⚓️ Opini by Alman Helvas Ali Naval Group telah menawarkan untuk membangun dua varian kapal selam berkemampuan AIP untuk Indonesia di Surabaya [Naval Group]
Sampai saat ini, Indonesia belum memutuskan kapal selam diesel elektrik buatan negara mana yang akan diakuisisi sebagai bagian dari pembangunan kekuatan pertahanan hingga 2024. Naval Group mengusung kapal selam kelas Scorpene yang bersaing dengan TKMS yang menawarkan kapal selam kelas U214 kepada Indonesia. Rencana pengadaan kapal selam Indonesia bukan saja menarik dicermati dari aspek geopolitik, tetapi juga menarik diamati dari aspek tawaran kemitraan industri yang ditawarkan oleh produsen kapal selam. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Indonesia mempunyai ambisi untuk menguasai teknologi kapal selam dalam jangka panjang.
Berdasarkan informasi dari sejumlah sumber yang kredibel, Indonesia menghendaki kapal selam masa depannya dilengkapi dengan teknologi Air Independent Propulsion (AIP). Sebagian pihak mengklaim teknologi AIP adalah teknologi termaju yang dimiliki oleh kapal selam diesel elektrik untuk mengurangi muncul di permukaan guna melakukan isi ulang baterai (snorkelling). Teknologi AIP memiliki beberapa pilihan, seperti fuel cell, stirling engine dan MESMA. Pilihan teknologi AIP selain ditentukan oleh kebutuhan operasional pengguna, juga ditentukan oleh produsen kapal selam karena setiap galangan telah memiliki teknologi AIP sendiri yang diadopsi.
Dalam perkembangan terkini, terdapat kecenderungan teknologi baterai lead acid akan digantikan oleh teknologi baterai lithium-ion di mana teknologi yang terakhir disebut mempunyai potensi untuk meningkatkan endurance kapal selam diesel elektrik berkat kemampuan menyimpan energi yang lebih besar dan kemampuan isi ulang yang lebih baik sehingga bisa mengatasi masalah indiscretion rate. Indiscretion rate adalah perbandingan antara waktu yang dibutuhkan kapal selam snorkelling untuk isi ulang baterai dengan waktu keseluruhan operasi kapal selam dalam satu kali misi. Dengan mengadopsi teknologi baterai lithium-ion, kapal selam dapat menyelam lebih lama di dalam air dibandingkan dengan teknologi baterai lead acid dan dapat melebihi kemampuan teknologi AIP. Sedangkan dari sisi pemeliharaan, baterai lithium-ion tidak membutuhkan pemeliharaan yang rumit dibandingkan dengan baterai lead acid maupun AIP.
Jepang sedang melakukan transisi bagi kapal selam diesel elektrik dari teknologi AIP ke teknologi baterai lithium-ion. Dari 12 kapal selam kelas Soryu, dua kapal selam terakhir diputuskan mengadopsi teknologi baterai lithium-ion, sedangkan 10 kapal selam awal memakai teknologi AIP. Jepang melanjutkan pemakaian teknologi baterai lithium-ion di masa depan dengan aplikasi pada kapal selam kelas Taigei yang kini sedang dibangun di galangan Mitsubishi Heavy Industries dan Kawasaki Heavy Industries. Sementara itu, Korea Selatan merencanakan penggunaan teknologi hibrid, yaitu AIP dan baterai lithium-ion pada kapal selam KSS-III batch 2 buatan Hyundai Heavy Industries.
Naval Group selaku eksportir kapal selam kelas Scorpene juga telah melirik penerapan teknologi baterai lithium-ion guna menggantikan teknologi baterai lead acid. Firma Prancis itu merencanakan adopsi teknologi baterai lithium-ion dimulai pada awal 2030-an di mana kapal selam kelas Scorpene yang dioperasikan oleh sejumlah angkatan laut di dunia dapat mengganti baterai lead acid dengan baterai lithium-ion. Teknologi baterai lithium-ion juga akan digunakan pada kapal selam kelas Scorpene yang baru dibangun untuk memenuhi pesanan dari konsumen. Produsen kapal selam Prancis ini meyakini kemampuan kapal selam kelas Scorpene akan meningkat dengan adopsi teknologi lithium ion sehingga akan menguntungkan bagi penggunanya.
