Senin, 06 Januari 2025

TNI AL Akan Perbanyak Alutsista Tanpa Awak

🛩  Program MEF menjadi Optimum Essential Force 12 drone UCAV ANKA akan digunakan tiga matra, 6 UCAV untuk TNI Angkatan Udara, 3 UCAV untuk TNI Angkatan Darat, dan 3 UCAV untuk TNI Angkatan Laut. (TAI)

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali mengungkapkan TNI AL berencana memperbanyak alat utama sistem persenjataan (alutsista) tanpa awak atau unmanned system.

Hal in merespons perubahan standar konsep strategis dalam pertahanan nasional dari kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Force (MEF) menjadi Optimum Essential Force yang harus dimiliki oleh TNI untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.

Untuk MEF kan program lama, ya. Semenjak pak Prabowo jadi Menteri Pertahanan (Menhan), beliau mengubah MEF jadi Optimum Essential Force, harapannya akan ada perubahan dalam konsep peperangan,” ungkap Ali di Jakarta, Jumat (3/1).

Menurutnya, perubahan konsep peperangan tersebut diperlukan karena mengacu pada cara bertempur yang saat ini terjadi di Ukraina-Rusia dan sejumlah negara di Timur Tengah yang tidak lagi menggunakan strategi konvensional.

Perubahan konsep peperangan ini sebagaimana kita ketahui apa yang terjadi di Ukraina maupun di Timur Tengah, maupun di Laut Merah, maka konsep itu menjadi berubah, tidak seperti perang konvensional dahulu,” kata Ali.

Uji coba VTOL drone di KRI Semarang 594 (Puspenerbal))

Oleh karena itu, pengadaan alutsista tanpa awak yang didukung teknologi sensor canggih sangat dibutuhkan untuk memperkuat TNI, terutama angkatan laut.

Sekarang unmanned system itu sangat berpengaruh, sensor-sensor jarak jauh itu juga sangat diperlukan. Untuk itu maka kita akan membuat kajian ulang untuk seperti apa Optimum Esential Force itu nantinya,” jelasnya.

Harapannya dengan konsep terbaru ini maka kebutuhan alutsista juga akan berubah, mungkin unmanned system itu akan semakin diutamakan. Unmanned ini tidak hanya untuk udara, tapi juga ada underwater unmanned vehicle (UUV), ada autonomous, dan berbagai macam persenjataan yang baru,” sambungnya.

Selain itu, Ali juga menyebutkan kebutuhan untuk memiliki rudal jarak jauh dan hipersonik dalam menghadapi perubahan konsep peperangan konvesional menjadi hybrid warfare.

Kebutuhan rudal-rudal jarak jauh juga rudal-rudal hypersonic ini sangat diperlukan dan ini merubah konsep peperangan yang dulu sangat konvensional menjadi peperangan baru, hybrid warfare. Kita harapkan nanti kajian ini segera jadi, maka kebutuhan alutsista itu akan mengikuti kajian tersebut,” pungkasnya. (at)

  🛩
IDM  

Minggu, 05 Januari 2025

KSAL Sebut Fregat Merah Putih Akan Gantikan Kelas Ahmad Yani

💥 Bukan PPA(Dispenal)

Pembangunan dua unit fregat merah putih yang saat ini tengah dikerjakan oleh galangan kapal dalam negeri, PT PAL Indonesia, akan menggantikan operasional fregat kelas Van Speijk atau Ahmad Yani.

Sebelumnya, disebutkan pengadaan dua unit kapal patroli multiguna atau Pattugliatore Polivalente d’Altura (PPA) dari Italia digadang-gadang untuk menggantikan fregat kelas Ahmad Yani di artileri persenjataan angkatan laut (arsenal) yang usianya tidak muda lagi.

Apakah PPA ini menggantikan kelas Ahmad Yani?Belum, ya. Kelas Ahmad Yani ini sebagian masih kita gunakan, karena selain dari PPA Italia, kita juga akan memproduksi fregat dari PT PAL Indonesia, yaitu fregat merah putih,” kata Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali, Jakarta, Jumat (3/1).

Nantinya, lanjut Ali, kehadiran dua fregat merah putih produksi dalam negeri akan menggantikan fregat kelas Ahmad Yani secara bertahap, bukan sekaligus untuk di-nonaktifkan, karena dia menilai jumlah unit kapal perang eks Belanda itu masih cukup dalam menjaga perairan Indonesia.

Kalau misalnya dua (fregat merah putih) datang, nanti dua (fregat Van Speijk) akan di-nonaktifkan. Jadi, ini dilaksanakan secara bertahap sehingga jumlahnya masih tetap bisa mencukupi dan menjaga perairan kita,” lanjutnya.

Mengutip dari berbagai sumber, dari ke-6 fregat kelas Ahmad Yani yang dimiliki oleh TNI AL, saat ini hanya tersisa 5 unit kapal yang masih beroperasi. Adapun satu kapal yang pensiun adalah KRI Slamet Riyadi-352 sementara lainnya tersisa KRI Ahmad Yani-351, KRI Yos Sudarso-353, KRI Oswald Siahaan-354, KRI Abdul Halim Perdanakusuma-355, dan KRI Karel Satsuitubun-356.

Kemudian, kelas Ahmad Yani juga sebenarnya ada beberapa yang masih tetap kita aktifkan, karena dia sebagai kapal pengangkut pesawat nirawak atau drone (UAV)yang kita miliki. Ada beberapa yang tetap kita pertahankan,” kata Ali.

Dalam doktrin perang di laut, keberadaan kapal perang jenis fregat sangat menentukan. Fregat tidak didedikasikan untuk pasukan pendarat dan berada di atas kelas korvet serta di bawah kelas destroyer.

Dengan ukurannya yang menengah dari sisi dimensi dan tonase, dia mampu menjadi pangkalan udara terapung, pijakan peluncuran peluru kendali permukaan dan bawah laut, penginderaan, intelijen (peluncuran tim pasukan khusus), dan pengamatan, hingga “jangkar” eksistensi angkatan laut di perairan. (at)
 

  👷 IDM  

Sabtu, 04 Januari 2025

Kedatangan Pertama PPA Butuh Waktu Lama, KSAL: Perlu Pelatihan Teknologi

KRI BWJ 320 (Keris reborn)

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali mengungkapkan alasan kedatangan unit pertama kapal patroli cepat multiguna atau Pattugliatore Polivalente d’Altura (PPA), dari Italia ke Indonesia mundur dari jadwal yang direncanakan.

