Jakarta | Jajaran TNI Angkatan Darat sedianya membelanjakan dana lebih dari Rp 2,7
triliun pada 2013. Sebagian besar anggaran itu untuk membeli peralatan
baru.
Pengumuman lelang Mabes TNI AD menyebut ada 11 direktorat/dinas yang akan menggelar lelang. Mereka yakni Pusat Intelijen AD akan menggelar lelang senilai Rp 89,22 miliar.
Pusat Penerbangan Angkatan Darat akan membelanjakan Rp 171,7 miliar. Sejumlah dana itu digunakan untuk pemeliharaan pesawat dan pengadaan alat angkut. Porsi pengadaan peralatan keselamatan (navigasi dan komunikasi) nilainya mencapai Rp 108,7 miliar.
Direktorat Zeni AD melaksanakan belanja material Rp 184 miliar. Direktorat Perhubungan AD melakukan belanja Rp 687,67 miliar dan di antaranya dialokasikan untuk pengadaan alat perhubungan sebesar Rp 669,5 miliar.
Direktorat Peralatan AD menganggarkan belanja Rp 985,37 miliar. Anggaran itu antara lain digunakan untuk pengadaan amunisi senilai Rp 280 miliar, pengadaan senjata dan alat optik Rp 406 miliar dan pengadaan/pergantian kendaraan tempur Rp 95,6 miliar.
Adapun Direktorat Pembekalan AD belanja sebesar Rp 588,84 miliar. Dana itu di antaranya digunakan untuk belanja alat angkut air sebesar Rp 174,1 miliar, payung udara Rp 16,2 miliar, alat kesatrian dan alat mesin kantor senilai Rp 34,53 miliar.
Direktorat Kesehatan AD belanja senilai Rp 14,58 miliar. Dana itu digunakan untuk pemeliharaan alat kesehatan Rp 3,29 miliar dan pengadaan material kesehatan Rp 11,28 miliar.
Direktorat Topografi AD akan belanja Rp 3,6 miliar dan di antaranya untuk pengadaan alat topografi Rp 3,2 miliar.
Sementara Dinas Penerangan AD akan belanja senilai Rp 1,35 miliar. Dari
dana itu sebesar Rp 1,3 miliar digunakan untuk membeli alat khusus
penerangan.
Dinas Penelitian dan Pengembangan AD belanja Rp 5,4 miliar. Dari dana itu sebesar Rp 4,59 miliar digunakan untuk pengadaan alat laboratorium.
Sementara Dinas Informasi dan Pengolahan Data AD akan belanja alat Rp 51,27 miliar. "Keterangan lebih lanjut bisa menghubungi badan pelaksana pusat TNI AD di masing-masing direktorat dan dinas," demikian jelas pengumuman lelang itu.
Soal pengadaan kebutuhan militer, pengamat transparansi anggaran Lucky Djani menilai sudah ada kemajuan terkait dengan keterbukaan informasi belanja militer. Setidaknya saat ini daftar belanja itu diumumkan terbuka.
Meski demikian perlu pula dikritisi apakah kebutuhan yang dibeli mendesak dan mendukung kinerja. "Tetap perlu dikritisi efektivitas belanja itu apakah berbasis kinerja," jelas pria yang pernah bergiat di Indonesia Corruption Watch dan Transparency International Indonesia.
Lucky menilai memang belanja militer terkait pertahanan negara kerap berbenturan dengan transparansi informasi. Meski demikian persoalan itu tetap bisa disiasati dengan pelibatan auditor terbatas yang menjadi pengawas seberapa efektif suatu belanja terhadap peningkatan kinerja.
Sementara pegiat antikorupsi di Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai pengumuman pengadaan secara elektronik belum menjamin keterbukaan informasi. Pasalnya, detail belanja yang dibutuhkan kini tak bisa diakses.
"Bila dulu pengumuman ditempel, bedanya sekarang diumumkan melalui website. Tapi kebutuhan dan spesifikasi detail barang yang hendak dibeli tidak muncul," ujar Uchok.
