Naskah Asli Oleh H. Soewidodo
Peristiwa ini terjadi 46 tahun silam sekitar bulan September 1965.
Peristiwa ini terjadi 46 tahun silam sekitar bulan September 1965.
Didalam
tugas Operasi Dwikora Kompi C dari YonZipur 5 Brawijaya dibawah
pimpinan Danki Lettu CZI Wiradi (1960) di BP kan pada Brigif 5 dengan
Dan Brigif Kol INF Jamal mendapat tugas di Kaltim. Ton 2 dibawah Danton
Letda Suyoto (1963) sudah berangkat lebih dulu mengikuti Yonif 509 masuk
ke pedalaman sedang Ton 3 dibawah Danton Letda Maxmilian Turumbe (1963)
juga sudah berangkat ke pedalaman Long Bawang. Sedangkan saya dengan
Ton 1 dan Ton 4 yang dipimpin Capa Sochirin dan komando Kompi masih
berada di Tarakan.
Suatu malam Danki dipanggil Panglima Brigjen Mung Parhadimulyo untuk menerima tugas khusus yaitu mengambil 2 buah mesin pesawat Hercules yang jatuh diperbatasan dengan utuh dan tanpa ada korban jiwa. Untuk itu saya dengan peleton saya yang mendapat kehormatan melaksanakan tugas tersebut. Semula kami satu peleton akan didrop dengan pesawat, tetapi dibatalkan karena pertimbangan keselamatan pasukan, karena peleton kami belum pernah terjun payung. Maka kami segera bergerak menuju Malinou diangkut dengan 2 perahu besar menyusuri sungai Kayan selama 2 hari 1 malam. Malinou sendiri berada dihulu sungai Kayan yang sangat panjang dan lebar sekali. Bisa dibayangkan kalau disana sungainya bisa pasang surut layaknya laut saja.
Kemudian dari sini kami diangkut 2 Helicopter MI 8 menuju pedalaman bergabung dengan komando Brigif yang sudah berada di Long Kayan. Dengan diantar seorang bintara Brigif saya dan Danru Sertu Hayi meninjau lokasi jatuhnya pesawat yang ternyata berada di pinggir hutan dan didepan dataran landai dimana dataran ini hanya 500 meter dari perbatasan dimana musuh sudah menaruh beberapa kanon dan bisa dengan jelas melihat dataran ini. Seperti diketahui pesawat Hercules TNI AU ini tertembak jatuh oleh pasukan Arhanud kita sendiri yang bertugas sebelum Brigif 5. Pesawat itu sedang mengangkut 1 kompi RPKAD dibawah pimpinan Danki Lettu Sentot (alumni AMN 1961).
Maka saya putuskan bahwa mesin pesawat itu harus dibawa masuk lebih dahulu ke basis kami yang berjarak sekitar 3 – 4 km dengan melalui hutan sampai ada dataran untuk pendaratan heli pengangkutnya. Seingat saya mesin itu cukup besar dengan diameter sekitar 1.3 meter dan beratnya kurang lebih sekitar 3 ton, sedangkan baling-balingnya mungkin berdiameter sekitar 2.5 meter. Oleh karena itu kami harus membuat jalan selebar 2 meter dengan peralatan seadanya secara manual. Medannya sangat berat karena hutannya masih perawan namun akhirnya jalannya bisa tembus setelah kami kerjakan 58 hari dimana 6 hari terakhir dibantu peleton 3 yang sudah menyusul kami.
Tetapi masih ada kendala lainnya yaitu harus melewati sungai selebar 5 meter, maka saya minta pada team TNI AU untuk mendatangkan peralatan berupa sling kabel 1/2 inch sepanjang 70 meter, 12 buah klem kabel, 2 buah tracker, 3 buah katrol 4 mata dan lain lain. Kemudian kabel ini saya bentangkan melewati sungai itu dan saya ikatkan pada pohon besar dan yang seberang lagi pada pohon besar tetapi sudah mati / kering. Sekarang barulah regu AURI yang terdiri dari 7 orang bekerja setelah menunggu 60 hari untuk menurunkan 1 mesin dulu dan ditaruh diatas troly yang hanya dikerjakan selama kurang dari 1 hari dibawah pimpinan Kapten Bambang. Untuk pengangkutan troly saya hanya memakai satu regu yang saya pimpin sendiri. Untuk mengelabui musuh, kami barangkat per 2 orang dengan tanpa senjata serta bertelanjang hanya memakai celana pendek dan ketabang / topi Dayak dengan membawa keranjang dan mandau (sejenis pedang suku Dayak). Troli mesin pesawat kami dorong dengan berlari sambil berteriak-teriak untuk mengurangi ketegangan. Akhirnya dataran yang seluas 200 mt bisa kami lewati dengan selamat meskipun capeknya bukan main seperti lari 10 km dan kemudian troli ini didorong oleh regu lain sampai di tepi sungai.