Awalnya, unit pertama PPA itu direncanakan tiba pada Oktober 2024 dan unit kedua menyusul pada April 2025. Namun, Ali kembali mengungkapkan kedatangan unit pertama mundur pada awal 2025. Terakhir, kapal tersebut kembali mengalami perubahan jadwal dan direncanakan baru tiba di Indonesia pada Juni 2025.

Mungkin datangnya agak mundur sedikit ya. Harapan kita sih bisa ikut latihan Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2025, tapi karena (kontrak) LC-nya baru dikeluarkan, jadi mungkin agak terlambat datangnya, bulan Juni, tapi harapannya bisa langsung memperkuat jajaran armada di Indonesia,” ungkap Ali di Jakarta, Jumat (3/1).

Selain baru diterbitkannya kontrak LC atau Letter of Credit, para prajurit yang akan menjadi calon awak PPA memerlukan waktu pelatihan yang cukup lama di Italia. Hal ini dikarenakan para prajurit membutuhkan pengenalan dan penyesuaian teknologi kapal yang lebih modern, dibandingkan sejumlah armada TNI AL saat ini.

Pelatihan juga memakan waktu sekitar 3-4 bulan, karena kapal ini untuk teknologinya cukup baru, terutama di pusat informasi tempurnya (PIT) dan di anjungannya itu. Beberapa peralatan yang cukup modern dan perlu waktu untuk mempelajari di sana,” jelas Ali.

Tak hanya itu, kendala lainnya yang mengakibatkan butuh waktu lama untuk mendatangkan unit pertama PPA dari Italia ke Indonesia, dikarenakan para calon awak harus mempelajari bahasa Italia selama menjalaninpelatihan terhadap kapal tersebut.

Harapannya kita bisa menggunakan pelatihan ini bisa menggunakan langsung bahasa Inggris, tapi ternyata dari pihak Italia masih menggunakan bahasa Italia. Jadi, kita juga harus sedikit belajar bahasanya. Itu mungkin salah satu penyebab kenapa beda waktunya (kedatangan kapal pertama) agak panjang,” tambahnya.

Sebelumnya, Ali menyebutkan kedua unit PPA Italia yang akan memperkuat TNI AL telah diberikan nama yang berasal dari tokoh pemimpin kerajaan di Nusantara, yakni Prabu Brawijaya, Raja Majapahit di Jawa Timur dan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran di Jawa Barat.

Namanya memang sudah ditentukan, itu nanti namanya KRI Brawijaya dan KRI Siliwangi,” sebutnya.

Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan Fincantieri, Italia, menyepakati kontrak pembelian dua unit PPA kelas Thaon di Revel, Kamis (28/3) untuk TNI AL. PPA itu memiliki spesifikasi panjang 143 meter dan lebar kapal sekitar 16,5 meter, bobot perpindahan 6.250 ton (muatan penuh), kecepatan maksimum lebih dari 30 knot, dan daya jelajah 5.000 mil laut. Kapal ini diklaim memiliki kemampuan multifungsi dan peperangan empat dimensi yang didukung peralatan dan sistem teknologi terkini. (at)

 👷 
IDM  

TNI AL Akan Kembangkan Kombinasi Teknologi Kapal Hidro-Oseanografi dan Penyapu Ranjau

Kapal BHO 105 m produksi PT Palindo Marine tiba di galangan kapal Abeking & Rasmussen (Jerman) untuk jalani finishing. (Abeking & Rasmussen)

TNI AL berencana mengembangkan kombinasi teknologi sensor kapal hidro-oseanografi dan penyapu ranjau untuk membersihkan peninggalan ranjau era Perang Dunia II yang masih banyak berada di bawah perairan Indonesia.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali menyebutkan potensi keberadaan ranjau-ranjau laut era Perang Dunia II yang disebar oleh Jepang dan Belanda saat masih menduduki wilayah Indonesia.

Memang peninggalan ranjau-ranjau Perang Dunia II banyak sekali disebar oleh baik Jepang maupun oleh Belanda untuk mencegah pihak lawan saat itu,” kata Ali kepada awak media di Jakarta, Jumat (3/1).

Untuk itu maka kita akan laksanakan pemburuan atau penyapuan ranjau dan ini dibantu oleh Pushidros. Pusidros memiliki alat side-scan sonar, kemudian south bottom profile, magnetometer, ya banyaklah peralatan-peralatan sensor bawah air.

Dia mengakui jumlah armada kapal penyapu ranjau yang dimiliki oleh Indonesia masih terbatas. Saat ini, TNI AL baru kedatangan dua unit kapal penyapu ranjau terbaru buatan Jerman, yaitu KRI Pulau Fani-731 dan KRI Pulau Fanildo-732.

Itu yang paling modern saat ini kita miliki dan yang dua lagi kapal Pulau Rengat-711 dan Pulau Rupat-712 sudah lama. Harapannya kita akan padukan antara kapal hidro-oseanografi dengan kapal ranjau. Jadi, mempunyai dua fungsi,” ungkap Ali.

Saat ini, lanjutnya, TNI AL tengah membangun kapal Bantu Hidro-Oseanografi (BHO) Ocean Going buatan galangan kapal dalam negeri PT Palindo Marine Batam bekerja sama dengan galangan kapal Jerman Abeking & Rasmussen yang bakal memperkuat armada TNI AL, pada akhir 2025.

Kapalnya sekarang dibangun di Batam, kemudian dibawa ke Jerman, di sana nanti diisi peralatan, kemudian nanti dikembalikan lagi (ke Batam). Kalau makin banyak (pembangunan BHO) makin bagus,” kata Ali.

Kita akan terus mengembangkan kemampuan sensor-sensor bawah air untuk kapal-kapal dan nanti penggunaannya bisa dipadukan antara hidro-oseanografi dengan penyapuan ranjau yang kini sudah bisa dilakukan secara tanpa awak (unmanned). Biasanya menggunakan USV dan menurunkan ROV,” sambungnya.

Sebelumnya, Pangkalan TNI AL (Lanal) Tanjung Balai Asahan (Lanal TBA) berhasil mengamankan bom peninggalan Perang Dunia II yang ditemukan oleh dua nelayan, Mikael Charles Hutabarat (41) dan Agus (44), di Sungai Silau, Kota Tanjungbalai, Sumatra Utara, Rabu (1/1). Benda mencurigakan tersebut segera dilaporkan ke pihak Lanal Tanjungbalai Asahan untuk pemeriksaan dan pengamanan.

