

Masih banyak lagi yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mewujudkan pabrik pesawat terbang “made in Indonesia”, karena pesawat terbang dapat membuka lapangan usaha lainnya seperti kegiatan pemeliharaan, pabrik pembuat komponen pesawat dan lain lain.

Tentu saja dalam hal ini mekanisme sertifikasi akan menjadi bagian yang tidak dapat dihindarkan karena produk atau hasil dari rekayasa teknologi akan menuntut tanggung jawab dalam penggunaannya. Ini yang membedakan dengan produk barang yang “sederhana” seperti pabrik sandal jepit misalnya.

Peluang lainnya adalah pada proses pembelian pesawat terbang dalam jumlah yang banyak, seperti telah berlangsung selama ini. Pada proses itu ada sejumlah peluang besar yang dapat dan tidak dimanfaatkan dunia industri penerbangan dalam negeri.

Dalam hal ini adalah peluang memperoleh “counter trade” bagi pengembangan pabrik komponen pesawat terbang dalam negeri. Ada ketentuan atau regulasi internasional dan juga nasional yang mengatur tentang hal tersebut.

Persoalannya adalah tanpa campur tangan dari peran pemerintah untuk malaksanakannya, peluang tersebut dipastikan menjadi hilang tidak tentu rimbanya. Sekali lagi peran pemerintah memang cukup signifikan dalam upaya besar membangun dan membangkitkan industri penerbangan di Indonesia.

Potensi pengembangan industri penerbangan terutama dalam cita-cita untuk memiliki pabrik pesawat terbang dalam negeri berkelas global sungguh sangat banyak. Sebagian sudah dibuktikan antara lain dalam ukiran sejarah LIPNUR, IPTN dan PTDI.

Namun mengapa hingga sekarang belum juga terwujud kejayaan industri penerbangan nasional? jawabannya antara lain adalah kita memang belum memiliki rencana induk dan road map industri penerbangan dalam tataran strategis.

Kita belum memiliki "think tank" dari para ahli kedirgantaraan yang berada dalam satu wadah ditingkat nasional. Kita belum memberikan perhatian yang cukup pada bidang kedirgantaraan. Kita belum memiliki sebuah pola standar dalam pengembangan SDM di bidang penerbangan. Kita belum cukup memiliki institusi penelitian dan pengembangan.

Terakhir adalah kita belum memiliki sebuah badan yang dapat dan harus berperan dalam mensinkronisasikan sejumlah potensi yang tercecer di tanah air untuk mengerucutkannya hingga dapat mengantar Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki industri penerbangan sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

PTDI telah membuktikan dirinya sebagai pabrik pesawat terbang. Akan tetapi, terlihat PTDI "tidak mampu” memasarkan atau menjual hasil produksinya.

Dari uraian di atas kiranya sangat jelas bahwa berharap PTDI dapat “sukses” dalam jualan pesawat adalah bagaikan “pungguk merindukan bulan”.

Dengan demikian, berharap komunitas penerbangan Indonesia untuk berbisnis sendiri, dalam konteks pengembangan Industri penerbangan, khususnya pabrik pesawat terbang adalah sesuatu yang sangat amat mustahil.
 

  🛩  Kompas  

Rabu, 16 Juni 2021

[Video] Basarnas Luncurkan 6 Kapal SAR Terbaru

Produk Dalam NegeriKN. SAR Puntadewa 250 [Basarnas]

Pada bulan April 2021, Basarnas luncurkan 6 unit kapal Search & Rescue (SAR).

Kapal produksi galangan kapal Batam dengan panjang 42 meter, sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh Basarnas.

  6 unit diantanya: 

 ☆ KN. SAR Tetuka 247 untuk wilayah Banten,
 ☆ KN. SAR Sanjaya 248 untuk wilayah Medan,
 ☆ KN. SAR Permadi 249 untuk wilayah Surabaya,
 ☆ KN. SAR Puntadewa 250 untuk wilayah Maumere,
 ☆ KN. SAR Parikesit 251 untuk wilayah Mamuju,
 ☆ KN. SAR Seta 252 untuk wilayah Tarakan.

Salah satu kapal, KN 247 Tetuka memiliki panjang 42 meter dilengkapi sonar bawah laut yang dapat menjangkau kedalaman 300 meter untuk mendukung aktivitas pencarian.