Hal itu, lanjut dia, membuat masyarakat tetap tak bisa ikut mengawasi belanja pemerintah. (C40/Bsi)
● Bisnis
Pengumuman lelang Mabes TNI AD menyebut ada 11 direktorat/dinas yang akan menggelar lelang. Mereka yakni Pusat Intelijen AD akan menggelar lelang senilai Rp 89,22 miliar.
Pusat Penerbangan Angkatan Darat akan membelanjakan Rp 171,7 miliar. Sejumlah dana itu digunakan untuk pemeliharaan pesawat dan pengadaan alat angkut. Porsi pengadaan peralatan keselamatan (navigasi dan komunikasi) nilainya mencapai Rp 108,7 miliar.
Direktorat Zeni AD melaksanakan belanja material Rp 184 miliar. Direktorat Perhubungan AD melakukan belanja Rp 687,67 miliar dan di antaranya dialokasikan untuk pengadaan alat perhubungan sebesar Rp 669,5 miliar.
Direktorat Peralatan AD menganggarkan belanja Rp 985,37 miliar. Anggaran itu antara lain digunakan untuk pengadaan amunisi senilai Rp 280 miliar, pengadaan senjata dan alat optik Rp 406 miliar dan pengadaan/pergantian kendaraan tempur Rp 95,6 miliar.
Adapun Direktorat Pembekalan AD belanja sebesar Rp 588,84 miliar. Dana itu di antaranya digunakan untuk belanja alat angkut air sebesar Rp 174,1 miliar, payung udara Rp 16,2 miliar, alat kesatrian dan alat mesin kantor senilai Rp 34,53 miliar.
Direktorat Kesehatan AD belanja senilai Rp 14,58 miliar. Dana itu digunakan untuk pemeliharaan alat kesehatan Rp 3,29 miliar dan pengadaan material kesehatan Rp 11,28 miliar.
Direktorat Topografi AD akan belanja Rp 3,6 miliar dan di antaranya untuk pengadaan alat topografi Rp 3,2 miliar.
Komodo Mistral (Nagabanda) |
Dinas Penelitian dan Pengembangan AD belanja Rp 5,4 miliar. Dari dana itu sebesar Rp 4,59 miliar digunakan untuk pengadaan alat laboratorium.
Sementara Dinas Informasi dan Pengolahan Data AD akan belanja alat Rp 51,27 miliar. "Keterangan lebih lanjut bisa menghubungi badan pelaksana pusat TNI AD di masing-masing direktorat dan dinas," demikian jelas pengumuman lelang itu.
Soal pengadaan kebutuhan militer, pengamat transparansi anggaran Lucky Djani menilai sudah ada kemajuan terkait dengan keterbukaan informasi belanja militer. Setidaknya saat ini daftar belanja itu diumumkan terbuka.
Meski demikian perlu pula dikritisi apakah kebutuhan yang dibeli mendesak dan mendukung kinerja. "Tetap perlu dikritisi efektivitas belanja itu apakah berbasis kinerja," jelas pria yang pernah bergiat di Indonesia Corruption Watch dan Transparency International Indonesia.
Lucky menilai memang belanja militer terkait pertahanan negara kerap berbenturan dengan transparansi informasi. Meski demikian persoalan itu tetap bisa disiasati dengan pelibatan auditor terbatas yang menjadi pengawas seberapa efektif suatu belanja terhadap peningkatan kinerja.
Sementara pegiat antikorupsi di Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai pengumuman pengadaan secara elektronik belum menjamin keterbukaan informasi. Pasalnya, detail belanja yang dibutuhkan kini tak bisa diakses.
"Bila dulu pengumuman ditempel, bedanya sekarang diumumkan melalui website. Tapi kebutuhan dan spesifikasi detail barang yang hendak dibeli tidak muncul," ujar Uchok.
Hal itu, lanjut dia, membuat masyarakat tetap tak bisa ikut mengawasi belanja pemerintah. (C40/Bsi)
● Bisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.