Bom silinder tipe 98 nomor 25, berat sekitar 30 kg, diduga merupakan sisa peninggalan Jepang yang sudah lama terkubur,” jelas Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Koarmada I Kolonel Laut (P) Yoni Nova Kusumawan dalam keterangannya, dikutip hari ini.

Yoni melanjutkan, pascakoordinasi dengan Polres Tanjungbalai dan tim Jihandak Gegana Brimob Polda Sumut, bom berhasil diledakkan dengan aman di Pulau Beswesen, Kamis (2/1).

Tindakan ini memastikan keselamatan masyarakat dari potensi bahaya benda bersejarah tersebut serta menjadi pengingat pentingnya kewaspadaan terhadap peninggalan masa lalu yang berpotensi membahayakan,” terangnya. (at)
 

  ⚓
IDM  

Kerjasama Beli Drone Tempur ANKA

 Kesempatan bangun teknologi UAV dalam negeri 
✈ Ilustrasi UCAV ANKA (TAI)

Dalam waktu 13 tahun sejak ANKA sukses menjalankan misi terbang pertamanya pada 2010, pesawat nirawak (UAV/drone) pertama yang didesain dan dibuat seluruhnya di Turki itu menjadi incaran negara-negara di Afrika dan Asia, termasuk Indonesia.

Ketertarikan Indonesia terhadap ANKA mulai terlihat setidaknya sejak 2018 saat Kementerian Pertahanan RI pada 28 Juni membuka tender pengadaan sistem UAV untuk memperkuat kesiapan tempur tiga matra TNI. Turkish Aerospace turut berpartisipasi dalam tender itu menawarkan ANKA kepada Indonesia pada 24 Agustus 2018.

Kurang dari 3 bulan, Turkish Aerospace datang langsung ke Indonesia mengenalkan ANKA kepada masyarakat di Tanah Air dalam pameran alutsista Indo Defence Expo & Forum di Jakarta pada 7–10 November 2018. Replika ANKA dalam ukuran aslinya (full mock-up) dipamerkan selama 4 hari di Jakarta.

Meskipun demikian, pengadaan sistem UAV sempat tertunda karena pemilihan presiden (pilpres) pada 2019. Presiden Joko Widodo kembali terpilih untuk periode kedua, dan dia menunjuk kompetitornya saat pilpres, Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan RI.

Di bawah kendali Prabowo, pengadaan sistem UAV kembali berproses. Tak lama setelah resmi menjabat, Prabowo dua kali melawat ke Turki dalam waktu yang tak begitu jauh, yaitu pada November 2019 dan Juli 2020. Dalam kunjungannya itu, Prabowo membahas kerja sama pembuatan drone dan tank bersama Kepala Badan Industri Pertahanan Turki (SSB) Prof. Ismail Demir. Prabowo juga mendatangi beberapa industri pertahanan Turki, termasuk di antaranya Turkish Aerospace.

Tindak lanjut pertemuan itu, Turkish Aerospace dan PT Dirgantara Indonesia meneken framework agreement dalam program Aerospace Engineering saat acara pembukaan Indo Defence Expo & Forum 2022 di Jakarta pada 2 November. Turkish Aerospace diwakili oleh Presiden & CEO Prof. Temet Kotil, sementara PT Dirgantara Indonesia oleh Direktur Utama Gita Amperiawan. Upacara penandatanganan dokumen kerja sama itu disaksikanoleh Menhan RI dan Kepala Badan Industri Pertahanan Turki.

Tiga bulan kemudian, Kementerian Pertahanan RI dan Turkish Aerospace lanjut bertemu di Jakarta pada 3 Februari 2023 untuk meneken kerja sama pembelian 12 unit ANKA yang disertai dengan beberapa program pelatihan, alih teknologi, dan dukungan untuk integrated logistic support (ILS), ground support & test equipment (GS&TE), flight simulator, infrastruktur hanggar, dan masa garansi selama 24 bulan/600 jam terbang.

Kepala Biro Humas Setjen Kemhan Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha saat dihubungi di Jakarta, pada akhir Juli 2023, menjelaskan kontrak pembelian 12 unit ANKA mencapai 300 juta dolar AS atau sekitar Rp 4,5 triliun.

Menurut catatan Kemenhan, kontrak senilai 300 juta dolar AS ini sekarang masih dalam proses aktivasi di Kementerian Keuangan.

Rencananya, ANKA bakal dikirim ke Indonesia dalam waktu 32 bulan setelah kontrak efektif.

  Alih teknologi 
Infografis done MALE ANKA (TAI)

Dalam kontrak pembelian ANKA, Turkish Aerospace sepakat mendukung alih teknologi yang dilakukan, salah satunya melalui perakitan enam unit ANKA oleh PT Dirgantara Indonesia di Bandung, Jawa Barat.

"Untuk kontrak pembelian dengan Indonesia, enam unit dirakit di Turki, dan enam unit lainnya di PT DI. Jadi tentunya ada alih teknologi di sini. Kami berencana mulai mengirim komponen-komponennya pada Agustus tahun ini," kata Presiden & CEO Turkish Aerospace Prof. Temet Kotil menjawab pertanyaan ANTARA saat sesi wawancara khusus di Istanbul, Turki, 27 Juli 2023.

ANTARA berkesempatan mengikuti sesi wawancara khusus dengan Presiden & CEO Turkish Aerospace Industries bersama tujuh media lainnya dari Indonesia dan Malaysia pada sela-sela acara International Defence Industry Fair (IDEF) 2023 di Tüyap Fair Convention and Congress Center di Istanbul.

ANKA yang merupakan Medium Altitude Long Endurance (MALE) UAV mampu menjalankan berbagai fungsi sebagai drone tempur, di antaranya observasi (intelligence, surveillance, dan reconnaissance/ISR), deteksi dan identifikasi target, signal intelligence & electronic warfare, close air support mission, alat untuk mengawasi wilayah maritim dan perbatasan, communication relay, air-to-ground strike, dan dapat dilengkapi dengan berbagai jenis senjata.

CEO Turkish Aerospace melanjutkan ANKA dapat terbang sampai 30 jam pada ketinggian di atas 30.000 kaki. Jangkauan line of sight (LOS) ANKA mencapai 250 kilometer lebih. ANKA juga dapat mengangkut beban (payload) sampai 350 kilogram lebih.