  Berikut KN Basarnas dengan video sea trial


KN 252 Seta


KN 247 Tetuka



  Garuda Militer  

Beli Alutsista Bukan Kayak Pesen Mobil

Butuh Perencanaan Panjang FREMM Bergamini class, bila terwujud 6 unit akan bertahap berdatangan pada tahun 2023 kedepan [RID]

Peneliti Senior Centre for Strategic dan International Studies (CSIS) Evan Laksmana menyebut, pembelian Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) membutuhkan rencana panjang dan tidak bisa dilakukan secara instan. Dia menganalogikannya dengan membeli mobil, jika dalam waktu singkat sudah bisa dikirim.

Menurutnya, itu lah yang mengakibatkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) membuat Rancangan Perpres tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) untuk 20 Tahun.

"Beli senjata kan memang bukan kayak beli mobil ya, kita teken kontrak hari ini, besok datang. Untuk kita beli senjata dan Alutsista butuh perencanaan jangka panjang yang bukan cuma satu, dua, atau tiga tahun, bahkan bisa sampai 20 tahun. Makanya ada angka Rp 1.760 T itu kan bukan untuk langsung beli sekaligus bulan depan," katanya melanjutkan.

Selain itu, Evan menilai nominal ribuan triliun yang didapat 0,8 persen dari produk domestik bruto atau GDP jika ditelaah masih tergolong kecil. Dia pun membandingkan negara Benua Asia lain seperti Tiongkok, India, dan Jepang.

"Mereka dua atau tiga kali lipat dari biaya tersebut selama 5 sampai 10 tahun terakhir. Jadi dalam konteks memperkuat Alutsista memang yang sudah adalah segala sesuatu itu harus jangka panjang," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, dalam draf Rancangan Perpres tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kemhan dan TNI 2020-2024 yang beredar di kalangan awak media, kebutuhan anggaran Alpalhankam untuk Renstra 2020-2044 mencapai USD 124 miliar. Rencana skema pendanaan disebutkan berasal dari pinjaman luar negeri. (maf)

  Kontrak Pembelian Alutsista Bertahap 
Rafale diberitakan akan di akuisisi sebanyak 36 unit [Dassault]

Perjanjian kerja sama pengadaan alat utama sistem persenjataan (aslutsista) oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan dua produsen asal Italia serta Prancis baru tahap awal.

Oleh karena itu, masih terlalu dini untuk menilai pembelian kapal dan pesawat itu pasti terjadi. "Itu baru kontrak awal (preamble contract). Jadi, kemudian kontrak itu juga belum berlaku (coming into force), jadi kontrak itu klausulnya belum berlaku sekarang," kata pengamat industri pertahanan Alman Helvas saat dihubungi wartawan Minggu (13/6/2021).

Kesepakatan awal itu dinilainya juga belum bisa dieksekusi hingga tanggal kesepakatan berlaku efektif (effective date of contract). Pada fase ini, pihak pembeli harus sudah membayar uang muka, kemudian alutsista yang dipesan mulai diproduksi.

Dalam kesepakatan tentu ada syarat. Oleh karena itu, kata Alman, bisa saja kesepakatan tidak diteruskan jika ada pihak yang tidak memenuhi syarat. "Nah, dari tahap yang sekarang, kesepakatan sudah ditandatangani tetapi belum berlaku, sampai effective date of contract itu masih panjang," tandasnya.

Untuk itu, Alman menyebut kesepakatan awal pengadaan alutsista antara Indonesia dan produsen alutsista asal Italia dan Prancis tidak perlu diributkan. Terlebih, Kemhan masih harus membahasnya bersama instansi terkait.

"Keputusan terakhir bukan di Kemhan karena untuk keuangannya ada di Kementerian Keuangan. Kan, kontrak kalau enggak ada uangnya juga enggak bisa jalan. Jadi, kuncinya ini ada di Kementerian Keuangan," katanya.

Jika Kementerian Keuangan setuju anggarannya, kemudian nanti anggaran disiapkan, kontrak baru bisa efektif. "Tapi kalau Kementerian Keuangan tidak setuju dengan anggarannya, ya, kontraknya bisa enggak efektif," lanjutnya.

