➶ AGM-158 Joint Air to Surface Standoff Missile (JASSM) [GlobalSecurity.org] ★
Amerika Serikat, Inggris, dan Australia yang tergabung dalam aliansi AUKUS, mengumumkan kerja sama untuk mengembangkan rudal hipersonik pada Selasa, 5 April 2022. Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison menyampaikan rencana tersebut setelah memeriksa kemajuan AUKUS.
"Kami berkomitmen pada hari ini untuk memulai kerja sama trilateral baru pada hipersonik dan kontra-hipersonik, dan kemampuan peperangan elektronik, serta untuk memperluas berbagi informasi dan untuk memperdalam kerja sama dalam inovasi pertahanan," kata para pemimpin AUKUS dalam pernyataan bersama, dilansir dari NPR, Rabu, 6 April 2022
Langkah itu dilakukan di tengah kekhawatiran Negeri Abang Sam dan sekutunya terhadap meningkatnya manuver militer Cina di Pasifik. Amerika Serikat, Rusia, dan Cina, memang tengah berupaya mengembangkan lebih lanjut rudal hipersonik, yakni sebuah sistem yang sangat cepat dan tidak dapat dicegat oleh pertahanan rudal saat ini.
Sebelumnya pada Oktober 2021 lalu, Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat, Mark Milley, mengkonfirmasi bahwa Cina telah melakukan uji coba sistem senjata hipersonik sebagai bagian dari upaya agresifnya untuk memajukan teknologi luar angkasa dan militer.
Amerika Serikat menduga Rusia telah menggunakan rudal hipersonik beberapa kali di Ukraina. Pada pertengahan Maret, Moskow mengakui menggunakan rudal hipersonik untuk menyerang gudang amunisi di Ukraina barat.
Sejauh ini, permintaan anggaran 2023 Pentagon sudah mencakup USD 4,7 miliar atau Rp 67,3 triliun untuk penelitian dan pengembangan senjata hipersonik. Jumlah tersebut termasuk perencanaan baterai rudal hipersonik yang diterjunkan pada tahun depan, rudal berbasis laut pada tahun 2025, dan rudal jelajah berbasis udara pada tahun 2027.
Biden, Johnson, dan Morrison menyebut pembentukan AUKUS sebagai peluang untuk membangun pembagian kemampuan pertahanan yang lebih besar. Sebagai tindakan besar pertama mereka, aliansi tersebut mengatakan akan membantu melengkapi Australia dengan kapal selam bertenaga nuklir.
Morrison mengatakan pengembangan rudal hipersonik sesuai dengan rencana strategis Australia yang dirilis dua tahun lalu untuk meningkatkan kemampuan serangan jarak jauh militernya. "Tujuan terpenting adalah untuk memastikan kami mendapatkan kemampuan itu sesegera mungkin dan itu dalam bentuk terbaik yang dapat bekerja dengan mitra kami," katanya kepada wartawan.
Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton sebelumnya telah mengumumkan rencana menghabiskan USD 2,6 miliar atau Rp 37.3 triliun untuk memperoleh rudal serangan jarak jauh untuk jet tempur dan kapal perang. Rencana ini dipercepat dari jadwal karena meningkatnya ancaman yang ditimbulkan oleh Rusia dan Cina.
Rancangan pakta keamanan antara Kepulauan Solomon dan Cina telah memicu kekhawatiran tentang kemungkinan kehadiran angkatan laut Negeri Tirai Bambu itu, di 1.200 mil wilayah lepas pantai timur laut Australia. Pemerintah Kepulauan Solomon mengatakan tidak akan mengizinkan Cina membangun pangkalan militer di sana, dan Beijing telah membantah mencari pijakan militer di pulau-pulau itu.
Amerika Serikat, Inggris, dan Australia yang tergabung dalam aliansi AUKUS, mengumumkan kerja sama untuk mengembangkan rudal hipersonik pada Selasa, 5 April 2022. Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison menyampaikan rencana tersebut setelah memeriksa kemajuan AUKUS.
"Kami berkomitmen pada hari ini untuk memulai kerja sama trilateral baru pada hipersonik dan kontra-hipersonik, dan kemampuan peperangan elektronik, serta untuk memperluas berbagi informasi dan untuk memperdalam kerja sama dalam inovasi pertahanan," kata para pemimpin AUKUS dalam pernyataan bersama, dilansir dari NPR, Rabu, 6 April 2022
Langkah itu dilakukan di tengah kekhawatiran Negeri Abang Sam dan sekutunya terhadap meningkatnya manuver militer Cina di Pasifik. Amerika Serikat, Rusia, dan Cina, memang tengah berupaya mengembangkan lebih lanjut rudal hipersonik, yakni sebuah sistem yang sangat cepat dan tidak dapat dicegat oleh pertahanan rudal saat ini.
Sebelumnya pada Oktober 2021 lalu, Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat, Mark Milley, mengkonfirmasi bahwa Cina telah melakukan uji coba sistem senjata hipersonik sebagai bagian dari upaya agresifnya untuk memajukan teknologi luar angkasa dan militer.
Amerika Serikat menduga Rusia telah menggunakan rudal hipersonik beberapa kali di Ukraina. Pada pertengahan Maret, Moskow mengakui menggunakan rudal hipersonik untuk menyerang gudang amunisi di Ukraina barat.
Sejauh ini, permintaan anggaran 2023 Pentagon sudah mencakup USD 4,7 miliar atau Rp 67,3 triliun untuk penelitian dan pengembangan senjata hipersonik. Jumlah tersebut termasuk perencanaan baterai rudal hipersonik yang diterjunkan pada tahun depan, rudal berbasis laut pada tahun 2025, dan rudal jelajah berbasis udara pada tahun 2027.
Biden, Johnson, dan Morrison menyebut pembentukan AUKUS sebagai peluang untuk membangun pembagian kemampuan pertahanan yang lebih besar. Sebagai tindakan besar pertama mereka, aliansi tersebut mengatakan akan membantu melengkapi Australia dengan kapal selam bertenaga nuklir.
Morrison mengatakan pengembangan rudal hipersonik sesuai dengan rencana strategis Australia yang dirilis dua tahun lalu untuk meningkatkan kemampuan serangan jarak jauh militernya. "Tujuan terpenting adalah untuk memastikan kami mendapatkan kemampuan itu sesegera mungkin dan itu dalam bentuk terbaik yang dapat bekerja dengan mitra kami," katanya kepada wartawan.
Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton sebelumnya telah mengumumkan rencana menghabiskan USD 2,6 miliar atau Rp 37.3 triliun untuk memperoleh rudal serangan jarak jauh untuk jet tempur dan kapal perang. Rencana ini dipercepat dari jadwal karena meningkatnya ancaman yang ditimbulkan oleh Rusia dan Cina.
Rancangan pakta keamanan antara Kepulauan Solomon dan Cina telah memicu kekhawatiran tentang kemungkinan kehadiran angkatan laut Negeri Tirai Bambu itu, di 1.200 mil wilayah lepas pantai timur laut Australia. Pemerintah Kepulauan Solomon mengatakan tidak akan mengizinkan Cina membangun pangkalan militer di sana, dan Beijing telah membantah mencari pijakan militer di pulau-pulau itu.
➶ Tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.