REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sejumlah asosiasi pengusaha di Jawa Timur keberatan dengan rencana kedatangan tiga kapal perang Amerika Serikat yang sandar di Dermaga Jamrud Utara Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada 28 Mei hingga 8 Juni 2012.
Pernyataan keberatan itu disampaikan sejumlah asosiasi pengusaha di Pelabuhan Tanjung Perak yang hadir pada pertemuan di Surabaya, Senin, membahas rencana kedatangan kapal perang tersebut.
Mereka antara lain Ketua DPC Indonesia National Ship-owner Asociation (INSA) Surabaya Steven H Lasawengen, Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Seluruh Indonesia Jatim Isdarmawan Asrikan, Ketua DPC Khusus Organda Tanjung Perak Kody Lamahayu.
Hadir juga dalam pertemuan itu, Azis Winanda (Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Jatim) dan Bambang Sukardi (Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia Jatim).
Mereka sepakat untuk mengirimkan surat keberatan kepada sejumlah pihak, antara lain Menteri Pertahanan, Panglima TNI, Menteri Koordinator Perekonomian, Kepala Staf Angkatan Laut, Pangarmatim, DPR RI, Gubernur dan DPRD Jatim.
Menurut Ketua DPC INSA Surabaya Steven H Lasawengen, sandarnya tiga kapal perang AS dalam waktu cukup lama, bisa mengganggu arus bongkar muat barang di Pelabuhan Tanjung Perak. "Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya merupakan pelabuhan terbesar kedua di Indonesia sebagai penghubung Jatim dengan kawasan Indonesia timur," katanya.
Steven menambahkan, kondisi dan jumlah dermaga di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya sangat terbatas karena usia pelabuhan itu sudah lebih dari satu abad.
"Selama ini waktu sandar dan labuh kapal di Pelabuhan Tanjung Perak berkisar tiga hingga empat hari. Kalau dermaga dipakai sandar tiga kapal perang AS selama 10 hari, jelas akan merugikan pelaku usaha," ujarnya.
Dari perhitungan kasar, kerugian logistik dari terhambatnya arus bongkar muat barang bisa mencapai 4,5 juta dolar AS dan menimbulkan dampak biaya ekonomi tinggi.
"Setiap hari di Dermaga Jamrud Utara ada sekitar 15 antrean kapal. Kalau tiga kapal perang itu bersandar secara tetap selama 10 hari, bisa dibayangkan dampak kerugiannya karena antrean akan tambah panjang," tambah Steven.
Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Jatim Isdarmawan Asrikan menegaskan, Dermaga Jamrud merupakan zona bisnis dan bukan untuk kepentingan militer, apalagi militer asing.
"Kapal yang bersandar di Dermaga Jamrud Utara berkapasitas 20.000 ton dan setiap kapal mengeluarkan biaya logistik sekitar 12.000-15.000 dolar AS perhari," ujarnya.
Ketua DPC Khusus Organda Tanjung Perak, Kody Lamahayu, menyarankan ketiga kapal perang AS yang akan datang bisa berlabuh di dermaga Pangkalan TNI AL Armada Timur, atau melakukan sandar-labuh dan tidak menetap permanen dalam waktu lama.
"Apabila masih menginginkan bersandar di Dermaga Jamrud Utara, sebisa mungkin sehabis sandar dipinggirkan ke tengah kolam dermaga sehingga membantu kelancaran bongkar muat barang kapal lain," katanya.
Kepala Otoritas Pelabuhan III, I Nyoman Gde Saputra, mengakui bahwa Dermaga Jamrud biasa digunakan untuk sandar kapal asing, karena selama ini pemerintah belum memiliki dermaga khusus untuk kedatangan kapal perang asing.
"Biasanya memang kapal perang negara asing sandarnya di Dermaga Jamrud Utara. Hanya saja, kali ini kapal yang datang jumlahnya agak banyak," ujarnya ketika dikonfirmasi wartawan.(Republika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.