Ilustrasi |
"Namun, tidak semua stok ranjau darat milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) dimusnahkan. Beberapa stok ranjau darat tersebut masih dimanfaatkan untuk kegiatan pelatihan militer," katanya dalam seminar tentang pelarangan ranjau darat di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, TNI akan memanfaatkan 2.454 ranjau darat untuk latihan, jumlah yang masih diperbolehkan dalam Konvensi Ottawa.
Ia menjelaskan, sejak perjanjian pelarangan ranjau dalam Konvensi Ottawa sebanyak 45 juta ranjau darat telah dimusnahkan di 159 negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menandatangani perjanjian tersebut.
"Masalah ranjau darat bukan sekadar senjata perang di perbatasan tetapi bisa membuat masyarakat sipil menjadi korban setelah perang. Biasanya peta ranjau itu hilang dan ranjaunya pun tidak pernah dimusnahkan," katanya.
Lars Strenger dari Jesuit Refugee Service, mengatakan sampai saat ini terhitung 73.576 orang yang menjadi korban ranjau darat dan 70-80 persen diantaranya berasal dari masyarakat sipil dan sebagian besar korbannya anak-anak.
Sejak Konvensi Ottawa ditandatangani, kata dia, korban akibat ranjau darat berkurang dari sekitar 20.000 menjadi 4.000 orang per tahun.
Tahun 2011, korban ranjau darat tercatat 4.191 orang atau sekitar 12 orang per hari.
"Ranjau darat wajib dimusnahkan agar tidak menimbulkan korban masyarakat sipil yang rentan dan miskin yang harus menghadapi dampak buruk dari perang," katanya.(B015) ( Antara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.