Senin, 22 Oktober 2012

Lobi RUU Kamnas

 Politikus PDIP curigai 'gerilya' Wamenhan di DPR

Kedatangan Wakil Menhan Sjafrie Syamsuddin ke DPR untuk menemui sejumlah fraksi terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) dicurigai akan melahirkan politik transaksional.

Politisi PDIP yang merupakan anggota Komisi I DPR Helmy Fauzi menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Wamenhan Sjafrie adalah sebagai gerilya politik bernuansa transaksional untuk mengegolkan RUU Keamanan Nasional.

"Jelas ini buruk. RUU Kamnas ini kan sedang dibahas di tingkat Pansus DPR. Tapi kenapa beliau (Sjafrie) mengambil langkah lobi setengah kamar dengan mendatangi fraksi-fraksi untuk mengadakan lobi-lobi tertutup. Ini kan berbau transaksional?" Kata Helmy kepada wartawan di Gedung DPR RI, Kamis (18/10).

Helmy menegaskan, jika pemerintah ingin menjelaskan substansi RUU Kamnas yang masih menjadi kontroversi di tengah masyarakat maka seharusnya jangan dilakukan dengan cara melobi fraksi per fraksi di DPR.

"Langkah Wamenhan ini akan menimbulkan kesan dan sangka negatif dari banyak pihak. Seharusnya lobi dilakukan di forum resmi seperti rapat kerja atau rapat pansus," kata Helmy.

Dia mengungkapkan, tidak sedikit contoh lobi setengah kamar yang justru disalah gunakan.

"Misalnya beberapa kasus yang mencuat, seperti kasus korupsi dana APBN guna memuluskan sejumlah proyek adalah bentuk buruk lobi setengah kamar ini. Nah, lobi yang tertutup seperti ini hanya akan membuka ruang transaksi politik," jelas Helmy.

Diketahui, Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin mendatangi sejumlah fraksi di DPR sejak Senin (15/10) terkait RUU Kamnas ini, di antaranya menemui Fraksi Golkar, Fraksi PAN dan Fraksi PPP. Terus Sjafrie juga mendatangi Fraksi Gerindra, dan akan bertemu dengan FPDIP dan F-Hanura.(mdk/sho)

 Ngototnya Pemerintah rayu DPR soal RUU Kamnas

Draf Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (Kamnas) baru akan dibahas pemerintah dengan DPR pada 23 Oktober mendatang. Penolakan terhadap RUU ini terus disuarakan berbagai kalangan. Namun pemerintah melalui Kementerian Pertahanan ngotot agar RUU ini bisa lolos. Gerilya pun dilakukan oleh Wamenhan Sjafrie Syamsuddin dengan menemui fraksi-fraksi di DPR.

Kamis (18/10) kemarin, Sjafrie menemui Fraksi Partai Gerindra di gedung Kompleks Parlemen, Senayan. Pertemuan ini merupakan bagian dari rangkaian pertemuan setelah sebelumnya Sjafrie menemui Fraksi PAN, Fraksi PKB, Fraksi Partai Golkar, dan Fraksi Partai Demokrat.

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengungkapkan, fraksinya memerlukan kajian-kajian yang lebih dalam untuk mengambil keputusan. "Penjelasan Pak Sjafrie memberikan tambahan-tambahan informasi," kata Muzani usai pertemuan.

Meski begitu, dia menilai, pemerintah perlu memberikan penjelasan kepada masyarakat secara komprehensif. Apalagi, ada kesan, RUU Kamnas akan mengembalikan situasi seperti Orde Baru di mana tentara akan kembali memegang peranan penting dalam memutuskan situasi keamanan.

Muzani mengungkapkan, pihaknya telah meminta pemerintah mengkaji dan menelaah lebih dalam. "Kalau tidak sesuai aspirasi masyarakat tidak akan kita paksakan," tegasnya.

Sementara Ketua Fraksi PAN Tjatur Sapto Edy sebelumnya mengatakan, Fraksinya belum bersikap usai mendapat penjelasan dari Wamenhan Sjafrie Syamsuddin.

Tjatur menilai apa yang disampaikan Wamenhan tentang RUU Kamnas, menjadikan masukan utama untuk membangun sikap fraksi selanjutnya.

Sjafrie sendiri usai bertemu Fraksi PAN beberapa hari lalu mengatakan, kehadirannya untuk memberikan informasi dan referensi perlunya UU Kamnas. "Pemerintah merasa perlu untuk memberikan informasi dan referensi kepada teman-teman yang ada di fraksi untuk bisa mengetahui apa perlunya Kamnas, apa esensi Kamnas, dan Kamnas itu miliknya siapa?" ujarnya.

Mantan Pangdam Jaya ini menegaskan, RUU Kamnas dibuat bukan untuk mengembalikan sistem pemerintahan pada zaman Orde Baru, yakni sistem militerisasi. "Jadi saya tegaskan bahwa undang-undang ini sudah diikat oleh prinsip penegakan hukum, HAM, supremasi sipil dan itu sudah terikat," ujarnya dalam kesempatan lain.