Lalu teknologi propulsi kapal selam seperti apa yang tepat bagi Indonesia di masa depan? Apakah AIP atau baterai lithium-ion ataukah hibrid antara AIP dan baterai lithium-ion? Jawaban atas pertanyaan ini hendaknya memadukan antara unsur kebutuhan operasional kapal selam di satu sisi dan kemajuan teknologi di sisi lain. Setiap negara memiliki kebutuhan operasional kapal selam yang berbeda-beda, sehingga akan mempengaruhi kebutuhan teknologi yang akan dipakai.
Terkait dengan kebutuhan operasional, Indonesia perlu merumuskan konsep operasi kapal selam yang dikehendakinya. Dari perumusan itu, selanjutnya dapat ditentukan teknologi apa saja yang dapat memenuhi konsep operasi itu, apakah teknologi AIP atau teknologi baterai lithium-ion? Jangan pula dilupakan perhitungan cost effectiveness yang membandingkan antara kedua teknologi tersebut secara matematis. Sebab kalkulasi demikian akan membantu kalkulasi life cycle cost kapal selam selama masa dinas 30 tahun atau 35 tahun.
Dalam pemilihan teknologi propulsi kapal selam diesel elektrik, satu hal penting yang terkadang dilupakan adalah bagaimana dukungan logistik kapal selam itu di pangkalan induk maupun di pangkalan aju. Masing-masing pilihan teknologi propulsi, baik AIP maupun baterai lithium-ion, perlu dikaji secara seksama dampak logistiknya bagi pangkalan-pangkalan angkatan laut. Apakah perlu dibangun suatu fasilitas-fasilitas khusus untuk mendukung bekal ulang sistem propulsi tersebut di pangkalan induk dan pangkalan aju atau tidak? Persoalan dukungan logistik perlu dicermati dan dikalkulasi seiring dengan kian majunya teknologi propulsi kapal selam diesel elektrik. (miq/miq)
Sampai saat ini, Indonesia belum memutuskan kapal selam diesel elektrik buatan negara mana yang akan diakuisisi sebagai bagian dari pembangunan kekuatan pertahanan hingga 2024. Naval Group mengusung kapal selam kelas Scorpene yang bersaing dengan TKMS yang menawarkan kapal selam kelas U214 kepada Indonesia. Rencana pengadaan kapal selam Indonesia bukan saja menarik dicermati dari aspek geopolitik, tetapi juga menarik diamati dari aspek tawaran kemitraan industri yang ditawarkan oleh produsen kapal selam. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Indonesia mempunyai ambisi untuk menguasai teknologi kapal selam dalam jangka panjang.
Berdasarkan informasi dari sejumlah sumber yang kredibel, Indonesia menghendaki kapal selam masa depannya dilengkapi dengan teknologi Air Independent Propulsion (AIP). Sebagian pihak mengklaim teknologi AIP adalah teknologi termaju yang dimiliki oleh kapal selam diesel elektrik untuk mengurangi muncul di permukaan guna melakukan isi ulang baterai (snorkelling). Teknologi AIP memiliki beberapa pilihan, seperti fuel cell, stirling engine dan MESMA. Pilihan teknologi AIP selain ditentukan oleh kebutuhan operasional pengguna, juga ditentukan oleh produsen kapal selam karena setiap galangan telah memiliki teknologi AIP sendiri yang diadopsi.
Dalam perkembangan terkini, terdapat kecenderungan teknologi baterai lead acid akan digantikan oleh teknologi baterai lithium-ion di mana teknologi yang terakhir disebut mempunyai potensi untuk meningkatkan endurance kapal selam diesel elektrik berkat kemampuan menyimpan energi yang lebih besar dan kemampuan isi ulang yang lebih baik sehingga bisa mengatasi masalah indiscretion rate. Indiscretion rate adalah perbandingan antara waktu yang dibutuhkan kapal selam snorkelling untuk isi ulang baterai dengan waktu keseluruhan operasi kapal selam dalam satu kali misi. Dengan mengadopsi teknologi baterai lithium-ion, kapal selam dapat menyelam lebih lama di dalam air dibandingkan dengan teknologi baterai lead acid dan dapat melebihi kemampuan teknologi AIP. Sedangkan dari sisi pemeliharaan, baterai lithium-ion tidak membutuhkan pemeliharaan yang rumit dibandingkan dengan baterai lead acid maupun AIP.
