Tahun Ini Pembangunan kapal BRS di galangan PT PAL Indonesia
[PT PAL]
PT PAL Indonesia (Persero) membidik pertumbuhan dua digit pada sisi pendapatan tahun ini. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan galangan kapal pelat merah tersebut menargetkan pertumbuhan pendapatan sekitar 70% dibanding realisasi tahun 2019 lalu.
Sejauh ini, PT PAL belum merilis realisasi kinerja tahun di 2019. Namun sebagai gambaran, berdasarkan laporan tahunan perusahaan di tahun 2018, PT PAL Indonesia tercatat membukukan pendapatan sebesar Rp 1,24 triliun di tahun 2017.
Realisasi pendapatan PT PAL kemudian meningkat di tahun berikutnya sebesar 26,60% menjadi Rp 1,58 triliun di tahun 2018. Pendapatan usaha tersebut diperoleh dari lima kegiatan usaha, yaitu produk alutsista, kapal niaga, rekayasa umum, harkan, dan produk serta jasa lainnya.
Kepala Departemen Humas PT PAL Indonesia Utario Esna Putra mengatakan, kenaikan pendapatan di tahun 2020 akan ditopang oleh selesainya pembangunan produk alutsista dan nonalutsista.
Utario bilang, saat ini PT PAL Indonesia tengah menyelesaikan proyek terkontrak tahun-tahun sebelumnya yang masih dikerjakan di tahun ini (carry over) seperti misalnya kontrak pembangunan kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) pertama pesanan TNI AL, Kapal KCR 60 Meter batch ketiga, dan Dual Fuel Engine Barge Mounted Power Plant (BMPP) 150 MW.
Selain itu, PT PAL Indonesia juga telah mengantongi sejumlah kontrak baru. “Kontrak baru berasal dari pembangunan kapal BRS kedua TNI AL, Tsunami Early Warning System (TEWS) BPPT, serta pemeliharaan dan perbaikan 12 unit kapal dan 6 unit kapal hingga Juli 2020 lalu,” kata Utario kepada Kontan.co.id, Sabtu (22/8).
Ke depannya, PT PAL Indonesia masih terus akan melakukan penetrasi pasar untuk mendapatkan kontrak-kontrak baru, baik untuk produk kapal, rekayasa umum, pemeliharaan dan perbaikan (harkan) melalui divisi pemasaran perusahaan.
Utario berujar, pasar pembangunan kapal baru masih berpeluang meningkat di semester kedua tahun ini. Potensi tersebut berasal dari sektor alutsista, yakni kapal perang permukaan dan bawah permukaan, serta sektor nonalutsista seperti Dual Fuel BMPP 150 MW.
Menurut Utario, sektor alutsista masih akan menjadi segmen pasar utama yang dibidik oleh perusahaan. Meski begitu, ia menegaskan bahwa PT PAL Indonesia juga tetap akan terus membidik pasar untuk produk-produk nonalutsista seperti misalnya Dual Fuel BMPP.
Cakupan pasar yang dibidik oleh PT PAL Indonesia tidak terbatas pada pasar di dalam negeri. Asal tahu saja, dalam tiga tahun terakhir, PT PAL Indonesia telah melakukan penetrasi pasar di wilayah-wilayah seperti Timur Tengah dan Afrika. Maklum, berdasarkan pengamatan perusahaan, tren anggaran belanja pertahanan di wilayah-wilayah tersebut cenderung mengalami peningkatan.
Selain itu, PT PAL Indonesia juga pernah mengekspor Kapal Strategic Sealift Vessel (SSV) 123 Meter ke Filipina, serta melakukan ekspor produk-produk non alutsista seperti Kapal Niaga Star 50, power plant, dan lain-lain ke banyak negara.
Ke depannya, untuk pasar luar negeri, PT PAL Indonesia masih akan mencari peluang-peluang kontrak baru untuk produk kapal Landing Platform Dock (LPD), Kapal KCR 60 Meter, dan produk-produk non alutsista. Utario belum menyebut pasar-pasar di wilayah mana saja yang ingin dibidik pada tahun ini.
Untuk memaksimalkan daya saing, PT PAL Indonesia akan melakukan investasi perangkat lunak alias software dengan memanfaatkan sebagian belanja modal atau capital expenditure (capex) yang ada. Sementara itu, dana capex PT PAL Indonesia pada tahun ini sebagian besar terdiri atas investasi non-Penyertaan Modal Negara (non-PMN) serta penyerapan PMN 2015.
“Investasi software terkini menjadi perhatian besar PAL untuk menjaga tingkat agar PAL selalu kompetitif di era industri 4.0. Lisensi software yang diimplementasikan antara lain yaitu untuk penguatan bidang ER, integrated design, production engineering, dan project management,” jelas Utario.