Konfigurasi perangkat dan senjata yang dapat dipasang di ANKA, di antaranya EO/IR SATCOM+Radio Relay, EO/IR+SATCOM+Laser Guided Smart Bombs and Missiles, EO/IR+SATCOM+SAR/ISAR/GMTI+AIS, dan EO/IR+COMINT/DF+ESM/ELINT.

Drone tempur buatan Turki itu memiliki bentangan sayap (wing span) 17,5 meter, panjang 8,6 meter, dan tinggi 3,25 meter.

Turkish Aerospace saat ini telah mengirim 36 lebih unit ANKA untuk Angkatan Udara Turki, Angkatan Laut Turki, Kementerian Dalam Negeri Turki, Direktorat Jenderal Kehutanan Turki, dan beberapa negara, seperti Tunisia dan Chad. Selain Indonesia, negara lain yang juga membeli ANKA, yaitu Kazakhstan, Malaysia, Kyrgyzstan, dan Angola.

Rencananya, 12 unit ANKA yang dibeli oleh Indonesia nanti akan digunakan oleh TNI Angkatan Udara (6 unit), TNI Angkatan Laut (3 unit), dan TNI Angkatan Darat (3 unit).

  Manfaatkan kesempatan 
Drone MALE Elang Hitam yang belum tuntas (Bambang Haryanta)

Keberhasilan industri pertahanan Turki membuat drone tempurnya sendiri tentu sebuah pencapaian yang tidak mudah mengingat hanya beberapa negara yang membuat sendiri drone tempurnya, yaitu Amerika Serikat pada 2001, Uni Emirat Arab (UAE) pada 2002, Israel pada 2004, Inggris pada 2005, kemudian gabungan Italia, Yunani, Swedia, Swiss, Spanyol, dan Prancis pada 2006.

Dalam periode 2010, seterusnya ada Iran, Afrika Selatan, Turki, Korea Utara, Pakistan, Rusia, Taiwan, Yordania, Korea Selatan, Jerman, Georgia, Jepang, India, Ukraina, Australia, Arab Saudi, Belarusia, dan Indonesia mulai memamerkan prototipe UAV dalam negeri yang disebut Elang Hitam pada 2019.

Riset pengembangan Elang Hitam sebetulnya berlangsung pada 2015 melibatkan konsorsium Kementerian Pertahanan RI, PT Dirgantara Indonesia, BPPT (sekarang melebur menjadi BRIN), TNI, ITB, dan LAPAN (saat ini juga melebur ke BRIN).

Walaupun demikian, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam rapat bersama DPR RI September 2022 menjelaskan proyek itu saat ini dialihkan dari yang mulanya untuk keperluan militer menjadi kebutuhan sipil. Pengalihan itu berdasarkan hasil evaluasi pada Juli hingga Desember 2021, termasuk terhadap hasil uji terbang Elang Hitam di Pangandaran yang belum berhasil.

Dalam hal ini ada dua masalah, yaitu masalah teknis dan masalah kepemilikan teknologi,” kata Kepala BRIN, kala itu.

Terkait masalah teknis, Handoko menjelaskan belum ada pengujian yang memadai terhadap setiap komponen pesawat sesuai dengan tahapan dan standar yang ditetapkan. Padahal, tahapan itu semestinya dilakukan terlebih dahulu sebelum uji terbang perdana.

Kemudian terkait masalah kepemilikan teknologi, Handoko menjelaskan seluruh teknologi kunci Elang Hitam berasal dari luar negeri, khususnya mission system, kecuali platform-nya.

"Teknologi yang digunakan untuk mission system ini berasal dari salah satu perusahaan di Spanyol," kata dia.

Berkaca dari pengalaman itu, kerja sama untuk merakit enam unit ANKA di dalam negeri perlu dimanfaatkan oleh industri pertahanan Indonesia, terutama PT Dirgantara Indonesia.

Tentu tidak ada waktu instan untuk membangun UAV sendiri, terlebih saat infrastruktur dan komponen pendukung lainnya pun belum memadai. Industri pertahanan Turki, termasuk Turkish Aerospace, juga menempuh perjalanan yang tidak singkat sampai akhirnya membangun teknologi drone tempurnya sendiri.

Turkish Aerospace saat ini memiliki fasilitas pembuatan dan perakitan pesawat, pesawat tempur, teknologi dirgantara, dan satelit di Kahramankazan, Ankara, Turki, yang luasnya mencapai 700.000 meter persegi. Perusahaan itu juga memperkerjakan 6.000 lebih teknisi dan ahli. Namun, itu semua merupakan hasil dari konsistensi, ambisi, kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Turki dalam 5 dasawarsa terakhir.

Indonesia sejatinya punya potensi mewujudkan industri pertahanan yang kapasitasnya mendekati Turkish Aerospace. Namun, itu semua hanya dapat terwujud manakala ada dukungan yang konsisten dan konkret, terutama dari sisi pembiayaan kepada industri pertahanan dalam negeri.

  antara  

Jumat, 03 Januari 2025

[Global] Aksi 120 Pasukan Khusus Israel Serang Pabrik Rudal Iran di Suriah

 ⌾Militer Zionis ungkap aksi 120 pasukan khusus Israel menyerang dan menghancurkan pabrik rudal bawah tanah Iran di Suriah pada September lalu. (Foto/IDF)

Angkatan Udara Israel (IAF) pada hari Kamis mengungkapkan rincian operasi 120 anggota unit pasukan khusus dalam menyerbu dan menghancurkan pabrik rudal bawah tanah Iran di dalam wilayah Suriah pada September lalu.

Pada saat itu, rezim Bashar al-Assad masih berkuasa di Suriah, dan Israel belum melancarkan kampanye militer yang menghancurkan terhadap Hizbullah di Lebanon.

Beberapa rincian operasi 8 September yang sebelumnya dilaporkan oleh media asing—termasuk nama serangan itu—sekarang diketahui keliru, atau sedikit tidak tepat.

Serangan itu—yang secara internal dijuluki oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sebagai "Operation Many Ways (Operasi Berbagai Cara)”—ditujukan untuk menghancurkan fasilitas bawah tanah yang digunakan oleh pasukan Iran guna memproduksi rudal presisi bagi Hizbullah di Lebanon dan bagi rezim Assad di Suriah.

Fasilitas yang diberi nama sandi oleh militer Israel sebagai "Deep Layer" itu digali di sebuah gunung di Pusat Studi dan Penelitian Ilmiah, yang dikenal sebagai CERS atau SSRC, di wilayah Masyaf, Suriah, sebelah barat Hama. Lokasi itu terletak lebih dari 200 kilometer (124 mil) di utara perbatasan Israel, dan sekitar 45 kilometer (28 mil) dari garis pantai barat Suriah.