Jepang sedang melakukan transisi bagi kapal selam diesel elektrik dari teknologi AIP ke teknologi baterai lithium-ion. Dari 12 kapal selam kelas Soryu, dua kapal selam terakhir diputuskan mengadopsi teknologi baterai lithium-ion, sedangkan 10 kapal selam awal memakai teknologi AIP. Jepang melanjutkan pemakaian teknologi baterai lithium-ion di masa depan dengan aplikasi pada kapal selam kelas Taigei yang kini sedang dibangun di galangan Mitsubishi Heavy Industries dan Kawasaki Heavy Industries. Sementara itu, Korea Selatan merencanakan penggunaan teknologi hibrid, yaitu AIP dan baterai lithium-ion pada kapal selam KSS-III batch 2 buatan Hyundai Heavy Industries.
Naval Group selaku eksportir kapal selam kelas Scorpene juga telah melirik penerapan teknologi baterai lithium-ion guna menggantikan teknologi baterai lead acid. Firma Prancis itu merencanakan adopsi teknologi baterai lithium-ion dimulai pada awal 2030-an di mana kapal selam kelas Scorpene yang dioperasikan oleh sejumlah angkatan laut di dunia dapat mengganti baterai lead acid dengan baterai lithium-ion. Teknologi baterai lithium-ion juga akan digunakan pada kapal selam kelas Scorpene yang baru dibangun untuk memenuhi pesanan dari konsumen. Produsen kapal selam Prancis ini meyakini kemampuan kapal selam kelas Scorpene akan meningkat dengan adopsi teknologi lithium ion sehingga akan menguntungkan bagi penggunanya.
Lalu teknologi propulsi kapal selam seperti apa yang tepat bagi Indonesia di masa depan? Apakah AIP atau baterai lithium-ion ataukah hibrid antara AIP dan baterai lithium-ion? Jawaban atas pertanyaan ini hendaknya memadukan antara unsur kebutuhan operasional kapal selam di satu sisi dan kemajuan teknologi di sisi lain. Setiap negara memiliki kebutuhan operasional kapal selam yang berbeda-beda, sehingga akan mempengaruhi kebutuhan teknologi yang akan dipakai.
Terkait dengan kebutuhan operasional, Indonesia perlu merumuskan konsep operasi kapal selam yang dikehendakinya. Dari perumusan itu, selanjutnya dapat ditentukan teknologi apa saja yang dapat memenuhi konsep operasi itu, apakah teknologi AIP atau teknologi baterai lithium-ion? Jangan pula dilupakan perhitungan cost effectiveness yang membandingkan antara kedua teknologi tersebut secara matematis. Sebab kalkulasi demikian akan membantu kalkulasi life cycle cost kapal selam selama masa dinas 30 tahun atau 35 tahun.
Dalam pemilihan teknologi propulsi kapal selam diesel elektrik, satu hal penting yang terkadang dilupakan adalah bagaimana dukungan logistik kapal selam itu di pangkalan induk maupun di pangkalan aju. Masing-masing pilihan teknologi propulsi, baik AIP maupun baterai lithium-ion, perlu dikaji secara seksama dampak logistiknya bagi pangkalan-pangkalan angkatan laut. Apakah perlu dibangun suatu fasilitas-fasilitas khusus untuk mendukung bekal ulang sistem propulsi tersebut di pangkalan induk dan pangkalan aju atau tidak? Persoalan dukungan logistik perlu dicermati dan dikalkulasi seiring dengan kian majunya teknologi propulsi kapal selam diesel elektrik. (miq/miq)
⚓️ CNBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.