Di Indonesia, polisi AL ini terkenal bernama buruk karena berbagai pembunuhan yang dilakukan di luar Jawa.
Apabila AD Jepang memiliki polisi militer (PM) Kempetai, Dai Nippon Teikoku Kaigun atau AL Kekaisaran Jepang miliki PM merangkap dinas rahasia yang tak kalah kejam. Kesatuan ini disebut Tokei-tai.
Bahkan di Indonesia, polisi AL ini terkenal bernama buruk karena berbagai pembunuhan yang dilakukan di luar Jawa, seperti di Kalimantan dan Timor. Sewaktu Jepang menguasai Indonesia, maka Jawa-Madura dan Sumatra dikuasai AD atau Rikugun. Sedangkan Kalimantan dan wilayah Indonesia lain diserahkan pada Kaigun.
Betapa kejamnya Tokei-tai misalnya selama periode Oktober 1943 hingga Juni 1944, mereka melakukan serangkaian pembunuhan massal di Kalimantan dengan dalih membasmi gerakan perlawanan anti-Jepang. Dengan penyiksaan kejam, mereka berusaha memeras pengakuan tahanan untuk meyakinkan khalayak bahwa perlawanan itu memang benar adanya.
Eksekusi mati pun dilakukan di Pontianak terhadap 63 orang Indonesia, Cina, dan Belanda yang sebetulnya tidak bersalah. Diperkirakan sekitar 1.000 orang dibunuh di Mandor berdasarkan instruksi dari markas AL di Surabaya.
Letnan AL Yamamoto mengaku 240 orang lainnnya juga dibunuh di Sungai Durian dan ratusan orang lainnya di Ketapang dan Pontianak, termasuk Sultan Pontianak dan kedua putranya. Pada Agustus 1944, Tokei-tai mengeksekusi 120 orang Cina di Singkawang. Sebagian besar tanpa peradilan sama sekali dan motivasinya hanyalah ingin menguasai harta benda mereka.
Dalam penelitiannya yang terkenal mengenai kejahatan perang Jepang, Lord Russel of Liverpool mengutip pengakuan Hayashi, penerjemah Tokei-tai di Singkawang. Menurut Hayashi, ke-120 orang itu ditangkap dengan tuduhan palsu seolah-olah mereka berkomplot untuk melawan pemerintahan militer Jepang.
Mereka diinterogasi, disiksa dengan listrik dan air. Hayashi menyatakan sebetulnya orang-orang itu tidak bersalah dan tidak terlibat komplotan. Mereka ditangkap hanya karena kebetulan mereka kaya.
"Pengakuan" mereka bahkan dibuat sebelumnya dan tinggal ditandatangani sesudah penyiksaan. Mereka semuanya dihukum mati. "Karena mereka kaya, maka lebih baik dibunuh. Uang dan harta mereka pun lalu disita untuk Tokei-tai," demikian Hayashi yang mengaku juga ikut dalam proses penyiksaan.(Rb. Majalah Angkasa Edisi Perang Asia Timur Raya 2)
Apabila AD Jepang memiliki polisi militer (PM) Kempetai, Dai Nippon Teikoku Kaigun atau AL Kekaisaran Jepang miliki PM merangkap dinas rahasia yang tak kalah kejam. Kesatuan ini disebut Tokei-tai.
Bahkan di Indonesia, polisi AL ini terkenal bernama buruk karena berbagai pembunuhan yang dilakukan di luar Jawa, seperti di Kalimantan dan Timor. Sewaktu Jepang menguasai Indonesia, maka Jawa-Madura dan Sumatra dikuasai AD atau Rikugun. Sedangkan Kalimantan dan wilayah Indonesia lain diserahkan pada Kaigun.
Betapa kejamnya Tokei-tai misalnya selama periode Oktober 1943 hingga Juni 1944, mereka melakukan serangkaian pembunuhan massal di Kalimantan dengan dalih membasmi gerakan perlawanan anti-Jepang. Dengan penyiksaan kejam, mereka berusaha memeras pengakuan tahanan untuk meyakinkan khalayak bahwa perlawanan itu memang benar adanya.
Eksekusi mati pun dilakukan di Pontianak terhadap 63 orang Indonesia, Cina, dan Belanda yang sebetulnya tidak bersalah. Diperkirakan sekitar 1.000 orang dibunuh di Mandor berdasarkan instruksi dari markas AL di Surabaya.
Letnan AL Yamamoto mengaku 240 orang lainnnya juga dibunuh di Sungai Durian dan ratusan orang lainnya di Ketapang dan Pontianak, termasuk Sultan Pontianak dan kedua putranya. Pada Agustus 1944, Tokei-tai mengeksekusi 120 orang Cina di Singkawang. Sebagian besar tanpa peradilan sama sekali dan motivasinya hanyalah ingin menguasai harta benda mereka.
Dalam penelitiannya yang terkenal mengenai kejahatan perang Jepang, Lord Russel of Liverpool mengutip pengakuan Hayashi, penerjemah Tokei-tai di Singkawang. Menurut Hayashi, ke-120 orang itu ditangkap dengan tuduhan palsu seolah-olah mereka berkomplot untuk melawan pemerintahan militer Jepang.
Mereka diinterogasi, disiksa dengan listrik dan air. Hayashi menyatakan sebetulnya orang-orang itu tidak bersalah dan tidak terlibat komplotan. Mereka ditangkap hanya karena kebetulan mereka kaya.
"Pengakuan" mereka bahkan dibuat sebelumnya dan tinggal ditandatangani sesudah penyiksaan. Mereka semuanya dihukum mati. "Karena mereka kaya, maka lebih baik dibunuh. Uang dan harta mereka pun lalu disita untuk Tokei-tai," demikian Hayashi yang mengaku juga ikut dalam proses penyiksaan.(Rb. Majalah Angkasa Edisi Perang Asia Timur Raya 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.