Rancangan KFX/IFX [sheldon] ★
Menteri Pertahanan Ryamirzard Ryacudu memastikan bahwa proyek program kerjasama pembuatan pesawat tempur Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX) antara Korea Selatan dan Indonesia tetap dijalankan.
Hal itu ia katakan untuk menjawab keraguan dan adanya isu penundaan dari program pembuatan pesawat jet siluman generasi 4.5 itu.
"[Program] tetap dilanjutkan," kata Ryamizard di Mako Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (3/5).
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) itu mengatakan bahwa pemerintah bisa merugi jika program itu tak dilanjutkan.
Pasalnya, uang yang sudah digelontorkan oleh pemerintah terbilang besar. Pemerintah telah menggelontorkan jaminan uang muka demi berlangsungnya proyek ini sebesar Rp 3 triliun.
"Sudah didatangkan, jangan sampai rugi dong kita, itu Rp 3 triliun masa dibuang," kata dia.
Meski tetap dilanjutkan, ia melihat masih ada beberapa kendala seperti kelengkapan perizinan dan masalah MoU yang hingga saat ini masih diperdebatkan.
Salah satu kendalanya karena Indonesia ingin agar alih teknologi pesawat itu dapat digunakan Indonesia dan dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Melihat hal itu, Ryamizard mengatakan pemerintah Indonesia bakal terus benegosiasi hingga tercapainya kesepakatan yang tak merugikan pihak Indonesia.
Tak ada masalah teknologi AS
Tak hanya itu, Ryamirzard juga mengungkapkan tak ada permasalahan 'restu' dari Amerika Serikat terkait penggunaan teknologinya yang menjadi komponen dalam proyek tersebut.
Ia mengatakan pihaknya masih terus membahas lebih lanjut permasalahan tersebut dengan pihak AS.
"Nah itu akan dibahas. tp saya rasa baik baik sajalah. Orang pasti bisa," kata dia.
Sebelumnya, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Totok Sugiharto mengatakan pihaknya bakal meninjau ulang perjanjian proyek pengembangan pesawat tempur yang bernilai investasi mencapai 8 miliar dollar AS itu.
Proyek pengembangan pesawat tempur ini pernah tertunda pada 2009 silam. Baru pada 7 Januri 2016 Indonesia dan Korea Selatan menandatangani cost share agreement.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sempat mengungkapkan Indonesia belum membayar 20 persen dari total biaya pengerjaan KF-X/IF-X fase kedua seperti yang telah disepakati dalam kontrak.
Pada fase kedua pembuatan purwarupa tersebut Indonesia harus membayar 20 persen dari total biaya sebesar Rp 18 triliun atau 1,65 triliun won (US$1,3 miliar).
Sementara 80 persen sisanya ditanggung pemerintah Korsel. Total dana yang dikeluarkan kedua negara untuk penggarapan fase kedua ini sebanyak 8,6 triliun won.
Ada tiga fase pembuatan KF-X/IF-X, yaitu pengembangan teknologi atau pengembangan konsep (technology development), pengembangan rekayasa manufaktur atau pengembangan prototipe (engineering manufacturing development), dan terakhir proses produksi massal.
Direncanakan, pada 2020 pesawat tempur tersebut sudah bisa diproduksi, dan pada 2025 diharapkan sudah bisa beroperasi. (eks)
Menteri Pertahanan Ryamirzard Ryacudu memastikan bahwa proyek program kerjasama pembuatan pesawat tempur Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX) antara Korea Selatan dan Indonesia tetap dijalankan.
Hal itu ia katakan untuk menjawab keraguan dan adanya isu penundaan dari program pembuatan pesawat jet siluman generasi 4.5 itu.
"[Program] tetap dilanjutkan," kata Ryamizard di Mako Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (3/5).
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) itu mengatakan bahwa pemerintah bisa merugi jika program itu tak dilanjutkan.
Pasalnya, uang yang sudah digelontorkan oleh pemerintah terbilang besar. Pemerintah telah menggelontorkan jaminan uang muka demi berlangsungnya proyek ini sebesar Rp 3 triliun.
"Sudah didatangkan, jangan sampai rugi dong kita, itu Rp 3 triliun masa dibuang," kata dia.
Meski tetap dilanjutkan, ia melihat masih ada beberapa kendala seperti kelengkapan perizinan dan masalah MoU yang hingga saat ini masih diperdebatkan.
Salah satu kendalanya karena Indonesia ingin agar alih teknologi pesawat itu dapat digunakan Indonesia dan dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Melihat hal itu, Ryamizard mengatakan pemerintah Indonesia bakal terus benegosiasi hingga tercapainya kesepakatan yang tak merugikan pihak Indonesia.
Tak ada masalah teknologi AS
Tak hanya itu, Ryamirzard juga mengungkapkan tak ada permasalahan 'restu' dari Amerika Serikat terkait penggunaan teknologinya yang menjadi komponen dalam proyek tersebut.
Ia mengatakan pihaknya masih terus membahas lebih lanjut permasalahan tersebut dengan pihak AS.
"Nah itu akan dibahas. tp saya rasa baik baik sajalah. Orang pasti bisa," kata dia.
Sebelumnya, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Totok Sugiharto mengatakan pihaknya bakal meninjau ulang perjanjian proyek pengembangan pesawat tempur yang bernilai investasi mencapai 8 miliar dollar AS itu.
Proyek pengembangan pesawat tempur ini pernah tertunda pada 2009 silam. Baru pada 7 Januri 2016 Indonesia dan Korea Selatan menandatangani cost share agreement.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sempat mengungkapkan Indonesia belum membayar 20 persen dari total biaya pengerjaan KF-X/IF-X fase kedua seperti yang telah disepakati dalam kontrak.
Pada fase kedua pembuatan purwarupa tersebut Indonesia harus membayar 20 persen dari total biaya sebesar Rp 18 triliun atau 1,65 triliun won (US$1,3 miliar).
Sementara 80 persen sisanya ditanggung pemerintah Korsel. Total dana yang dikeluarkan kedua negara untuk penggarapan fase kedua ini sebanyak 8,6 triliun won.
Ada tiga fase pembuatan KF-X/IF-X, yaitu pengembangan teknologi atau pengembangan konsep (technology development), pengembangan rekayasa manufaktur atau pengembangan prototipe (engineering manufacturing development), dan terakhir proses produksi massal.
Direncanakan, pada 2020 pesawat tempur tersebut sudah bisa diproduksi, dan pada 2025 diharapkan sudah bisa beroperasi. (eks)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.