IDF mengatakan lokasi itu adalah "proyek andalan" Iran dalam upayanya untuk mempersenjatai Hizbullah.

Militer Israel mengatakan serangan itu berhasil dilakukan oleh unit elite Shaldag milik IAF, bersama dengan Unit pencarian dan penyelamatan 669. Tidak ada prajurit yang terluka selama seluruh operasi.

Pengungkapan serangan itu terjadi beberapa minggu setelah jatuhnya rezim Assad, yang sangat dekat dengan Iran. Assad mengizinkan Iran menggunakan wilayah Suriah untuk memproduksi dan mengirimkan senjata kepada Hizbullah. Pasukan Iran sejak itu telah ditarik dari Suriah setelah kehilangan sekutu dekat mereka.

Iran mulai merencanakan "Deep Layer" pada tahun 2017, setelah serangan udara Israel pada tahun yang sama di CERS menghancurkan lokasi pembuatan mesin roket yang ditempatkan di atas tanah, menurut militer Israel.

Lokasi tersebut telah digunakan untuk memasok Hizbullah dengan banyak proyektil yang akhirnya akan diluncurkan ke Israel ketika mulai menembaki Israel utara pada 8 Oktober 2023, sehari setelah invasi Hamas di selatan Israel.

Penghancuran lokasi tersebut, serta serangan IDF lainnya di Suriah yang menargetkan pengiriman senjata ke Hizbullah, membuat Iran memikirkan kembali strateginya, menurut militer Israel, dan membangun fasilitas bawah tanah baru yang akan aman dari serangan Israel.

Lokasi yang dibangun Iran berada 70-130 meter (230-430 kaki) di bawah tanah dan dengan demikian hampir mustahil untuk dihancurkan dari udara.

Penggalian Iran di gunung di pusat penelitian dimulai pada akhir tahun 2017. IDF mengatakan bahwa mereka memiliki informasi intelijen tentang fasilitas tersebut sejak pembangunan dimulai.

Pada tahun 2021, Iran telah menyelesaikan pekerjaan penggalian dan konstruksi serta mulai mendatangkan peralatan untuk memproduksi rudal secara massal. Selama tahun-tahun berikutnya, peralatan terus dikirim, dan pengujian dilakukan pada jalur produksi.

Fasilitas tersebut dibangun berbentuk tapal kuda, dengan satu pintu masuk di sisi gunung untuk bahan mentah dan pintu keluar di dekatnya untuk rudal yang telah selesai. Pintu masuk ketiga yang berdekatan dengan keduanya digunakan untuk logistik dan untuk mencapai kantor-kantor di dalam fasilitas. Bagian kantor juga terhubung ke bagian manufaktur di dalamnya.

Di sepanjang tapal kuda tersebut terdapat sedikitnya 16 ruangan yang menampung jalur produksi rudal, dari planetary mixer untuk bahan bakar roket hingga ruang konstruksi dan pengecatan badan rudal.

Fasilitas tersebut belum sepenuhnya aktif ketika Israel melancarkan operasi terhadapnya, tetapi menurut militer, fasilitas tersebut berada pada tahap akhir untuk dinyatakan beroperasi oleh Iran. Setidaknya dua rudal telah berhasil diproduksi sebagai bagian dari pengujian, dan mesin roket sudah diproduksi secara massal.

IDF telah menilai bahwa fasilitas tersebut akan digunakan untuk memproduksi antara 100 dan 300 rudal per tahun, termasuk rudal jarak jauh dengan jangkauan hingga 300 kilometer, rudal berpemandu presisi dengan jangkauan hingga 130 kilometer, dan roket jarak pendek dengan jangkauan 40-70 kilometer.

Menurut penilaian IDF, fasilitas tersebut, yang terletak relatif dekat dengan perbatasan dengan Lebanon, dimaksudkan untuk menggantikan metode Iran dalam mengangkut rudal dan suku cadang dari wilayahnya sendiri ke Lebanon melalui Suriah. Konvoi semacam itu berulang kali diserang oleh IAF selama bertahun-tahun. Jarak yang harus ditempuh senjata dari fasilitas baru untuk mencapai Hizbullah akan jauh lebih pendek.

 Persiapan untuk Menyerang 
Ide umum serangan dan penghancuran fasilitas itu mulai terjadi beberapa tahun lalu, tetapi baru ketika perang multifront saat ini dimulai, para pejabat tinggi mulai mempertimbangkannya sebagai kemungkinan yang serius.

Shaldag dari IAF dipilih untuk peran tersebut karena kemampuan dan pelatihannya, dan karena IAF berpikir akan lebih efisien untuk melaksanakan serangan menggunakan pasukan khususnya sendiri daripada unit komando dari Angkatan Darat atau Angkatan Laut.

Dua bulan sebelum serangan dilakukan, Shaldag dan anggota Unit 669 sudah berlatih untuk operasi tersebut dengan melatih berbagai model dan skenario, untuk memastikan bahwa jika ada yang tidak berjalan sesuai rencana akan selalu ada pasukan cadangan.

Pelatihan diadakan bersamaan dengan kampanye melawan Hamas di Gaza dan saat IAF melakukan serangan di Lebanon serta bertahan dari serangan roket dan pesawat nirawak harian oleh Hizbullah dan milisi lain yang didukung Iran.

Pelatihan itu sendiri dianggap oleh IAF sebagai sesuatu yang berisiko tinggi, karena menyita banyak perhatian dan sumber daya di tengah perang dan, jika serangan itu tidak dilakukan, itu akan menjadi pemborosan waktu.

Upaya intelijen ditingkatkan menjelang operasi untuk merencanakan di mana tepatnya tentara akan mendarat, bagaimana mereka akan memasuki dan menghancurkan fasilitas itu, seperti apa tata letak lokasi itu dan jenis ancaman apa yang mungkin mereka hadapi—termasuk sistem pertahanan udara Suriah dan pasukan darat.

Terakhir, waktu operasi perlu ditentukan. Tanggal 8 September dipilih karena berbagai alasan, di antaranya kondisi cuaca yang cerah bagi helikopter IAF yang membawa pasukan.

  Kronologi Penyerbuan 
Pada malam tanggal 8 September, 100 anggota Shaldag dan 20 anggota Unit 669 lainnya menaiki empat helikopter angkut berat CH-53 “Yasur” dan berangkat dari pangkalan udara di Israel menuju Suriah.