Tidak hanya terkait Kemenkeu, kata dia, Kemhan pun harus membahas pengadaan ini bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Sebelumnya, dalam kanal YouTube Deddy Corbuzier, Menteri Pertahanan Prabowo menerangkan bahwa kontrak pembelian alutsista ada beberapa tahap sebelum kontrak itu efektif “Ada kontrak awal, habis itu ada kondisi-kondisi yang harus dipenuhi, kondisi keuangan dan lain-lain sampai akhirnya kontrak itu efektif,” ujar Prabowo.

Prabowo mengatakan bahwa untuk meminimalisasi praktik korupsi, dia akan melibatkan instansi terkait untuk mengevaluasi kontrak-kontrak yang ada sebelum akhirnya efektif.

Instansi yang akan dilibatkan adalah Kejaksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Baru-baru ini, perusahaan produsen kapal perang asal Italia merilis informasi bahwa Indonesia menyepakati pengadaan delapan unit kapal perang fregat kelas FREMM dan kelas Maestrale dari Italia melalui kontrak kerja sama. Namun, kesepakatan tersebut belum efektif. (dam)

 ✪ sindonews  

Pemasok Senjata KKB Papua Simpan Catatan Bantuan Uang dari Pemda Puncak

https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2021/06/15/barang-bukti-yang-disita-satgas-nemangkawi-dari-ratius-murib-alias-neson-murib_169.jpeg?w=700&q=90Barang bukti yang disita Satgas Nemangkawi dari Ratius Murib alias Neson Murib (dok. Humas Satgas Nemangkawi)

Satgas Nemangkawi menyita sejumlah barang bukti dari terduga pemasok senjata ke teroris kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua, Ratius Murib alias Neson Murib. Salah satunya buku agenda berisi catatan bantuan uang tunai dari Pemda Puncak Rp 600 juta untuk pimpinan KKB, Lekagak Telenggen, pada 6 Februari 2021.

"Masih dilakukan pendalaman penyidikan terkait bukti transaksi yang ditemukan, termasuk benar atau tidaknya aliran dana ke Lekagak Telenggen," kata Kasatgas Humas Nemangkawi Kombes Iqbal Alqudussy saat dikonfirmasi detikcom perihal catatan bantuan Pemda Puncak untuk KKB, Selasa (15/6/2021).

Seperti diketahui, Ratius Murib alias Neson Murib ditangkap oleh personel Sub Satgas Penyelidik Unit II Satgas Penegakan Hukum Operasi Nemangkawi di Puncak Jaya, Papua, pada Senin (14/6). Saat itu dia membawa uang tunai Rp 370 juta dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu.

Selain uang tunai senilai ratusan juta rupiah dan catatan bantuan uang dari Pemda Puncak untuk KKB, Satgas Nemangkawi menyita buku catatan penolakan otonomi khusus dan aksi penembakan di Kabupaten Puncak dan buku catatan pengeluaran dan pemasukan dana bantuan dari simpatisan TPNPB.

Tak hanya itu, polisi juga menemukan beberapa buku tabungan atas nama Ratius Murib dan beberapa telepon genggam. Ada juga belasan kertas resi bukti transfer ke pihak-pihak yang diduga jaringan penjual senpi.

https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2021/06/15/ratius-murib-alias-neson-murib-penjual-senjata-api-ke-kkb-dok-istimewa_169.jpeg?w=620Ratius Murib alias Neson Murib, penjual senjata api ke KKB (dok. Humas Satgas Nemangkawi)

Polisi mengatakan nilai transaksi di proses jual-beli senjata teroris KKB di pegunungan Papua mencapai Rp 1,3 miliar lebih. Hal tersebut diketahui usai penangkapan Ratius Murib alias Neson Murib.

"Total yang dikirim dan diterima Rp 1.393.100.000," kata Iqbal sebelumnya dalam keterangan tertulis hari ini.

Saat ini, Satgas Nemangkawi masih memeriksa Neson. Iqbal menyampaikan pihaknya sedang mendalami sumber dana hingga aktivitas Neson selama bertransaksi senjata api.

