Anggota Komisi Kepolisian Nasional Adrianus Meliala yang juga kriminolog Universitas Indonesia meminta pemerintah serius mengatasi serangan pelaku teror terhadap negara. "Polisi memang lawan mereka. Sebenarnya yang dikejar Densus 88, tapi karena tidak terlihat lalu yang jadi sasaran polisi," kata dia kepada VIVAnews, Minggu.
Serangan terhadap polisi menurut Adrianus, sejalan dengan kegiatan kelompok teroris yang sebelumnya juga mengancam pejabat negara hingga presiden.
Karena itu, pemerintah diminta tidak hanya menindak tegas untuk menghentikan aksi terorisme, namun juga harus mengantisipasi radikalisasi.
Terkait banyaknya aksi teror ini, seluruh anggota polisi sudah diimbau untuk menghilangkan atribut yang melekat pada kendaraan mereka. Sementara untuk kegiatan patroli juga harus dilakukan miniminal dua orang atau lebih, tapi penembakan masih terus terjadi.
Aksi teror dengan sasaran polisi di Jakarta, sudah terjadi enam kali selama tiga bulan terakhir. Ada empat aksi penembakan terhadap anggota polisi, satu kasus polisi dirampok saat sedang tugas, dan satu kasus penembakan di rumah polisi.
Pada 27 Juli 2013, pukul 04.30, anggota Satuan Lalu Lintas Wilayah Jakarta Pusat, Aipda Patah Saktiyono, ditembak di Jalan Cirendeu Raya, Ciputat, Tangerang Selatan. Peluru penembak tak dikenal ini tembus dada dari belakang hingga depan. Namun, nyawa Patah bisa diselamatkan.
Insiden serupa menimpa anggota polisi satuan Binmas Polsek Metro Cilandak, Aiptu Dwiyatna, 7 Agustus lalu. Dwiyatna ditembak di Jalan Otista Raya, Ciputat, Tangerang Selatan, sekitar pukul 05.00. Dwiyatna tewas setelah peluru menembus helm dan bersarang di kepalanya.
Sebulan kemudian, tepatnya pada 13 Agustus, rumah anggota Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Tulam, di Perum Banjar Wijaya Blok B 49/6 RT 02/07 Cluster Yunani, Kelurahan Cipete Pinang, Kota Tangerang, ditembaki orang tak dikenal.
Aksi teror juga terhadap polisi juga terjadi di Tasikmalaya. Pelaku teror melempar bom rakitan di Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Rajapolah dan di Pos Polisi Jalan Mitrabatik, Kota Tasikmalaya. Pos Polisi di Jalan Mitrabatik dilempar bom rakitan pada 13 Mei. Satu orang pelaku tewas ditembak anggota Satuan Polisi Lalu Lintas usai melakukan perbuatannya.
Sementara aksi pelemparan bom rakitan di Polsek Rajapolah terjadi pada Sabtu 20 Juli, sekitar pukul 02.00. Bom dilempar oleh seorang pengendara motor ke halaman kantor Polsek.
Bom tersebut berbentuk seperti panci presto yang berisi kabel ponsel berdaya ledak kecil, timah, dan paku. Petugas juga menemukan barang bukti berupa telepon genggam, remote control, dan bubuk mesiu. Barang-barang bukti itu, termasuk mesiu ditemukan dari bekas ledakan di pojok halaman kantor Polsek.
Puncaknya, 16 Agustus, Brigadir Kepala Maulana dan Aiptu Kus Hendratma, anggota Polsek Pondok Aren, Tangerang Selatan, tewas ditembak oleh orang tak dikenal.
Saat itu Aiptu Kus Hendratna mendatangi Mapolsek saat akan apel pukul 22.00. Saat mau masuk ke Polsek, Aiptu Kus dipepet dua orang yang mengendarai Mio hitam dan langsung ditembak pada bagian belakang kepala. Korban langsung terjatuh dan meninggal di tempat.
Melihat aksi tersebut, empat anggota lain yang tergabung dalam tim buru sergap mengejar pelaku. Kebetulan tim yang menggunakan mobil Avanza ini persis di belakangnya. "Anggota Buser kemudian menabrak motor pelaku."
Namun, mobil polisi itu terperosok ke got tanggul jalan. Pelaku yang turun dari motor datang dan menembak supir Avanza, Bripka Maulana, yang baru keluar dari pintu. Dia juga meninggal di tempat.