Bersama mereka ada dua helikopter serang lainnya untuk memberikan dukungan udara jarak dekat, 21 jet tempur, lima pesawat tanpa awak, dan 14 pesawat mata-mata serta pesawat lainnya. Sebanyak 30 pesawat lainnya menunggu di Israel dalam keadaan siaga jika terjadi sesuatu yang tidak sesuai rencana.

Keenam helikopter terbang di atas Laut Mediterania jauh di lepas pantai Lebanon, sebelum menyeberang ke Suriah di atas garis pantainya sendiri. Helikopter-helikopter itu terbang sangat rendah untuk menghindari radar dan sistem pertahanan udara Suriah.

Pada saat itu, wilayah Masyaf memiliki konsentrasi pertahanan udara tertinggi kedua di Suriah, hanya dilampaui oleh Damaskus, menurut IDF, dengan puluhan radar dan sistem pertahanan yang dapat mendeteksi dan menyerang pesawat Israel. Beberapa radar tersebut telah dihancurkan dalam serangan IAF sebelumnya di Suriah, dan belum diperbaiki hingga 8 September.

Menambah kompleksitas serangan, pasukan Rusia mempertahankan kehadiran militer yang substansial di pantai Suriah, dengan sistem pertahanan udara mereka sendiri.

Hanya butuh 18 menit bagi helikopter untuk terbang dari pantai ke fasilitas tersebut, di mana pesawat tidak terdeteksi. Pada saat yang sama, jet tempur dan pesawat nirawak IAF bersama dengan kapal rudal Angkatan Laut meluncurkan gelombang serangan besar yang menargetkan fasilitas CERS dan beberapa lokasi lain di Suriah. Serangan tersebut ditujukan untuk menutupi kedatangan helikopter dan mengelabui militer Suriah agar percaya bahwa ini adalah serangan Israel biasa, yang ratusan di antaranya telah dilakukan selama bertahun-tahun, termasuk di Masyaf.

Beberapa serangan malam itu ditujukan untuk memancing tentara Suriah menjauh dari CERS, meskipun puluhan orang diidentifikasi mulai mendekati fasilitas tersebut saat serangan dimulai. Serangan juga dilakukan terhadap jalan dan siapa pun yang mencoba mencapai lokasi tersebut.

Helikopter CH-53 “Yasur” pertama mendarat di dekat pintu masuk, menurunkan beberapa komando Shaldag, sementara dua helikopter lainnya secara bersamaan mendarat di posisi lain di area yang menghadap ke pusat sains. Helikopter keempat menunggu di belakang selama beberapa menit sebelum mendarat di tempat yang sama dengan helikopter pertama, menurunkan pasukan tambahan.

Keempat helikopter itu kemudian terbang ke posisi lain di area tersebut, di mana mereka mendarat dan menunggu selama lebih dari dua jam hingga 100 pasukan komando melaksanakan misi mereka.

20 anggota Unit 669, yang masih berada di helikopter, akan segera beraksi jika ada pasukan komando yang terluka. Rencananya adalah untuk merawat prajurit yang terluka, tetapi tidak akan pergi sampai misi berakhir. Oleh karena itu, Unit 669 membawa serta peralatan medis tambahan untuk bertindak sebagai rumah sakit darurat jika terjadi cedera.

Di fasilitas tersebut, tim komando pertama mulai mengamankan area tersebut sementara tim kedua bergerak maju menuju pintu masuk, menewaskan dua penjaga. Tim lain bersiap di bukit terdekat, dari sana mereka menerbangkan pesawat nirawak kecil untuk mengamati penyerbuan dan menyingkirkan siapa pun yang mendekati fasilitas tersebut.

Pada malam hari, tentara Suriah akan mengunci tiga pintu masuk ke fasilitas tersebut dan menjaga perimeter. IDF mengatakan ada lebih sedikit penjaga di lokasi tersebut daripada yang mungkin ada jika fasilitas tersebut sudah aktif, dan tidak ada seorang pun di dalam saat penyerbuan dilakukan.

Salah satu tantangan utama misi tersebut adalah melewati pintu tugas berat di pintu masuk ke lokasi bawah tanah. Menurut petugas yang berpartisipasi dalam perencanaan dan misi itu sendiri, ini bukanlah tugas yang mudah.

Pada menit ke-50 misi, tim komando pertama berhasil menerobos salah satu pintu masuk—yang digunakan untuk logistik dan untuk mencapai kantor. Para prajurit memasuki lokasi dan mencapai dua pintu masuk produksi—tapal kuda—dengan membukanya menggunakan forklift yang ada di dalam fasilitas tersebut. IDF telah mengetahui sebelumnya bahwa fasilitas tersebut memiliki peralatan tersebut, dan telah mengirim beberapa pasukan komando yang berpartisipasi dalam penyerbuan tersebut untuk mendapatkan sertifikasi forklift.

Pada saat yang sama, tim pasukan komando lain yang membawa bahan peledak tiba di pintu masuk. Pasukan tersebut membawa sepeda quad bersama mereka di salah satu helikopter agar mereka dapat bergerak cepat ke dan melalui fasilitas tersebut untuk menanam bahan peledak.

Sekitar 50 pasukan komando kemudian bergerak di sepanjang jalur produksi fasilitas tersebut, memasang bom ke semua peralatan, dan terutama ke tiga planetary mixer. 50 lainnya menunggu di luar dan terus menjaga area tersebut tetap bersih dengan memindai area tersebut dan menembaki ancaman.

Pada saat yang sama, jet tempur terus menggempur wilayah sekitar untuk mencegah puluhan orang yang teridentifikasi di darat—tampaknya tentara Suriah—mendekat. Secara keseluruhan, 49 amunisi digunakan oleh pesawat IAF selama penyerbuan.

Setelah pasukan komando memasang semua bahan peledak—sekitar 300 kilogram (660 pon)—ke detonator jarak jauh yang ditanam di pintu masuk lokasi, ke-100 orang dievakuasi ke lokasi pendaratan awal. Helikopter terbang dari posisi menunggu mereka, menjemput para tentara setelah dua setengah jam di darat.

Saat mereka naik, kepala spesialis bahan peledak Shaldag meledakkan bom—ledakan yang diperkirakan setara dengan satu ton bahan peledak, jika memperhitungkan bahan peledak di dalam fasilitas tersebut.

