T33 Di Lanud Madiun, Jawa Timur |
Awalnya masuk Skadik 017 (Advance Training) dengan home base di Lanuma Iswahyudi, Madiun dengan registrasi A-3301. Satu tahun berikut tepatnya tanggal 3 Mei 1974 pesawat diserahkan ke Kohanudnas dengan demikian registrasi menjadi J-3301 lalu menjadi TS-3301 setelah semua registrasi pesawat militer di Indonesia. Pesawat yang datang dalam kegiatan bersandi Peace Modern Project ini adalah program dari Amerika guna membantu mempertahankan kualitas pilot tempur Indonesia yang menurun kemampuannya setelah dikandangkannya pesawat Blok Timur pada tahun 1966. Untuk itu terpilih enam pilot dan dua perwira teknik yang belajar ke Amerika (Lachland AFB dan Cloves AFB) guna menangani pesawat T-33A T-Birds. Sedang teknisi dipercayakan kepada Kapten TPT Utih dan Lettu TPT Subagyo Sutomo.
Sejumlah T33 di Lanud Bacau, Timor Leste |
Mereka para teknisi mendapat pelatihan yang cukup lengkap, setelah sekolah bahasa di Lackland AFB bersama para pilot langsung dikirim ke Chanute AFB, Ilinois untuk belajar Aircraft Maintenance Officer Course (AMOC) selama enam bulan. Program selanjutnya dua perwira TNI AU tersebut melanjutkan sekolah di Shepard AFB, Kansas, dalam program yang disebut Technician Instructional Course dan berakhir di Cannon MB, New Mexico, selama dua bulan lalu On the Job Training (OJT) di pesawat T-33A yang berada di pangkalan Cannon AFB juga. Sedangkan ke 12 teknisi Bintara dan Tamtama setelah belajar bahasa Inggris teknik di Lack-land langsung bergabung dengan dua perwira di Cannon AFB untuk melaksanakan OJT. Sedangkan pesawatnya sendiri diambilkan dari military-stock Amerika di Subic, Filipina. Kemampuan lebih inilah yang nanti dimanfaatkan oleh TNI AU guna melaksanakan program yang disebut Modification A/C Structure Program Reinforcement tahun 1975 yaitu penggantian wing rod spar dilaksanakan di Depolog-30, Malang.
Terbang dari Filipina
Secara bergelombang pesawat diterbangkan dari Subic langsung ke Madiun oleh para pilot AU AS dalam empat gelombang pengiriman. Gelombang pertama tiba di Madiun pada tanggal 17 April (lima pesawat), gelombang kedua tiba tanggal 1 Juni (lima pesawat), gelombang ketiga tanggal 15 Juni (lima pesawat) dan gelombang terakhir pada tanggal 22 Juni (empat pesawat) semua terjadi pada tahun 1973. Setelah lengkap 19 unit pesawat T-33 tiba di Madiun, pada tanggal 23 Agustus 1973 diadakan penyerahan dari pemerintah Amerika kepada pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Jenderal TNI Pangabean yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan merangkap sebagai Panglima ABRI.
Khusus untuk T-33 yang telah dipersenjatai di cat warna hijau dengan logo ikan hiu di nose-nya.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam Skadik 017 dan menempati hanggar eks Skadron-42 (hangar F-16 saat ini) dengan komandan Mayor Pnb Isbandi Gondosuwignjo sehingga berhak memakai call sign Thunder-01 meskipun beliau aslinya adalah Thunder-08. Sehari setelah dilantik sebagai Komandan Skadik 017 hari berikutnya tanggal 4 Mei 1974 pesawat T-33A masuk dalam jajaran Kohanudnas dan dinamakan Satuan Buru Sergap T-33A berdampingan dengan Satuan Buru Sergap F-86 di bawah satuan organik Kohanudnas yaitu Komando Satuan Buru Sergap disingkat Kosatsergap. Mayor Pnb Isbandi tetap menjadi komandan Satsergap T-33.
Modifikasi Swadaya
Meskipun bernama Peace Modern Project, ternyata pesawat T-33A adalah pesawat yang betul-betul payah kondisinya. Selain tidak bersenjata, pesawat ini masih menggunakan radio UHF (model militer Amerika) serta adanya batasan manuver yang hanya plus 3G, betul-betul pesawat latih jet yang tidak bisa dibuat manuver sama sekali. Berkat kajian dari Kolog (Komando Logistik, kini Koharmatau) maka oleh Depolog-30, Malang, diadakan penguatan pada wing rod spar sehingga pesawat dapat melakukan full maneuver hingga plus 7g serta radio yang diubah menjadi VHF, standar komunikasi pesawat di Indonesia. Kegiatan peningkatan kemampuan ini dilakukan para teknisi yang sekolah di Amerika, dibantu tujuh personel AU AS yang bertindak sebagai Technician Representative atau lebih dikenal dengan sebutan Techrep.
Sejumlah T-33 yang masih dengan warna asli putih dan baru saja dikirim dari Pangkalan Udara Subic, Filipina. Sebanyak 19 unit T-33 diterbangkan dari Subic menuju Lanud Iswahyudi oleh pilot-pilot USAF.
Setelah diadakan modifikasi persenjataan pesawat TA-33A mampu membawa amunisi sebanyak 250 x 2 butir peluru 12,7 mm dan dua tabung rocket launcher jenis LAU (Launcher Airborne Rocket) – 68 yang dapat diisi tujuh rocket jenis FFAR 2,75 inci (Folding Fin Airborne Rocket) atau born hingga berat 50 kg setiap sayapnya. Selanjutnya pesawat T-Birds dilibatkan lagi pada Latma Elang Malindo 2 dengan Malaysia yang diadakan di Madiun pada tahun 1977.
Suasana apel kesiagaan para pilot dan awak darat T-33 di Lanud Iswahyudi. Khusus pesawat untuk latihan, T-33 tetap menggunakan warna putih.
Dalam latihan bersama ini T-Birds adu kekuatan dengan pesawat latih Malaysia jenis CL-41G Tebuan dan diadakan exchange crew antara dua negara. Bermakna selama latihan antara pilot TNI AU dengan pilot TUDM berada dalam satu kokpit. Bulan Oktober 1979 Satsergap T-33 dilebur menjadi Skadron T-33, sedangkan Satsergap F-86 menjadi Skadron F-86. Keduanya berada di bawah Wing Tempur 300 Kohanudnas. Setahun berikutnya nama itu diubah lagi menjadi Skadron Operasional T-33. Pesawat T-Birds dinyatakan non operasional pasca jatuhnya pesawat registrasi TS-33xx di kota Blitar pada 20 Juni 1980 bertepatan dengan diadakannya latma Elang Indopura 1 di Madiun. Selama dioperasikan TNI AU selama tujuh tahun (1973 – 1980) telah gugur enam pilot dalam tiga kecelakaan yang terpisah.
Salah satu kecelakaan yang menyebabkan dua penerbang T-33 gugur adalah kecelakaan yang terjadi pada tanggal 18 Februari 1976. Saat itu pesawat T-33 dengan nomor regristasi J-3327 jatuh di kaki Gunung Lawu yang mengakibatkan gugurnya dua penerbang Mayor PNB Sukirwan dan Lettu PNB Sutadi. Sedangkan pilot T-33 yang meninggal karena sakit adalah Letty PNB Kukky.(fdp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.