Selanjutnya troli mesin kami gantungkan pada kabel yang terbentang diatas sungai tadi. Tetapi tiba tiba terdengar bunyi pletak yang cukup keras dan semua orang menduga bahwa pohon yang mati itu tidak kuat. Pasi 2 Brigif Kapten Soleh yang ikut menunggui minta pekerjaan ditunda dulu. Setelah semua anggauta pulang ke base kamp saya dengan beberapa anggauta menyelidiki apa yang terjadi dan apa penyebabnya. Ternyata ada satu akar samping yang patah, ini terjadi karena slink kabel telah mendapat beban berat hingga menarik pohon ini kesamping. Maka usaha kami adalah mengurangi daya tarik ini dengan membuat 2 angkur untuk menarik pohon hingga tidak ada moment puntir lagi. Malam harinya Danki Lettu Wiradi bersama saya, kapten Bambang dan Capa Sohirin berdiskusi. Saya tetap mengusulkan untuk melanjutkan evakuasi mesin dengan cara tadi. Karena bila membuat jembatan akan memakan waktu yang lama dan bila memindahkan lokasi penyeberangan juga sama. Maka saya minta usaha tadi diteruskan. Danki secara bergurau mengatakan bahwa kita harus siap melepaskan tanda pangkat sebagai taruhannya apabila mesin jatuh kesungai.
Akhirnya penyeberangan dengan cara tadi kita laksanakan setelah kita kontrol dan perkuat kabel-kabelnya dan semua klem-nja. Alhamdulillah berhasil dan troli mesin bisa kami dorong sampai akhirnya diangkut oleh helicopter yang landasannya sudah kami buat dari kayu karena bekas payau (rawa-rawa). Demikian pula pengambilan troli mesin yang kedua tidak ada hambatan apa2. Sekali lagi kita ucapkan syukur kehadirat Illahi karena selang satu hari setelah troli mesin selesai diangkut ke Tarakan hujan pun datang dan jalan yang kita buat dengan susah payah itu menjadi licin dan becek serta sulit untuk dilalui. Bisa dibayangkan kalau pelaksanaan tugas kami terlambat satu hari saja maka pasti kami akan gagal total.
Maha Suci Allah yang telah mengulurkan pertolongan-Nya pada pasukan kami.
Semarang, 7 Agustus 2011
Suatu malam Danki dipanggil Panglima Brigjen Mung Parhadimulyo untuk menerima tugas khusus yaitu mengambil 2 buah mesin pesawat Hercules yang jatuh diperbatasan dengan utuh dan tanpa ada korban jiwa. Untuk itu saya dengan peleton saya yang mendapat kehormatan melaksanakan tugas tersebut. Semula kami satu peleton akan didrop dengan pesawat, tetapi dibatalkan karena pertimbangan keselamatan pasukan, karena peleton kami belum pernah terjun payung. Maka kami segera bergerak menuju Malinou diangkut dengan 2 perahu besar menyusuri sungai Kayan selama 2 hari 1 malam. Malinou sendiri berada dihulu sungai Kayan yang sangat panjang dan lebar sekali. Bisa dibayangkan kalau disana sungainya bisa pasang surut layaknya laut saja.
Kemudian dari sini kami diangkut 2 Helicopter MI 8 menuju pedalaman bergabung dengan komando Brigif yang sudah berada di Long Kayan. Dengan diantar seorang bintara Brigif saya dan Danru Sertu Hayi meninjau lokasi jatuhnya pesawat yang ternyata berada di pinggir hutan dan didepan dataran landai dimana dataran ini hanya 500 meter dari perbatasan dimana musuh sudah menaruh beberapa kanon dan bisa dengan jelas melihat dataran ini. Seperti diketahui pesawat Hercules TNI AU ini tertembak jatuh oleh pasukan Arhanud kita sendiri yang bertugas sebelum Brigif 5. Pesawat itu sedang mengangkut 1 kompi RPKAD dibawah pimpinan Danki Lettu Sentot (alumni AMN 1961).