Tentara yang berpartisipasi dalam operasi tersebut mengatakan ledakan di bawah tanah itu tidak hanya terlihat tetapi juga dapat dirasakan, seperti "gempa bumi mini".

Helikopter kemudian terbang menjauh dari fasilitas itu kembali ke laut, dan kemudian ke Israel. Beberapa peralatan mereka, termasuk sepeda quad, tertinggal.

Ratusan tentara Suriah mencapai CERS sekitar satu jam setelah pasukan pergi, menurut militer Israel, yang menyoroti krisis waktu untuk operasi tersebut.

IDF menilai bahwa serangan itu menewaskan sekitar 30 penjaga dan tentara Suriah selama seluruh operasi. Media Suriah saat itu melaporkan 14 orang tewas dan 43 orang terluka.

Para prajurit juga menangkap beberapa dokumen intelijen di fasilitas itu, yang menurut militer membuktikan penilaiannya bahwa situs itu hampir siap beroperasi.

Saat ini, seperti dikutip Times of Israel, Jumat (3/1/2025), IDF mengatakan situs bawah tanah itu tidak digunakan, dan Iran telah menarik diri dari Suriah setelah jatuhnya rezim Assad. (mas)

  ⌾ sindonews  

PM Jepang Ajak Indonesia Kembali Kembangkan Kapal JMSDF Bersama

⚓ 👷Ilustrasi desain MHI Family, kapal perang Jepang (NavalNews)

PM Jepang yang akan tiba di Indonesia 10 Januari dan pertemuan pihak Indonesia mulai 11 Januari 2025 antara lain akan mengajak Indonesia kembali lagi membicarakan pengembangan kapal maritim pasukan bela diri Jepang (JMSDF) bersama-sama.

"Pemerintah Jepang telah memutuskan untuk menegaskan kembali niatnya untuk mengusulkan kepada Indonesia pengembangan bersama kapal Pasukan Bela Diri Maritim.

Kapal pengawal yang telah ditunjukkan kepada Indonesia saat pembicaraan dengan mantan Presiden Indonesia Jokowi di masa lalu,
" ungkap sumber politisi Indonesia kepada Tribunnews.com Selasa (31/12/2024).

Menteri Pertahanan Gen Nakatani akan mengunjungi Indonesia 5 Januari 2024 dan telah memberi tahu Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, tambahnya.

Kerjasama ini bertujuan untuk memperkuat kerja sama keamanan dengan negara-negara Asia Tenggara.

Beberapa pejabat pemerintah Jepang membuat pengumuman tersebut.

Selain kapal pengawal, pemerintah Indonesia memiliki minat yang besar pada kapal selam, dan telah membahas pengembangan bersama selama beberapa tahun.

Namun, di bawah pemerintahan Jokowi sebelumnya, negosiasi terhenti karena sejumlah besar uang yang diinvestasikan untuk relokasi ibu kota.

Pada bulan Oktober, mantan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang mengetahui sejarah negosiasi, dilantik sebagai Presiden.

Menteri Nakatani akan mengunjungi Indonesia pada 5~8 Januari untuk mengkonfirmasi apakah ada niat untuk bernegosiasi dengan pemerintahan baru.

Perdana Menteri Ishiba juga dijadwalkan untuk berkunjung tak lama setelahnya, dan kunjungan Nakatani akan membuka jalan bagi pertemuan puncak kedua kepala negara nantinya.

Pedoman Operasional Tiga Prinsip Pengalihan Peralatan dan Peralatan Pertahanan membatasi ekspor produk jadi menjadi lima jenis: penyelamatan, transportasi, pengawasan, pengawasan, dan penyapuan ranjau.

Kapal pengawal dan kapal selam tidak termasuk dalam lima kategori, tidak mungkin untuk mengekspor produk jadi karena berada di bawah pedoman saat ini, dan proposal yang paling mungkin adalah melanjutkan transfer dalam bentuk pengembangan bersama.

"Indonesia tampaknya semakin waspada terhadap ekspansi sepihak China di Laut China Selatan. Prabowo mengunjungi Jepang beberapa waktu lalu tak lama setelah pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing, dan mengkonfirmasi penguatan kerja sama keamanan dengan Perdana Menteri Kishida saat itu."

Jika pembangunan bersama terwujud, maka akan menjadi pilar utama penguatan kerja sama strategis di bidang keamanan maritim antara Indonesia dan Jepang.

Mengenai transfer peralatan ke luar negeri, pemerintah Australia mengusulkan pengembangan bersama berdasarkan kapal perusak "kelas Mogami", yang dapat dioperasikan oleh sekitar 90 orang, setengah dari kapal konvensional. Pemerintah Australia diperkirakan akan mempersempit proposal dari Jerman dan Jepang dan memilihnya pada paruh kedua dari 25 tahun kerjasama.

Untuk memperkuat kerja sama dengan negara-negara yang berpikiran sama yang memiliki nilai yang sama dan untuk merevitalisasi industri pertahanan dalam negeri, pemerintah Jepang telah menetapkan kebijakan untuk mempromosikan ekspor peralatan pertahanan melalui sektor publik dan swasta bersama dalam Strategi Keamanan Nasional yang direvisi pada tahun 2022.


  👷
Tribunnews  

Kamis, 02 Januari 2025

TNI AD Fokus Pada Program Modernisasi Alutsista Pada 2025

APC yang akan diproduksi Pindad, hasil kerjasama dengan FNSS (FNSS) ♘

J
ajaran TNI AD akan fokus dalam program modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) selama 2025 guna memperkuat kekuatan tempur pasukan.

"Kami menargetkan kombinasi antara modernisasi alutsista yang ada dan pembelian alutsista baru yang sesuai dengan kebutuhan operasional terkini," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana kepada wartawan, di Jakarta, Selasa.

Wahyu menjelaskan modernisasi alutsista itu perlu dilakukan guna mengantisipasi serangan dari alutsista militer negara lain yang lebih canggih.

Selain itu, modernisasi alutsista juga bertujuan untuk menciptakan sistem penyerangan dan pertahanan yang lebih efektif.

Namun demikian, Wahyu menegaskan bukan berarti alat utama sistem senjata yang dimiliki TNI AD saat ini tidak memadai untuk menunjang pertahanan wilayah Indonesia.

Wahyu melanjutkan, dalam proses pembaruan alutsista pihaknya akan melibatkan pihak industri pertahanan dalam negeri.

"Kami terus mendorong sinergi dengan industri pertahanan dalam negeri untuk memperkuat kemandirian bangsa di sektor alutsista, sejalan dengan kebijakan pemerintah," tutur Wahyu.