PT PAL Indonesia (Persero) membidik pertumbuhan dua digit pada sisi pendapatan tahun ini. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan galangan kapal pelat merah tersebut menargetkan pertumbuhan pendapatan sekitar 70% dibanding realisasi tahun 2019 lalu.
Sejauh ini, PT PAL belum merilis realisasi kinerja tahun di 2019. Namun sebagai gambaran, berdasarkan laporan tahunan perusahaan di tahun 2018, PT PAL Indonesia tercatat membukukan pendapatan sebesar Rp 1,24 triliun di tahun 2017.
Realisasi pendapatan PT PAL kemudian meningkat di tahun berikutnya sebesar 26,60% menjadi Rp 1,58 triliun di tahun 2018. Pendapatan usaha tersebut diperoleh dari lima kegiatan usaha, yaitu produk alutsista, kapal niaga, rekayasa umum, harkan, dan produk serta jasa lainnya.
Kepala Departemen Humas PT PAL Indonesia Utario Esna Putra mengatakan, kenaikan pendapatan di tahun 2020 akan ditopang oleh selesainya pembangunan produk alutsista dan nonalutsista.
Utario bilang, saat ini PT PAL Indonesia tengah menyelesaikan proyek terkontrak tahun-tahun sebelumnya yang masih dikerjakan di tahun ini (carry over) seperti misalnya kontrak pembangunan kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) pertama pesanan TNI AL, Kapal KCR 60 Meter batch ketiga, dan Dual Fuel Engine Barge Mounted Power Plant (BMPP) 150 MW.
Selain itu, PT PAL Indonesia juga telah mengantongi sejumlah kontrak baru. “Kontrak baru berasal dari pembangunan kapal BRS kedua TNI AL, Tsunami Early Warning System (TEWS) BPPT, serta pemeliharaan dan perbaikan 12 unit kapal dan 6 unit kapal hingga Juli 2020 lalu,” kata Utario kepada Kontan.co.id, Sabtu (22/8).
Ke depannya, PT PAL Indonesia masih terus akan melakukan penetrasi pasar untuk mendapatkan kontrak-kontrak baru, baik untuk produk kapal, rekayasa umum, pemeliharaan dan perbaikan (harkan) melalui divisi pemasaran perusahaan.
Utario berujar, pasar pembangunan kapal baru masih berpeluang meningkat di semester kedua tahun ini. Potensi tersebut berasal dari sektor alutsista, yakni kapal perang permukaan dan bawah permukaan, serta sektor nonalutsista seperti Dual Fuel BMPP 150 MW.
Menurut Utario, sektor alutsista masih akan menjadi segmen pasar utama yang dibidik oleh perusahaan. Meski begitu, ia menegaskan bahwa PT PAL Indonesia juga tetap akan terus membidik pasar untuk produk-produk nonalutsista seperti misalnya Dual Fuel BMPP.
Cakupan pasar yang dibidik oleh PT PAL Indonesia tidak terbatas pada pasar di dalam negeri. Asal tahu saja, dalam tiga tahun terakhir, PT PAL Indonesia telah melakukan penetrasi pasar di wilayah-wilayah seperti Timur Tengah dan Afrika. Maklum, berdasarkan pengamatan perusahaan, tren anggaran belanja pertahanan di wilayah-wilayah tersebut cenderung mengalami peningkatan.
Selain itu, PT PAL Indonesia juga pernah mengekspor Kapal Strategic Sealift Vessel (SSV) 123 Meter ke Filipina, serta melakukan ekspor produk-produk non alutsista seperti Kapal Niaga Star 50, power plant, dan lain-lain ke banyak negara.
Ke depannya, untuk pasar luar negeri, PT PAL Indonesia masih akan mencari peluang-peluang kontrak baru untuk produk kapal Landing Platform Dock (LPD), Kapal KCR 60 Meter, dan produk-produk non alutsista. Utario belum menyebut pasar-pasar di wilayah mana saja yang ingin dibidik pada tahun ini.
Untuk memaksimalkan daya saing, PT PAL Indonesia akan melakukan investasi perangkat lunak alias software dengan memanfaatkan sebagian belanja modal atau capital expenditure (capex) yang ada. Sementara itu, dana capex PT PAL Indonesia pada tahun ini sebagian besar terdiri atas investasi non-Penyertaan Modal Negara (non-PMN) serta penyerapan PMN 2015.
“Investasi software terkini menjadi perhatian besar PAL untuk menjaga tingkat agar PAL selalu kompetitif di era industri 4.0. Lisensi software yang diimplementasikan antara lain yaitu untuk penguatan bidang ER, integrated design, production engineering, dan project management,” jelas Utario.
★ Kontan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.