Maka saya putuskan bahwa mesin pesawat itu harus dibawa masuk lebih dahulu ke basis kami yang berjarak sekitar 3 – 4 km dengan melalui hutan sampai ada dataran untuk pendaratan heli pengangkutnya. Seingat saya mesin itu cukup besar dengan diameter sekitar 1.3 meter dan beratnya kurang lebih sekitar 3 ton, sedangkan baling-balingnya mungkin berdiameter sekitar 2.5 meter. Oleh karena itu kami harus membuat jalan selebar 2 meter dengan peralatan seadanya secara manual. Medannya sangat berat karena hutannya masih perawan namun akhirnya jalannya bisa tembus setelah kami kerjakan 58 hari dimana 6 hari terakhir dibantu peleton 3 yang sudah menyusul kami.
Tetapi masih ada kendala lainnya yaitu harus melewati sungai selebar 5 meter, maka saya minta pada team TNI AU untuk mendatangkan peralatan berupa sling kabel 1/2 inch sepanjang 70 meter, 12 buah klem kabel, 2 buah tracker, 3 buah katrol 4 mata dan lain lain. Kemudian kabel ini saya bentangkan melewati sungai itu dan saya ikatkan pada pohon besar dan yang seberang lagi pada pohon besar tetapi sudah mati / kering. Sekarang barulah regu AURI yang terdiri dari 7 orang bekerja setelah menunggu 60 hari untuk menurunkan 1 mesin dulu dan ditaruh diatas troly yang hanya dikerjakan selama kurang dari 1 hari dibawah pimpinan Kapten Bambang. Untuk pengangkutan troly saya hanya memakai satu regu yang saya pimpin sendiri. Untuk mengelabui musuh, kami barangkat per 2 orang dengan tanpa senjata serta bertelanjang hanya memakai celana pendek dan ketabang / topi Dayak dengan membawa keranjang dan mandau (sejenis pedang suku Dayak). Troli mesin pesawat kami dorong dengan berlari sambil berteriak-teriak untuk mengurangi ketegangan. Akhirnya dataran yang seluas 200 mt bisa kami lewati dengan selamat meskipun capeknya bukan main seperti lari 10 km dan kemudian troli ini didorong oleh regu lain sampai di tepi sungai.
Selanjutnya troli mesin kami gantungkan pada kabel yang terbentang diatas sungai tadi. Tetapi tiba tiba terdengar bunyi pletak yang cukup keras dan semua orang menduga bahwa pohon yang mati itu tidak kuat. Pasi 2 Brigif Kapten Soleh yang ikut menunggui minta pekerjaan ditunda dulu. Setelah semua anggauta pulang ke base kamp saya dengan beberapa anggauta menyelidiki apa yang terjadi dan apa penyebabnya. Ternyata ada satu akar samping yang patah, ini terjadi karena slink kabel telah mendapat beban berat hingga menarik pohon ini kesamping. Maka usaha kami adalah mengurangi daya tarik ini dengan membuat 2 angkur untuk menarik pohon hingga tidak ada moment puntir lagi. Malam harinya Danki Lettu Wiradi bersama saya, kapten Bambang dan Capa Sohirin berdiskusi. Saya tetap mengusulkan untuk melanjutkan evakuasi mesin dengan cara tadi. Karena bila membuat jembatan akan memakan waktu yang lama dan bila memindahkan lokasi penyeberangan juga sama. Maka saya minta usaha tadi diteruskan. Danki secara bergurau mengatakan bahwa kita harus siap melepaskan tanda pangkat sebagai taruhannya apabila mesin jatuh kesungai.
Akhirnya penyeberangan dengan cara tadi kita laksanakan setelah kita kontrol dan perkuat kabel-kabelnya dan semua klem-nja. Alhamdulillah berhasil dan troli mesin bisa kami dorong sampai akhirnya diangkut oleh helicopter yang landasannya sudah kami buat dari kayu karena bekas payau (rawa-rawa). Demikian pula pengambilan troli mesin yang kedua tidak ada hambatan apa2. Sekali lagi kita ucapkan syukur kehadirat Illahi karena selang satu hari setelah troli mesin selesai diangkut ke Tarakan hujan pun datang dan jalan yang kita buat dengan susah payah itu menjadi licin dan becek serta sulit untuk dilalui. Bisa dibayangkan kalau pelaksanaan tugas kami terlambat satu hari saja maka pasti kami akan gagal total.
Maha Suci Allah yang telah mengulurkan pertolongan-Nya pada pasukan kami.
Semarang, 7 Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.