Namun demikian, Wahyu tidak menjelaskan dengan rinci alutsista apa yang akan dibeli oleh TNI AD selama 2025 nanti.

Dirinya juga tidak menjelaskan dengan rinci anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk pembelian alutsista baru tersebut.

  antara  

PTDI Siap Optimalkan Kapasitas Produksi Roket untuk TNI

➶ PTDI sebut sejumlah kontrak dan kolaborasiRoket buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI). (Dok.PTDI)

PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menyatakan 2025 sebagai momen untuk optimasi kapasitas produksi sistem senjata untuk mendukung pemenuhan kebutuhan alat utama sistem pertahanan TNI. Salah satu produk yang disiapkan adalah sistem roket dengan berbagai platform berbekal lisensi dari Thales Belgium, bagian dari Thales Group.

Fasilitas produksi sistem roket PTDI tersebut berada di Kawasan Produksi (KP) III Tasikmalaya. Kawasan tersebut mempunyai kapasitas produksi roket 10 ribu unit per tahun dan Warhead 5 ribu unit per tahun. Termasuk dengan Firing Control System dan integrasinya.

Tahun 2025 menjadi momentum bagi PTDI untuk membuktikan bahwa kami siap menyongsong masa depan yang lebih cerah," kata Direktur Utama PTDI Gita Amperiawan dikutip dari keterangannya dalam siaran pers PTDI, Senin, 30 Desember 2024. Menurutnya, PTDI siap memenuhi kebutuhan alat pertahanan keamanan yang dibutuhkan Indonesia tahun 2025-2029.

Gita juga menekankan cerahnya masa depan PTDI itu dengan menyebut kontrak-kontrak yang telah berhasil diperoleh tiga tahun ke belakang, serta berbagai kolaborasi strategis yang dijalin. "Tidak hanya dengan partner di dalam negeri, tapi juga dengan beberapa global key player di industri dirgantara.

PTDI, Gita menambahkan, juga tetap mempertahankan fokusnya pada bidang kedirgantaraan dengan menyediakan produk pesawat yang berkualitas dan kompetitif, disertai inovasi teknologi terkini juga sekaligus mengupayakan pengembangan ekosistem dirgantara.

Progres pembuatan pesawat CN235 (N71) untuk TNI AL dan NC212i unit ke-7 TNI AU di hanggar Major Assembly PT Dirgantara Indonesia pada Desember 2024. (Dok. PTDI)
PTDI menandatangani dokumen Non-Disclosure Agreement (NDA) dengan PT Yasa Artha Trimanunggal dan PT Semuwa Aviasi Mandiri (SAM Air) pada 22 November 2024 lalu. Kerja sama tersebut untuk penyediaan 12 unit pesawat produksi PTDI. Dua di antaranya pesawat NC212 series untuk mendukung program ketahanan pangan nasional untuk mendukung distribusi pangan ke daerah terpencil melalui rute perintis yang sulit di akses di wilayah Indonesia timur.

Dua pesawat NC212i tersebut merupakan pesawat bekas yang sudah dioperasikan oleh operator sebelumnya dan akan dilakukan refurbish oleh PTDI. Pengoperasiannya ditujukan sebagai bridging moda transportasi logistik sebelum dikirimkan unit pertama pesawat N219.

Sementara saat ini PTDI sedang menyelesaikan produksi satu unit pesawat CN235-220 Militrary Transport pesanan Kementerian Pertahanan untuk TNI AL, serta pesawat NC212i yang ke-7 dari 9 pesawat pesanan Kementerian Pertahanan untuk TNI AU. Pesawat untuk TNI AL saat ini akan memasuki fase pengerjaan Basic Airframe. Sementara pesawat untuk TNI AU ditargetkan rampung pada Februari 2025.

Disampaikan Gita apresiasi atas kepercayaan yang telah diberikan mitra strategis di sektor pemerintah, seperti Kementerian Pertahanan, Bappenas, dan BRIN. "Kami harap keberadaan PTDI dapat mendorong kemajuan dan berdampak baik bagi kebangkitan industri dirgantara tanah air,” katanya.

  Tempo  

Rabu, 01 Januari 2025

TNI AU Hadirkan 25 Radar Baru

 Untuk tutupi "blind spot" wilayah udara 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-6bu5Qjq9H4xEoE2VxKLkUQHdwIwcTxLNXsKryHQSM6z6yDRm-OCm8QQ2EQORrKD5VhaqPliZxxXtVydrtO9DC7-0wK4yM-Ahgmeh6m27-puW0LQdDpBTFkyXLP-To-dcrcx62uxVaidbom45aIz6HyrOG1ykZk-iieMoY2kKJM0xtIv3UWpBnblzpLg-/s2090/20230702radar-canggih.jpg.webpInfografis radar pesanan TNI AU, Radar CGI GM-403 (antara) 🛰

K
epala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono mengatakan pihaknya akan mendapatkan 25 radar baru untuk menutup blind spot wilayah udara Indonesia.

"Jadi ke depan nanti tidak ada lagi area-area yang blind spot atau yang tidak tercover radar. Seluruh wilayah Indonesia nanti akan tercover radar. Tidak ada pergerakan pesawat yang tidak dicover radar," kata Tonny saat ditemui di Mabes AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin.

Tonny menjelaskan, 25 radar tersebut didatangkan dari dua pabrikan yang berbeda yakni 13 buatan perusahaan Prancis dan 12 buatan Ceko.

Nantinya, 13 dari 25 radar baru akan ditempatkan di 13 titik menggantikan radar pemantau yang lama. Sedangkan 12 radar baru lainya akan ditempatkan di titik-titik strategis yang berfungsi menutupi blind spot.

"Rencananya di bulan Januari (2025) saya akan ground breaking (titik baru) di Takalar Sulawesi Selatan, itu ada di Selatan Makassar dengan di Banjarmasin," jelas Tonny.

Tonny menjelaskan proses pembangunan titik hingga pemasangan radar akan dimulai pada 2025 mendatang dan akan selesai 2029.

Dengan adanya radar-radar tersebut, Tonny yakin di tahun 2029 seluruh kawasan udara Indonesia akan terpantau dengan ketat.

"Doakan saja semua sesuai rencana, modernisasi alutsista juga mudah-mudahan sebelum 2029, 2030 AU menjadi AU yang disegani di kawasan," tutup Tonny.

  📡 antara  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...