Ilustrasi KF 21 [Tumbral] ★
Indonesia telah mengirimkan 39 pilot dan teknisinya untuk bergabung dalam program jet tempur KF-X/IF-X yang kini namanya berganti menjadi KF-21 Boramae, media Korea The Dong-A Ilbomelansir hal ini pada Selasa (24/5).
Dijadwalkan jet tempur siluman generasi 4,5 ini akan melakukan penerbangan perdananya pada bulan Juli mendatang.
Namun, media tersebut menyinggung masalah kewajiban Indonesia dalam pembayaran program KF-21.
Dikatakan, selama lima tahun terakhir pemerintah Indonesia belum sepeser pun melakukan kewajiban pembayaran.
Awalnya, pemerintah melaporkan bahwa masalah non-pembayaran telah diselesaikan dengan memutuskan untuk merevisi kontrak pembagian biaya pada Maret tahun ini, menyusul konsultasi tingkat kerja pada November tahun lalu. Namun pada akhirnya tidak dilaksanakan.
Media tersebut juga menyinggung kekhawatiran mengenai teknologi pesawat KF-21 yang bocor, sementara kontribusi pembayaran dari pihak Indonesia tidak ada.
November tahun lalu, Defense Acquisition Program Administration (DAPA) mengumumkan bahwa Korea Aerospace Industries (KAI), pengembang KF-21, berencana untuk merevisi kontrak pembagian biaya dengan Kementerian Pertahanan Indonesia pada kuartal pertama tahun ini (Maret).
Revisi termasuk non-pembayaran dan pembayaran di masa mendatang.
Disebutkan, saat ini Indonesia harus membayar 1,6 triliun won, 20% dari total biaya proyek sebesar 8,1 triliun won.
Biaya tersebut adalah sebagai syarat pengembangan bersama KF-21 pada tahun 2026.
Namun, sejak proyek ini dimulai pada tahun 2016, hanya 227,2 miliar won yang baru dibayarkan Jakarta dan sekitar 800 miliar won belum dibayar.
Indonesia sepakat untuk membayar 30% dari kontribusi dalam bentuk barang, seperti minyak sawit, sambil mempertahankan ukuran total kontribusi Indonesia pada November tahun lalu.
Masih di bulan yang sama tahun lalu, Direktur DAPA Kang Eun-ho mengatakan, kesepakatan akhir tertunda karena situasi COVID-19, tetapi perjanjian ini sangat berarti karena kedua negara menyelesaikan negosiasi ke arah yang saling menguntungkan melalui dialog yang cukup.
“Ini berarti bahwa perjanjian ini tidak diikuti dengan baik,” ujarnya.
Indonesia telah mengirimkan 39 pilot dan teknisinya untuk bergabung dalam program jet tempur KF-X/IF-X yang kini namanya berganti menjadi KF-21 Boramae, media Korea The Dong-A Ilbomelansir hal ini pada Selasa (24/5).
Dijadwalkan jet tempur siluman generasi 4,5 ini akan melakukan penerbangan perdananya pada bulan Juli mendatang.
Namun, media tersebut menyinggung masalah kewajiban Indonesia dalam pembayaran program KF-21.
Dikatakan, selama lima tahun terakhir pemerintah Indonesia belum sepeser pun melakukan kewajiban pembayaran.
Awalnya, pemerintah melaporkan bahwa masalah non-pembayaran telah diselesaikan dengan memutuskan untuk merevisi kontrak pembagian biaya pada Maret tahun ini, menyusul konsultasi tingkat kerja pada November tahun lalu. Namun pada akhirnya tidak dilaksanakan.
Media tersebut juga menyinggung kekhawatiran mengenai teknologi pesawat KF-21 yang bocor, sementara kontribusi pembayaran dari pihak Indonesia tidak ada.
November tahun lalu, Defense Acquisition Program Administration (DAPA) mengumumkan bahwa Korea Aerospace Industries (KAI), pengembang KF-21, berencana untuk merevisi kontrak pembagian biaya dengan Kementerian Pertahanan Indonesia pada kuartal pertama tahun ini (Maret).
Revisi termasuk non-pembayaran dan pembayaran di masa mendatang.
Disebutkan, saat ini Indonesia harus membayar 1,6 triliun won, 20% dari total biaya proyek sebesar 8,1 triliun won.
Biaya tersebut adalah sebagai syarat pengembangan bersama KF-21 pada tahun 2026.
Namun, sejak proyek ini dimulai pada tahun 2016, hanya 227,2 miliar won yang baru dibayarkan Jakarta dan sekitar 800 miliar won belum dibayar.
Indonesia sepakat untuk membayar 30% dari kontribusi dalam bentuk barang, seperti minyak sawit, sambil mempertahankan ukuran total kontribusi Indonesia pada November tahun lalu.
Masih di bulan yang sama tahun lalu, Direktur DAPA Kang Eun-ho mengatakan, kesepakatan akhir tertunda karena situasi COVID-19, tetapi perjanjian ini sangat berarti karena kedua negara menyelesaikan negosiasi ke arah yang saling menguntungkan melalui dialog yang cukup.
“Ini berarti bahwa perjanjian ini tidak diikuti dengan baik,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.