Rusman / Setpres |
Menurutnya, Indonesia memang aktif dalam mendorong perdamaian di dunia, bahkan Indonesia sendiri menempati posisi 15 dari 177 negara yang telah aktif mengirim pasukan perdamaian.
Kendati demikian, katanya, perdamaian yang terjadi di semenanjung Korea, bukan berada di tangan Indonesia. "Saya kira Indonesia punya batasan. Karenanya, perdamaian di semenanjung Korea itu bukan berada di tangan Indonesia atau perdamaian tersebut karena faktor Indonesia maka perdamaian itu tercapai" Ungkapnya saat di hubungi, Kamis (17/5)
Diakui Bantarto, secara umum Indonesia memiliki peranan besar ikut membantu masalah-masalah Internasional dengan membantu mengirim kontingen-kontingen pasukan perdamaian ke wilayah-wilayah kongflik, dan itu menunjukan Indonesia aktif dalam percaturan internasional. "Namun, penyelesaian masalah itu bukan di tangan Indonesia, tapi di tangan negara-negara kunci yang punya pengaruh besar dalam konflik-konflik besar tersebut, "ujarnya.
Dalam konteks kunjungan presiden Korut ke Indonesia Selasa lalu, menurutnya, bisa dibilang bahwa Korut memiliki kepercayaan terhadap Indonesia. Indonesia, dalam penilaian Korut, dapat memberikan kontribusi dalam perdamaian di semenanjung Korea.
Selain itu, menurut Bantarto, kunjungan Kim Yong Nam ke Indonesia itu, jika dilihat dari kacamata politisi, bisa jadi untuk mencari dukungan dimana posisi Korut sekarang selain sedang mengalami krisis ekonomi, juga sedang dikucilkan dimata Internasional. "Jadi saya kira memang tersirat suatu pesan Korea sedang meminta dukungan, meskipun secara tidak langsung untuk mengatasi masalah-masalah dari Korea itu sendiri. Karena kalau tidak langsung, Korea juga kalau tidak salah tergabung dalam negara Nonblok, mungkin dalam semangat itu Korut meminta bantuan kepada Indonesia," tutupnya.(Jurnas)
Anggota DPR Apresiasi Langkah Presiden Yudhoyono
Jakarta ( Berita ) : Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Najib mengapresiasi langkah Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengundang Presiden Korea Utara (Korut) Kim Yong Nam berkunjung ke Indonesia. ”Langkah Presiden Yudhoyono menunjukkan Indonesia menggunakan prinsip politik bebas aktif,” kata Muhammad Najib di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa [15/05] .
Muhammad Najib mengatakan hal itu menyikapi kunjungan Presiden Korea Utara Kim Yong Nam dan sejumlah menterinya ke Indonesia, pada 13-16 Mei 2012. Presiden Korea Utara dan rombongan dijadwalkan akan bertemu dengan pimpinan MPR RI dan pimpinan DPR RI pada Selasa sore.
Menurut dia, Korea Utara saat ini sedang mendapat tekanan dan ancaman dari negara lain yang lebih kuat karena mengembangkan nuklir untuk tujuan militer. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai langkah Presiden Yudhoyono mengundang Presiden Korea Utara adalah langkah positif. “Indonesia tidak perlu terpengaruh dengan negara lain dalam membangun komunikasi dan kerja sama dengan Korea Utara, meskipun negara komunis tersebut dipandang oleh negara lain sebagai ancaman,” katanya.
Menurut dia, Indonesia mestinya dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dari hubungan baik yang terjalin selama ini, baik dengan Korea Selatan maupun dengan Korea Utara.
Najib menambahkan, sebelumnya Koera Utara telah menawarkan kerja sama dengan Indonesia untuk pengembangan kapal selam mini. “Saya kira kapal selam mini ini sangat cocok untuk geografi Indonesia. Namun tawaran itu sepertinya belum mendapat respons dari pemerintah Indonesia,” ujarnya.
Jika menyimak kilas balik situasi Indonesia, menurut dia, Presiden Soekarno pada awal kemerdekaan langsung mencanangkan pengembangan nuklir untuk tujuan damai. Namun realitasnya, kata dia, pengembangan nuklir di Indonesia kini sudah tertinggal sangat jauh dengan yang dilakukan Korea Selatan dan Korea Utara. “Padahal, kedua negara Korea itu baru mulai mengembangkan nuklir pada tahun 1970-an,” katanya.
Najib menjelaskan, pengembangan nuklir di Korea Utara, industri nuklir di negara tersebut kini mampu membuat senjata dengan nuklir dengan jangkauan antar-benua sehingga ditakuti negara-negara lain,” katanya.(ant)(Beritasore)
Muhammad Najib mengatakan hal itu menyikapi kunjungan Presiden Korea Utara Kim Yong Nam dan sejumlah menterinya ke Indonesia, pada 13-16 Mei 2012. Presiden Korea Utara dan rombongan dijadwalkan akan bertemu dengan pimpinan MPR RI dan pimpinan DPR RI pada Selasa sore.
Menurut dia, Korea Utara saat ini sedang mendapat tekanan dan ancaman dari negara lain yang lebih kuat karena mengembangkan nuklir untuk tujuan militer. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai langkah Presiden Yudhoyono mengundang Presiden Korea Utara adalah langkah positif. “Indonesia tidak perlu terpengaruh dengan negara lain dalam membangun komunikasi dan kerja sama dengan Korea Utara, meskipun negara komunis tersebut dipandang oleh negara lain sebagai ancaman,” katanya.
Menurut dia, Indonesia mestinya dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dari hubungan baik yang terjalin selama ini, baik dengan Korea Selatan maupun dengan Korea Utara.
Najib menambahkan, sebelumnya Koera Utara telah menawarkan kerja sama dengan Indonesia untuk pengembangan kapal selam mini. “Saya kira kapal selam mini ini sangat cocok untuk geografi Indonesia. Namun tawaran itu sepertinya belum mendapat respons dari pemerintah Indonesia,” ujarnya.
Jika menyimak kilas balik situasi Indonesia, menurut dia, Presiden Soekarno pada awal kemerdekaan langsung mencanangkan pengembangan nuklir untuk tujuan damai. Namun realitasnya, kata dia, pengembangan nuklir di Indonesia kini sudah tertinggal sangat jauh dengan yang dilakukan Korea Selatan dan Korea Utara. “Padahal, kedua negara Korea itu baru mulai mengembangkan nuklir pada tahun 1970-an,” katanya.
Najib menjelaskan, pengembangan nuklir di Korea Utara, industri nuklir di negara tersebut kini mampu membuat senjata dengan nuklir dengan jangkauan antar-benua sehingga ditakuti negara-negara lain,” katanya.(ant)(Beritasore)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.