"Tim masih akan terus menggali informasi sumber dana serta aktivitas pengiriman uang untuk membeli senjata dan amunisi dari terduga Neson Murib," tutur Iqbal. (aud/fjp)

 ♖ detik  

Rencana Groundbreaking Pengembangan Pusat Inovasi & Industri Radar Nasional PT. Len Industri (Persero)

Menuju kemandirian industri Radar Nasional Radar yang dikembangkan LEN [istimewa]

Dirtekindhan Ditjen Pothan Kemhan Laksma TNI Sri Yanto, S. T menerima paparan Direktur Teknologi PT. Len Industri (Persero) Bapak Tazar Marta Kurniawan tentang Rencana Groundbreaking Pengembangan Pusat Inovasi & Industri Radar Nasional PT. Len Industri (Persero) pada hari Selasa (15/6) di Gedung R. Suprapto Kementerian Pertahanan, Jakarta.

PT. Len Industri (Persero) adalah salah satu BUMN Industri Pertahanan Nasional Republik Indonesia di bidang industri elektronika yang telah mengembangkan bisnis dan produk-produk dalam bidang elektronika seperti Sistem Persinyalan Kereta Api, Pembangunan urban transport, Jaringan infrastruktur telekomunikasi Palapa Ring Paket Tengah, Elektronika untuk pertahanan darat, laut, maupun udara, Radar, Taktikal Radio, Combat Management System (CMS) pada kapal perang, Pengembangan Radar, Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Radar Cuaca, Stasiun Monitoring Gempa Bumi, Broadcasting (Pemancar TV dan Radio) yang telah terpasang di berbagai wilayah di Indonesia.

Ilustrasi Radar pasif ITB yang patut diproduksi massal dan dikembangkan jarak jangkauannya [GM]

Kegiatan Pengembangan Pusat Inovasi & Industri Radar Nasional bertujuan untuk penguasaan teknologi di bidang Radar menuju kemandirian industri Radar Nasional, peluang pasar domestik dan regional, hingga menggerakkan perekonomian di Indonesia.

Sebagai Pembina Industri Pertahanan Nasional, Ditjen Pothan Kemhan sangat mendukung dan membuka lebar peluang untuk pasar domestik maupun regional dan meminta agar PT. Len Industri (Persero) memiliki rencana dan strategi yang jelas dengan melibatkan industri lain dibawahnya dan di dukung dengan kajian/feasibility study terhadap rencana tersebut.

  ♔
Ditjenpothan  

Marinir Indonesia dan AS Latihan Pembebasan Sandera

Pembebasan sandera melalui darat dan udara menggunakan pesawat Heli Bell-412/HU-4206.https://img.antaranews.com/cache/800x533/2021/06/15/IMG-20210615-WA0489.jpg.webpPrajurit Marinir TNI AL saat latihan pembebasan sandera bersama Marinir AS di Banyuwangi, Selasa (15-6-2021). [ANTARA/HO-Dispen Kormar/Serma Mar Kuwadi]

Prajurit Intai Amfibi Marinir Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut bersama Marinir Amerika Serikat menggelar latihan membebaskan sandera di wilayah Pantai Pancer, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa.

Pagi itu suasana pantai yang biasanya ramai oleh para nelayan membongkar ikan hasil tangkapan, tampak sepi dan tidak ada aktivitas. Pantai Pancer yang berada di pesisir selatan Banyuwangi tersebut disimulasikan telah dikuasai oleh kelompok teroris menyandera duta besar asing untuk Indonesia.

Kelompok teroris tersebut menyandera Duta Besar Amerika Serikat keturunan Indonesia itu saat perjalanan kunjungan kerja ke wilayah Banyuwangi.

Atas kejadian tersebut dan atas persetujuan kedua negara, prajurit Intai Amfibi (Taifib) Korps Marinir TNI AL bekerja sama dengan prajurit United States Marines Corps (USMC) dari Reconnaissance Unit mendapat perintah untuk membebaskan sandera.

https://img.antaranews.com/cache/730x487/2021/06/15/antarafoto-marinir-indonesia-amerika-bebaskan-sandera-150621-bcs-9.jpgPrajurit Taifib Korps Marinir TNI AL dipimpin Lettu Marinir Adzami Patriot membuat perencanaan untuk pembebasan sandera bersama prajurit USMC Reconnaissance Unit yang dipimpin oleh Captain Nicholas Paparella di posko yang berada di Pusat Latihan Pertempuran Korps Marinir 7 Lampon, Banyuwangi.

