✈️ Tahun 2019 MEF TNI AU Akan Capai 67 %✈️ Pesawat Sukhoi TNI AU [TNI AU]
TNI Angkatan Udara hingga kini masih membutuhkan berbagai persenjataan untuk menunjang tugasnya menjaga kedaulatan. Saat ini, target utama TNI AU adalah selesainya berbagai kontrak pengadaan.
”Tahun 2019 adalah pengujung renstra (rencana strategis) ketiga. Ini sangat menentukan pembangunan kekuatan TNI AU ke depan," kata Kepala Staf TNI AU Maesekal Yuyu Sutisna, Selasa (9/4/2019), di sela-sela upacara peringatan HUT Ke-73 TNI AU.
Menurut Yuyu, tahun 2019 menjadi saat yang menentukan karena TNI AU harus menyelesaikan segala hal yang direncanakan untuk dipenuhi di renstra ketiga (2015-2019). Apalagi, ke depan TNI AU harus mempersiapkan diri untuk memasuki masa awal pemenuhan kebutuhan pokok minimum yang kedua yang akan berlangsung tahun 2020-2024.
"Tahun depan kita sudah mulai renstra keempat. Oleh karena itu, kami harapkan bisa menaikkan pemenuhan MEF (minimum essential force) dari 44 persen saat ini menjadi sesuai target 67 persen pada akhir tahun 2019 dan 100 persen di tahun 2024," kata Yuyu.
Saat ini beberapa kontrak pengadaan persenjataan masih ditangani Kementerian Pertahanan. Pengadaan persenjataan yang dimaksud adalah untuk pengadaan pesawat tempur generasi 4.5 pengganti F5, Hercules tipe J, pesawat amphibious yang juga untuk pemadam kebakaran, pesawat CN 212, 8 helikopter dan 2 VIP, pesawat tanpa awak atau UAV dengan kelas MALE, 6 radar pertahanan udara, 2 radar pasif, dan alat pertahanan udara Oerlikon.
"Diharapkan kontrak-kontrak pengadaan yang saat ini ada di Kemhan itu bisa selesai tahun 2019 ini karena kita ketahui alutsista tidak bisa datang langsung. Dipesan sekarang, mungkin datang tahun 2020," katanya.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, Komisi I mendukung pembangunan kekuatan TNI AU. Apalagi, rencana pembangunan kekuatan TNI secara umum telah disetujui Komisi I DPR. "Harapan kita tentu anggaran itu dibelanjakan dengan tepat waktu sehingga serapan anggaran menjadi baik," kata Abdul Kharis.
Abdul Kharis mengatakan, pihaknya berharap ada kerja sama yang lebih terkoordinasi antara kementerian. Ia mencontohkan, pengadaan pesawat tempur pengganti F5 tersendat di Kementerian Perdagangan.
Menurut catatan Kompas, Kemhan mengajukan anggaran Rp 234 triliun. Namun yang disetujui pemerintah dan DPR hanya Rp 109 triliun yang 70 persennya adalah anggaran rutin seperti gaji pegawai.
TNI Angkatan Udara hingga kini masih membutuhkan berbagai persenjataan untuk menunjang tugasnya menjaga kedaulatan. Saat ini, target utama TNI AU adalah selesainya berbagai kontrak pengadaan.
”Tahun 2019 adalah pengujung renstra (rencana strategis) ketiga. Ini sangat menentukan pembangunan kekuatan TNI AU ke depan," kata Kepala Staf TNI AU Maesekal Yuyu Sutisna, Selasa (9/4/2019), di sela-sela upacara peringatan HUT Ke-73 TNI AU.
Menurut Yuyu, tahun 2019 menjadi saat yang menentukan karena TNI AU harus menyelesaikan segala hal yang direncanakan untuk dipenuhi di renstra ketiga (2015-2019). Apalagi, ke depan TNI AU harus mempersiapkan diri untuk memasuki masa awal pemenuhan kebutuhan pokok minimum yang kedua yang akan berlangsung tahun 2020-2024.
"Tahun depan kita sudah mulai renstra keempat. Oleh karena itu, kami harapkan bisa menaikkan pemenuhan MEF (minimum essential force) dari 44 persen saat ini menjadi sesuai target 67 persen pada akhir tahun 2019 dan 100 persen di tahun 2024," kata Yuyu.
Saat ini beberapa kontrak pengadaan persenjataan masih ditangani Kementerian Pertahanan. Pengadaan persenjataan yang dimaksud adalah untuk pengadaan pesawat tempur generasi 4.5 pengganti F5, Hercules tipe J, pesawat amphibious yang juga untuk pemadam kebakaran, pesawat CN 212, 8 helikopter dan 2 VIP, pesawat tanpa awak atau UAV dengan kelas MALE, 6 radar pertahanan udara, 2 radar pasif, dan alat pertahanan udara Oerlikon.
"Diharapkan kontrak-kontrak pengadaan yang saat ini ada di Kemhan itu bisa selesai tahun 2019 ini karena kita ketahui alutsista tidak bisa datang langsung. Dipesan sekarang, mungkin datang tahun 2020," katanya.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, Komisi I mendukung pembangunan kekuatan TNI AU. Apalagi, rencana pembangunan kekuatan TNI secara umum telah disetujui Komisi I DPR. "Harapan kita tentu anggaran itu dibelanjakan dengan tepat waktu sehingga serapan anggaran menjadi baik," kata Abdul Kharis.
Abdul Kharis mengatakan, pihaknya berharap ada kerja sama yang lebih terkoordinasi antara kementerian. Ia mencontohkan, pengadaan pesawat tempur pengganti F5 tersendat di Kementerian Perdagangan.
Menurut catatan Kompas, Kemhan mengajukan anggaran Rp 234 triliun. Namun yang disetujui pemerintah dan DPR hanya Rp 109 triliun yang 70 persennya adalah anggaran rutin seperti gaji pegawai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.