Penembak Terlatih
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Pol. Rikwanto mengatakan, penembak polisi di Pondok Aren, Tangerang Selatan, diduga terlatih. "Dilihat dari cara dia melakukan, memilih waktu, memilih sasaran," ujarnya, Sabtu.
Rikwanto menambahkan salah satu indikasinya adalah jarak tembak antara korban dengan pelaku. "Dari kesaksian yang ada, tembakan berjarak 2-2,5 meter, baik yang pertama maupun yang kedua."
Dengan jarak seperti itu, pelaku bisa menembak dengan jitu. Kedua polisi yang menjadi korban ditembak hingga tewas. Dalam kasus ini, penembak harus memiliki mental kuat dan tingkat akurasi yang tinggi.
Rikwanto juga mengatakan terdapat kemiripan modus dalam rentetan penembakan polisi ini. Dari sepeda motor yang digunakan, mereka selalu berboncengan dua orang. Kemudian juga dilakukan pada malam atau dini hari. "Sasarannya selalu anggota kepolisian," katanya.
Polisi telah mendapatkan selongsong dan anak peluru di lokasi-lokasi penembakan, termasuk di Pondok Aren. Menurutnya, pelaku juga menggunakan kaliber peluru yang sama. "Di TKP selongsong dan anak peluru 9 mm, 90 persen sama pelakunya," ujarnya.
Namun, polisi tidak akan terburu-buru menyimpulkan apakah memang terdapat hubungan dalam beberapa kasus penembakan polisi yang terjadi. "Kami akan lakukan uji balistik lagi dan dibandingkan hasilnya," katanya.
Hingga Minggu, 18 Agustus, belum ada titik terang atas serangkaian penembakan ini. Di masyarakat beredar kabar bahwa penembakan ini berkaitan dengan banyaknya penggrebekan kartel narkoba. Namun kabar ini belum bisa dikonfirmasi.
Mabes Polri melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Polisi Boy Rafli Amar, menyebutkan ada kesamaan peluru antara yang digunakan penembak dua polisi di Pondok Aren, dengan beberapa kasus serupa di Sulawesi dan Jawa.
“Peluru kaliber 9,9 mm ini biasa digunakan para teroris. Amunisi ini diduga bagian dari penyelundupan senjata dari Filipina,” kata dia di Mabes Polri.
Boy mengatakan, sebelum ini Abu Umar menyelundupkan senjata dari Filipina ke wilayah Poso, Sulawesi Tengah. Senjata dan amunisi itu kemudian digunakan oleh kelompok Abu Roban di Poso, dan juga pada beberapa kasus di pulau Jawa. “Seperti penembakan yang dilakukan Fahran cs di Solo, amunisinya juga sama,” ujar Boy.
Saat ini polisi sedang mengembangkan hasil uji balistik ini. “Kami masih belum tahu ini senjata rakitan atau senjata pabrikan. Polisi masih mendalaminya,” kata Boy.
Ia polisi kesulitan dalam mendeteksi senjata ini. “Bisa saja senjatanya rakitan, tapi larasnya pabrikan. Ini yang digunakan oleh banyak anggota teroris Poso pimpinan Abu Roban,” ujar dia.
Laras-laras tersebut berasal dari senjata tua sisa konflik di Filipina yang diselundupkan. Laras-laras itu cocok dengan kaliber yang digunakan dalam berbagai penembakan, termasuk penembakan terhadap dua anggota polisi Polsek Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Berdasarkan data proyektil dan uji balistik yang ditemukan di dua tempat kejadian perkara, polisi menduga ada keterkaitan penembakan ini dengan kelompok teroris. “Apalagi Tangerang termasuk daerah yang rawan dimanfaatkan kelompok teroris. Ada beberapa anggota teroris yang ditangkap di wilayah ini, salah satunya Dulmatin,” kata Boy.
Untuk memburu para penembak tersebut polisi berkoordinasi dengan pihak TNI. Kordinasi ini dilakukan untuk mengumpulkan data dan langkah pencarian para tersangka.
"Koordinasi di jajaran intelijen, karena TNI juga memiliki intelejen. Diharapkan, jaringan intelejen TNI bisa memberikan informasi kepada kami," kata Boy.
● Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.