Menurutnya, UU Kamnas nantinya hanya memberikan arahan strategis. Sebab, undang-undang yang mengatur secara teknis diatur dalam 13 undang-undang lainnya bahkan bisa bertambah, salah satunya UU Intelijen dan UU Penanganan Konflik Sosial (PKS).

"Tetapi selama ini kita tidak punya undang-undang yang mengkorelasikan satu sama lain dan ini diperlukan dan RUU Kamnas itu memberikan keamanan terhadap civil society dibandingkan dengan UU yang sekarang sedang berlangsung tidak ada civil society hanya objek saja itu," jelas dia.

Penolakan mengenai RUU Kamnas sebelumnya disuarakan salah satunya oleh anggota Dewan Pers Agus Sudibyo. Sebab dalam draf RUU Kamnas tersebut belum disebutkan secara tegas tentang batasan-batasan ancaman nasional. Sehingga dimungkinkan mengancam kebebasan pers karena mengembalikan fungsi intelijen seperti di era Orde Baru.

Agus menyebut RUU Kamnas akan menciptakan 'Guantanamo Kompleks'. Dia mengacu kepada pemerintah Amerika Serikat yang memperlakukan tahanan terkait teroris tanpa menghormati hak-hak mereka. Hak warga negara diabaikan dan dilanggar atas dasar keamanan nasional serta mengancam insan pers termasuk wartawan.

"Kondisi di mana setiap orang tidak punya status legal dan hukum, ini kondisi ekstrim dari munculnya UU seperti ini. Ini terjadi di Amerika dan Prancis," kata Agus.

Dikhawatirkan, jika UU disahkan, pemerintah melalui aparat keamanan setiap saat bisa memutuskan dan melakukan tindakan secara langsung terhadap siapa pun dengan alasan keamanan nasional. "Setiap orang bisa kapan saja ditangkap dengan alasan keamanan nasional," cetusnya.

Sedangkan di mata anggota Komisi I dari Fraksi PDIP Helmy Fauzi, apa yang dilakukan oleh Wamenhan Sjafrie bernuansa transaksional.

"Jelas ini buruk. RUU Kamnas ini kan sedang dibahas di tingkat Pansus DPR. Tapi kenapa beliau (Sjafrie) mengambil langkah lobi setengah kamar dengan mendatangi fraksi-fraksi untuk mengadakan lobi-lobi tertutup. Ini kan berbau transaksional?" kata Helmy.

Helmy menegaskan, jika pemerintah ingin menjelaskan substansi RUU Kamnas yang masih menjadi kontroversi di tengah masyarakat maka seharusnya jangan dilakukan dengan cara melobi fraksi per fraksi di DPR.

"Langkah Wamenhan ini akan menimbulkan kesan dan sangka negatif dari banyak pihak. Seharusnya lobi dilakukan di forum resmi seperti rapat kerja atau rapat pansus," kata Helmy.(mdk/bal)

 Menhan ibaratkan UU Kamnas seperti bakso dan mangkok

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan tidak ada niat dari pemerintah untuk mengembalikan militer seperti saat Orde Baru. Kehadiran UU Kamnas, kata Purnomo, seperti bakso dan mangkok.

"Bicara ruang lingkup keamanan nasional sangat luas. Kita tidak mendegradasi UU yang sudah ada. Jadi tidak betul ingin mengembalikan supremasi militer. Salah kalau ingin mengembalikan militer seperti zaman Orde Baru. Kita juga menghormati UU yang sudah ada," tegas Menhan usai acara penandatanganan MoU dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di kantor Kemenhan, Jakarta, Senin (22/10).

Mantan menteri ESDM ini kemudian mengibaratkan, kehadiran UU Kamnas ini seperti bakso. "Contohnya, ada mangkok dan ada bakso, bakso, bakso. Jadi kita isi mangkok yang kosong dengan bakso tersebut. Ibaratnya UU Kamnas mengisi UU yang sudah ada melengkapi," ujarnya.

Purnomo juga menjamin, tidak ada niat dari pemerintah apalagi TNI untuk mendegradasi kewenangan Polri terkait masalah keamanan. Mengenai kekhawatiran terhadap lahirnya Dewan Keamanan Nasional, Purnomo lagi-lagi menegaskan, dewan itu akan diketuai langsung oleh presiden.

"Ketuanya kan presiden, sifat dewan itu bukan operasional tapi strategik. Kalau (ada masalah) keamanan nasional, baru dewan pertahanan nasional turun. Justru itu kita akan mengangkat supremasi sipil. kalau (masalah keamanan) bukan tingkat nasional bukan urusan Dewan Pertahanan Nasional," pungkasnya.(mdk/eko)
© Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...