Berlayar ke Papua, Freedom Flotilla Dituding Cari Sensasi
Jakarta • Pelayaran kapal kelompok aktivis Australia dan Papua Barat dari Cairns, Australia, menuju Papua dianggap Pemerintah Indonesia sebagai upaya mencari sensasi.
"Itu hanya upaya dari sekelompok orang untuk mencari perhatian," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Michael Tene, Minggu (18/8). "Statusnya (Papua) itu sudah tidak pernah dipermasalahkan lagi oleh Australia ataupun Papua Nugini."
Ia menambahkan setiap pihak yang masuk ke teritorial Indonesia harus memenuhi izin dan peraturan negeri ini tanpa kecuali. "Bahkan untuk para nelayan," tegasnya
Sebagai informasi, sekelompok aktivis Australia dan Papua Barat berlayar dari Cairns, Australia, Sabtu (17/8) waktu setempat, ke Papua Barat, Indonesia. Ini dilakukan sebagai bentuk protes kekerasan yang dialami masyarakat Papua Barat, sejak bersatu ke dalam wilayah Indonesia pada 1960 silam.(Dika Dania Kardi)
TNI Diperintahkan Bersiap Hadapi Kedatangan Kapal Pembawa Aktivis Australia
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto telah menginstruksikan TNI-AL dan TNI-AU melalui Panglima TNI untuk mengantisipasi kedatangan kapal Australia yang membawa sekelompok aktivis Australia dan Papua Barat yang dikabarkan akan berlayar dari Cairns, Australia, Sabtu (17/8) waktu setempat, ke Papua Barat, Indonesia. Ini dilakukan sebagai bentuk protes kekerasan yang dialami masyarakat Papua Barat.
Djoko di Jakarta, Minggu (18/8), mengaku telah berkomunikasi dengan Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriaty. Menurut Djoko, Greg menjelaskan kapal tersebut akan berlayar dari Cairns ke Papua Nugini, bukan ke Indonesia atau wilayah Papua.
"Mereka juga tidak memiliki visa untuk melintas wilayah Indonesia. TNI-AL dan TNI-AU sudah siaga untuk mengantisipasi perjalanan mereka," kata Djoko melalui pesan singkatnya.
Ia pun telah menyapaikan kepada Dubes Australia sebaiknya tidak boleh ada negara menjadi tempat memfasilitasi untuk pemberangkatan siapapun yang mengganggu kedaulatan negara lain.
"Sangat jelas, saya sampaikan kepada Dubes Australia sebaiknya tidak boleh ada negara menjadi tempat memfasilitasi untuk pemberangkatan siapapun yang mengganggu kedaulatan negara lain. Kalau dikaitkan dengan kekerasan dan HAM. Kami (pemerintah Indonesia) juga memilik concern yang sama," tegasnya.
Diketahui, sekitar 50 orang dalam rombongan tersebut akan menumpang dua kapal Papua Barat Freedom Flotilla, ke pantai timur Australia, melalui Selat Torres, lalu menuju Papua Nugini, di mana mereka berharap dapat melanjutkan perjalanan ke Merauke di pantai selatan Papua.
Di antara mereka terdapat seorang warga Aborigin Australia, Kevin Buzzacott, dan pemimpin Papua Barat, Jacob Rumbiak. Para peserta Freedom Flotilla ini telah menolak visa Indonesia, dan akan memasuki perairan Indonesia tanpa izin berlayar.(Akhmad Mustain)
Australia Tegaskan tidak Dukung Freedom Flotilla
Kedutaan Besar Australia di Jakarta menyatakan tindakan kelompok aktivis yang berlayar bersama Freedom Flotilla ke Papua tidak mendapat dukungan dari dalam negeri.
'Yang disebut Freedom Flotilla adalah golongan pinggir yang pandangannya tidak didukung oleh orang Australia pada umumnya," demikian siaran pers Kedubes Australia yang diterima, Minggu (18/8).
Dalam rilis tersebut dinyatakan pula pemerintah Australia tidak mendukung tindakan kelompok yang berusaha untuk melanggar hukum negara lain. Hal itu termasuk terhadap Freedom Flotilla yang bermaksud berlayar ke wilayah Indonesia secara ilegal.
"Kebijakan Pemerintah Australia tentang kedaulatan Indonesia benar-benar jelas. Australia mengakui dan mendukung kedaulatan Indonesia termasuk provinsi-provinsi Papua," tegas Kedubes Australia di akhir siaran pers.(Dika Dania Kardi/Astri Novaria)
Marty: PNG juga Tolak Kehadiran Freedom Flotilla
Sekelompok aktivis Australia dan Papua Barat dikabarkan akan berlayar dari Cairns, Australia, Sabtu (17/8) waktu setempat, ke Papua Barat, Indonesia. Ini dilakukan sebagai bentuk protes kekerasan yang dialami masyarakat Papua Barat.
Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, pemerintah Indonesia sudah mendapatkan informasi tentang ulah kelompok yang akan mengupayakan pelayaran kapal dari Cairn, Australia, menuju ke Pulau Daru, Papua New Guinea. "Itu terus kami monitor," ujar Marty di Istana Merdeka Jakarta, Minggu (18/8).
Selain memonitor, ujarnya, pemerintah RI juga berkomunikasi dengan Pemerintah Australia dan Papua Nugini (PNG). Secara umum, ujarnya, pemerintah kedua negara mendukung Papua dan Papua Barat sebagai bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Jelas menyampaikan sikap yang mendukung Indonesia tentang Provinsi Papua dan Papua Barat," ujarnya.
Bahkan, menurut Marty, Pemerintah Papua Nugini juga menolak memberikan izin kepada kapal asal Australia itu untuk masuk ke wilayahnya.
Sementara itu, Staf Presiden Bidang Hubungan Luar Negeri Teuku Faizasyah menilai, rencana kapal asal Australia untuk masuk ke wilayah perairan Papua tanpa izin tidak baik dalam kerangka hubungan bilateral. "Untuk memasuki perairan kita kan harus ada izin. Tidak bisa dengan cara-cara seperti itu," katanya.
Lebih lanjut, dia menyatakan sudah mengingatkan Australia untuk memerhatikan ketentuan yang berlaku dalam hal keimigrasian. "Sudah diingatkan, untuk memperhatikan aspek legalitas," katanya.
Diketahui, sekitar 50 orang dalam rombongan tersebut akan menumpang dua kapal Papua Barat Freedom Flotilla, ke pantai timur Australia, melalui Selat Torres, lalu menuju Papua Nugini, di mana mereka berharap dapat melanjutkan perjalanan ke Merauke di pantai selatan Papua.
Di antara mereka terdapat seorang warga Aborigin Australia, Kevin Buzzacott, dan pemimpin Papua Barat, Jacob Rumbiak. Para peserta Freedom Flotilla ini telah menolak visa Indonesia, dan akan memasuki perairan Indonesia tanpa izin berlayar.(Akhmad Mustain)
● MetroTv
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.