✈️ Pesawat Eurofighter Typhoon Austria [Wiki]
Rencana Kementerian Pertahanan (Kemenhan) membeli jet tempur bekas Austria, Eurofighter Typhoon, menjadi salah satu sorotan dalam diskusi virtual yang diadakan Jakarta Defence Studies (JDS), Rabu (26/8/2020).
Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Mayor Jenderal TNI (Purn) Jan Pieter Ate mengkritik langkah Kemenhan di bawah kepemimpinan Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto yang berencana membeli alutsista bekas.
Menurut dia, jika kebijakan alutsista bekas lebih diprioritaskan, maka pertahanan Indonesia semakin tertinggal. Ate menyoroti, pembelian Eurofighter Typhoon yang diproduksi belasan tahun lalu. Fakta terbaru di Austria adalah jet tempur itu sudah tidak dipakai. Apabila dibeli untuk memperkuat TNI, maka kekuatan TNI bisa dipertanyakan.
"Indonesia kok beli bekas terus? Beli teknologi yang baru, supaya indhan (industri pertahanan) kita itu bisa catch up. Jadi kita bicara kita generasi keenam, stealth, big data, musuhmu itu nanti bukan lawan barang bekas, tapi datang bawa teknologi terbaru," kata Ate dikutip dari rilis JDS.
Ia juga menyinggung konsep minimum essential force (MEF) yang harus diganti karena tidak relevan lagi. Menurut Ate, MEF merupakan konsep pertahanan yang tidak merepresentasikan Indonesia sebagai bangsa besar.
Ia bilang konsep MEF dengan rencana strategis (renstra) 2010-2014 dan 2015-2019 menghasilkan pemenuhan fisik yang baru tercapai 63,19% dan kesiapan alutsista hanya 58,37%. Ate menyebut, angka itu menunjukkan ada kesenjangan kesiapan pemenuhan dan penggunaan alutsista TNI mencapai 41 persen.
"Sampai sekarang MEF belum memenuhi kebutuhan kita. Kita negara G-20. Tinggalkan MEF, kita susun kembali pertahanan negara besar," katanya.
Sekretaris Jenderal Kemenhan 2019-2020 Laksdya TNI (Purn) Agus Setiadji mengomentari rencana menhan membeli jet tempur bekas Austria, Eurofighter Typhoon. Agus mengatakan, pendapat ini diberikan dalam kerangka ilmiah yang tidak berkaitan dengan kebijakan. Dia menganggap, apa pun kebijakan yang diputuskan menhan pasti ada dasar-dasar kuat untuk pengambilan keputusan.
"Keputusan entah membeli sesuatu alutsista baru dengan teknologi tertentu ataupun alustsita bekas diakibatkan kebutuhan mutlak dan segera. Saya yakin menhan punya dasar kuat, misal segera untuk membeli alutsista," kata Agus.
Ia menyinggung tentang belanja militer yang saat ini menjadi efek gentar sebagai bentuk kekuatan pertahanan yang berfungsi sebagai daya penggetar. Sedangkan strategi militer tidak bisa lagi dijadikan standar kemenangan pertempuran. Agus mengatakan, strategi militer saat ini lebih mengarah ke seni koersif atau intimidasi dan punya efek gentar.
Alhasil, kemampuan untuk menghancurkan negara lain bisa dijadikan motivasi bagi suatu negara untuk menghindari dan memengaruhi perilaku negara lain.
"Untuk bersikap koersif atau mencegah negara lain menyerang negara tersebut, kekerasan harus diantisipasi dan dihindari lewat diplomasi. Kemampuan penggunaan kekuasaan untuk bertempur sebagai daya tawar adalah dasar dari teori deterensi, dan dikatakan berhasil, apabila kekuatan tidak digunakan," ujar Agus.
Rencana Kementerian Pertahanan (Kemenhan) membeli jet tempur bekas Austria, Eurofighter Typhoon, menjadi salah satu sorotan dalam diskusi virtual yang diadakan Jakarta Defence Studies (JDS), Rabu (26/8/2020).
Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Mayor Jenderal TNI (Purn) Jan Pieter Ate mengkritik langkah Kemenhan di bawah kepemimpinan Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto yang berencana membeli alutsista bekas.
Menurut dia, jika kebijakan alutsista bekas lebih diprioritaskan, maka pertahanan Indonesia semakin tertinggal. Ate menyoroti, pembelian Eurofighter Typhoon yang diproduksi belasan tahun lalu. Fakta terbaru di Austria adalah jet tempur itu sudah tidak dipakai. Apabila dibeli untuk memperkuat TNI, maka kekuatan TNI bisa dipertanyakan.
"Indonesia kok beli bekas terus? Beli teknologi yang baru, supaya indhan (industri pertahanan) kita itu bisa catch up. Jadi kita bicara kita generasi keenam, stealth, big data, musuhmu itu nanti bukan lawan barang bekas, tapi datang bawa teknologi terbaru," kata Ate dikutip dari rilis JDS.
Ia juga menyinggung konsep minimum essential force (MEF) yang harus diganti karena tidak relevan lagi. Menurut Ate, MEF merupakan konsep pertahanan yang tidak merepresentasikan Indonesia sebagai bangsa besar.
Ia bilang konsep MEF dengan rencana strategis (renstra) 2010-2014 dan 2015-2019 menghasilkan pemenuhan fisik yang baru tercapai 63,19% dan kesiapan alutsista hanya 58,37%. Ate menyebut, angka itu menunjukkan ada kesenjangan kesiapan pemenuhan dan penggunaan alutsista TNI mencapai 41 persen.
"Sampai sekarang MEF belum memenuhi kebutuhan kita. Kita negara G-20. Tinggalkan MEF, kita susun kembali pertahanan negara besar," katanya.
Sekretaris Jenderal Kemenhan 2019-2020 Laksdya TNI (Purn) Agus Setiadji mengomentari rencana menhan membeli jet tempur bekas Austria, Eurofighter Typhoon. Agus mengatakan, pendapat ini diberikan dalam kerangka ilmiah yang tidak berkaitan dengan kebijakan. Dia menganggap, apa pun kebijakan yang diputuskan menhan pasti ada dasar-dasar kuat untuk pengambilan keputusan.
"Keputusan entah membeli sesuatu alutsista baru dengan teknologi tertentu ataupun alustsita bekas diakibatkan kebutuhan mutlak dan segera. Saya yakin menhan punya dasar kuat, misal segera untuk membeli alutsista," kata Agus.
Ia menyinggung tentang belanja militer yang saat ini menjadi efek gentar sebagai bentuk kekuatan pertahanan yang berfungsi sebagai daya penggetar. Sedangkan strategi militer tidak bisa lagi dijadikan standar kemenangan pertempuran. Agus mengatakan, strategi militer saat ini lebih mengarah ke seni koersif atau intimidasi dan punya efek gentar.
Alhasil, kemampuan untuk menghancurkan negara lain bisa dijadikan motivasi bagi suatu negara untuk menghindari dan memengaruhi perilaku negara lain.
"Untuk bersikap koersif atau mencegah negara lain menyerang negara tersebut, kekerasan harus diantisipasi dan dihindari lewat diplomasi. Kemampuan penggunaan kekuasaan untuk bertempur sebagai daya tawar adalah dasar dari teori deterensi, dan dikatakan berhasil, apabila kekuatan tidak digunakan," ujar Agus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.