Pada perencanaan itu disepakati bahwa pembebasan sandera melalui darat dan udara menggunakan pesawat Heli Bell-412/HU-4206.

Disimulasikan sempat terjadi baku tembak Marinir kedua negara dengan kelompok teroris. Dengan kemampuannya sebagai pasukan khusus, prajurit Taifib dan Marinir AS tersebut berhasil melumpuhkan anggota kelompok teroris serta berhasil membebaskan duta besar yang disandera.

https://img.antaranews.com/cache/730x487/2021/06/15/antarafoto-marinir-indonesia-amerika-bebaskan-sandera-150621-bcs-1.jpgSandera itu kemudian diamankan dengan cara stabo menggunakan Heli Bell-412/HU-4206 milik Skuadron 400 Wing Udara 2 Puspenerbal Surabaya dengan pilot Mayor Laut (P) Hadi dan kopilot Letda Laut (P) Dito.

"Pembebasan tersebut merupakan skenario latihan berganda yang merupakan materi puncak dalam Latihan Bersama Marinir Indonesia dan Marinir Amerika dengan sandi Reconex 21-II yang dimulai sejak 3 Juni 2021," kata Komandan Satgas Latihan Letkol Marinir Supriyono, dalam sisran pers Dispen Korps Marinir.

Latihan full mission profile, kata dia, merupakan gabungan dari materi yang dilatihkan dalam Reconex 21-II, yaitu menembus gelombang, navigasi jarak jauh, renang rintis, konfirmasi pantai pendaratan, perang hutan, perang kota, turun dari helikopter, stabo, menembak, dan bertahan hidup.

Kegiatan tersebut disaksikan oleh Komandan Satgas Latihan Letkol Marinir Supriyono, perwira operasi Lettu Marinir Eko S.S. Putra, tim penilai Mayor Marinir Venny Woaten, dan Lettu Marinir Ahmad Ilyas.

 ♖ antara  

Peremajaan Alutsista Berorientasi Kepada Kebutuhan

Wewenangnya ada pada Kementerian Pertahanan Armada Hercules TNI AU perlu modernisasi [TNI AU ✈️

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KASAU), Marsekal TNI Fajar Prasetyo mengatakan peremajaan alutsista di lingkungan TNI Angkutan Udara dipastikan berorientasi kepada kebutuhan masa depan.

"Ke depannya kami sudah memperkirakan seperti apa (alutsista) yang kami butuhkan," katanya usai menghadiri latihan antar satuan jajaran Koopsau I dan Wing I Paskhas dengan sandi Jalak Sakti dan Hardha Marutha I di "Air Weapon Range" (AWR) Buding, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Selasa.

Menurut dia, rencana peremajaan alutsista memang sudah dilakukan pembahasan namun hal tersebut lebih kepada wewenang atau ranah Kementerian Pertahanan.

Ia menambahkan, dalam hal ini pihaknya hanya mengajukan keperluan dan persyaratan yang dibutuhkan menyesuaikan dengan alutsista yang sudah tersedia dan keperluan atau kebutuhan alutsista ke depannya.

"Memang ada ke depannya untuk peremajaan alutsista namun itu wewenangnya lebih kepada Kementerian Pertahanan kami hanya mengajukan keperluan," katanya.

F16 eMLU TNI AU [TNI AU]

Ia menyebutkan, dalam pelaksanaan latihan antar satuan jajaran Koopsau I dan Wing I Paskhas dengan sandi Jalak Sakti dan Hardha Marutha I di "Air Weapon Range" (AWR) Buding pihaknya juga mengerahkan alutsista terbaru milik TNI AU yaitu dua unit pesawat tempur F-16 e-MLU (enhanced Mid-Life Up grade).

"Tadi bisa disaksikan F-16 e-MLU sudah menunjukkan hasil dan perkenaan target sudah sangat tepat," ujar Kasau.

Ia mengatakan, meskipun di tengah pandemi COVID-19 prajurit TNI Angkatan Udara tetap menggelar latihan guna menjaga kedaulatan udara NKRI meskipun belum diketahui rencananya.

"Sedangkan untuk latihan Angkasa Yudha belum ditentukan tempatnya di mana namun perencanaannya sudah mulai latihan hampir seperti Jalak Sakit namun melibatkan satuan yang lebih besar," katanya.
 

  🛩 antara  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...